OLEH : HERU SRIKUMORO/KOMPAS
Sejarah Kenaikan BBM: Soekarno 12X, Soeharto 18x, Habibie 1X, Gus Dur 1X, Mega 2X, SBY 3X
Menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi saat ini merupakan tindakan yang tidak populis. Secara
politik maupun ekonomi, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi akan memancing reaksi, baik oleh politikus, mahasiswa maupun
masyarakat. Namun kalau melihat beban yang harus ditanggung pemerintah
dengan asumsi harga minyak dunia di APBN US$ 90 per barel, niscaya
keuangan negara akan terganggu, ketika harga minyak sekarang menembus
angka di atas US$ 115 per barel. Bisa dibayangkan, kalau setiap kenaikan
1 rupiah dari asumsi APBN US$ 90 per barel negara harus memberikan
subsidi sekitar 20 triliun per bulan, berapa ratus triliun rupiah yang
harus dikeluarkan pemerintah untuk mensubsidi BBM.
Tentunya pemerintah sudah berhitung,
ketika memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Termasuk
mengalokasikan anggaran untuk memberikan kompensasi dalam bentuk bantuan
tunai kepada masyarakat miskin. Komitmen pemerintah untuk menambahkan
anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan bisa
dilihat sebagai bentuk dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang
otomatis akan menyelamatkan anggaran. Artinya, ada dana yang memang bisa
diposkan untuk memaksimalkan pembangunan infrastruktur, bantuan
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Sebenarnya, kalau dilihat dari sejarah
republik ini, kenaikan BBM sudah biasa terjadi. Pada masa pemerintahan
Presiden Soekarno, BBM dinaikkan sebanyak 12 kali. Pada masa Presiden
Soeharto, BBM naik sebanyak 18 kali. Presiden Habibie hanya sekali
menaikkan harga BBM di masa pemerintahannya yang hanya berlangsung 1
tahun. Sementara itu pada masa Gus Dur 1 kali naik dan
Presiden Megawati, BBM naik sebanyak 2 kali, ditambah 7 kali penyesuaian
harga BBM. Sedangkan pada masa SBY, termasuk pada April nanti, BBM naik
sebanyak 3 kali.
Namun yang perlu dicatat, dari sekian
periode pemerintahan, pada pemerintah SBY terjadi kebijakan penurunan
harga BBM. Terhitung, sudah tiga kali pemerintahan SBY menurunkan harga
BBM.
Benang merah yang bisa ditarik dari apa
yang terjadi pada pemerintah SBY terkait BBM adalah ada sebuah
rasionalisasi harga. Artinya, kenaikan harga BBM yang dilakukan
pemerintah tidak bersifat mutlak. Pada satu kondisi ekonomi sedang
bagus, harga minyak dunia juga bagus, kemungkinan terjadi penurunan
harga BBM bersubsidi sangat terbuka lebar. Oleh karena itu, tidak
seharusnya para elit politik melakukan politisasi terhadap rencana
kenaikan harga BBM bersubsidi. Toh sebenarnya pemerintah tidak otoriter
dalam rencana kenaikan harga BBM. Karena sebelumnya, rancangan kenaikan,
termasuk APBN Perubahan terlebih dahulu diajukan ke DPR. Artinya, kalau
kemudian harga BBM dinaikkan, hal itu merupakan keputusan bersama dan
menjadi sebuah kebijakan yang sudah dihitung untung dan ruginya.
Perlu dimengerti juga, jauh sebelum rencana kenaikan harga BBM
bersubsidi, pemerintah melalui Presiden SBY sendiri, dan juga Menko
Perekonomian menyatakan telah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak
menaikkan harga. Pemerintah sudah melakukan upaya untuk melakukan
pembatasan, pemberdayaan energi alternatif. Namun realitasnya, harga
minyak dunia terus meroket dan hal itu sangat tidak aman untuk anggaran
negara. Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan pertimbangan
kalangan elit politik, mahasiswa dan masyarakat yang selama ini hanya
melihat dengan satu kacamata bahwa menaikkan harga BBM sama saja
menyengsarakan rakyat. Semoga bisa merubah paradigma itu.(Salam)
Sumber : http://regional.kompasiana.com/2012/03/08/sejarah-kenaikan-bbm/