Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Minggu, 19 September 2010

AMBLASNYA JALAN R.E MARTADINATA TANJUNG PRIOK, DIDUGA "KESALAHAN PERENCANA"

Oleh : Ali Habiu *)


Amblasnya jalan poros R.E Martadinata kawasan Tanjung Priuk Jakarta Utara patut diduga merupakan kesalahan perencanaan. Hal ini berdasarkan pengamatan visual amblasnya badan jalan satu ruas yang terbuat dari konstruksi beton kedalam laut secara merata dan sepanjang lebih kurang 103 meter dan lebar 10 meter. Kejadian semacam ini tidak mungkin atau sangat muskil bila diakibatkan oleh runtuhnya tanah bawah dasar pondasi akibat dari settlement, karena bila tanah bawah runtuh atau settlelent makan badan jalan akan amblas atau runtuh secara bersamaan bukan saja satu ruas tetapi akan runtuh daerah sekitarnya dalam radius tertentu dengan kedalaman tertentu pula.
Konstruksi jalan R.E.Martadinata terbuat dari beton bertulang dan berdiri di atas permukaan laut, oleh karena itu sebagai penyangga bawah atau pengganti tanah dasar atau sub grade konstruksi jalan tersebut adalah mestinya menggunakan tiang pancang. Namun berdasarkan berita yang di kutif dari www.Kompas.com ternyata bagian bawah pavement jalan beton tersebut merupakan peninggian badan jalan yang terdiri dari material tanah timbunan sehingga kondisi demikian ini bila dibangun ditepi laut harus betul-betul dapat diukur tingkat pearmibilitas material timbunan setelah mendapat kepadatan tertentu guna menghindari terjadinya rembesan harizontal (see page) air laut. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sudah dapat dipastikan bahwa material tanah timbunan bawah badan jalan tersebut akan mengalami segregasi akibat pearmibilitas dimana pertikel tanah  secara  menerus akan larut terbawah (tractive force) oleh tekanan pasang surut air laut  (tide - range) dikawasan tersebut. Pada saat material tanah timbunan bawah badan jalan mengalami instabilitas akibat terjadinya poreus  yang mana partikel material tanah timbunan tersebut telah hanyut  oleh air laut (tractive force) maka akan terdapat rongga porius dibawah badan jalan tersebut mengakibatkan badan jalan  yang terdiri dari material timbunan yang  telah dipadatkan akan mengalami failure. Pada kondisi demikian ini maka ketika permukaan jalan menerima beban lalu lintas dengan berat gandar tertentu dan tekanan akan diteruskan kebadan jalan maka akan mengakibatkan jalan menjadi amblas karena ketahanan pondasi jalan (badan jalan) sebagai penopang konstruksi jalan dibagian bawahnya telah mengalami kegagalan karena  telah terjadi failure
Mestinya perencana jauh-jauh hari sebelumnya telah memikirkan perlunya Tiang pancang untuk menopang badan jalan tersebut yang terbuat dari beton bertulang karena dengan kombinasi penggunaan tiang pancang pada formasi timbunan badan jalan tersebut maka ketahanan pondasi bawah permukaan jalan makin baik. Kebanyakan para perencana dalam merencanakan dimensi kolom dan tulangnya tidak mengalami kesulitan sepanjang data-data parameter tanah yang akan ditempatkan pondasi tiang pancang tersebut datanya cukup lengkap dan akuntabel. Namun demikian sering kali di lapangan para perencana dalam menugaskan Tim investigas lapangan biasanya tidak disertai dengan peralatan yang cukup  memedai sehingga pemanfaatan lapangan sangat terbatas sehingga data yang dihasilkan  tidak variabel juga tidak akurat. Investigasi geo teknik jalan R.E martadinata tersebut untuk kebutuhan tiang pancang hanya menggunakan peralatan Sondir atau penetrometer statis sehingga struktur tanah daerah bawah tidak bisa diketahui secara pasti. Selain itu peralatan Sondir daya kerjanya juga memiliki ketebatasan signifikan yakni karena peralatan ini hanya mengandalkan tekanan balik ujung konus, maka ketika ujung konus dimasukkan pada kedalaman tertentu dan disana ada terdapat zone terbatas dari batuan lunak atau ujung konus terganjal oleh selapis tipis batuan lunak, maka tekanan penetrometer akibat tekanan balik ujung konus pada dial gauge meter akan menunjukkan angka maksimum. Sementara itu lapisan batuan lunak tersebut hanya memiliki ketebalan relatif tipis 0,05 sampai 1.50 meter dimana peralatan sondir tidak mampu membaca keadaan ini. Oleh karena itu perencana bila menggunakan data hasil Sondir dengan kasus semacam ini, pasti pondasi tiang pancang pada rentang waktu tertentu akan mengalami settlement apalagi memang diketahui bahwa tiang pancang ini akan menderita keausan terus-menerus akibat beban mati (konstruksi badan jalan dari beton bertulang) dan beban hidup atau beban berjalan yang akan diterima dari truk-truk kontainer dengan beban muatan luar biasa beratnya melintasi badan jalan R.E.Martadinata tersebut.
Metode investigas lapangan geo teknik yang paling efektif dipakai untuk mengetahui stratifikasi struktur lapis tanah daerah ini adalah disamping penggunaan Geo Sounding Seismic dapat pula menggunakan kombinasi testing antara peralatan Core dan Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Test . Geo Sounding Seismic dipakai untuk mengetahui pengamatan visual kualitatif dugaan adanya rongga-rongga dalam tanah pada kedalaman tertentu, juga dapat mengukur potensi aquifer dan struktur lapisan tanah dan kedalaman tanah keras. Sedangkan peralatan Core dipakai untuk pendataan kuantitatif guna mengetahui core log struktur lapisan tanah bawah, demikian pula peralatan DCP digunakan untuk mengetahui kekuatan dasar tanah bawah. Sering kali DCP pada pukulan N=60 telah menunjukkan penetrasi yang optimum. Namun ternyata setelah di uji dengan peralatan Core disana terdapat lapisan batuan lunak hanya sedalam 5 cm, kemudian dibawahnya kembali terdapat lapisan tanah lunak. Peralatan DCP bisa menembus batuan lunak sampai kedalaman 1,50 meter. Berdasarkan data kombinasi antara Core dan DCP para investigator geo teknik dapat mengambil sampel tanah setiap kedalaman 1.00 meter untuk selanjutnya diuji parameter tanahnya di laboratorium yang terdiri dari :
Berat isi Tanah (γ), Plastic Limit (PL) ,Plastic Index (PI), Liquid Limit (LL) , Berat Jenis (Gs), Kadar Air (w) dan klasifikasi tanah (skala USBR)
Berdasarkan parameter tersebut para perencana bisa menentukan lapisan tanah terdalam yang mesti menjadi tumpuan akhir dari pada berkas pondasi tiang pancang selain itu juga bisa menentukan desain tiang pancang berdasarkan faktor sifat-sifat tanah .
Oleh karena patut diduga bahwa itu amblasnya muka jalan R.E.Martadinata Tanjung Priuk Jakarta merupakan tanggungjawab perencana yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 dikenakan sanksi akibat kelalaian ini sebagaimana tertera pada pasal 43 Ayat (1) yakni : Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan bangunan dikenakan Pidana paling lama 5 (lima) tahun) penjara atau di denda paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari nilai kontrak. Pertanyaan kemudian muncul adalah : "mampukah Kepolisian Republik Indonesia mengungkap kasus pelaku ambruknya jalan R.E.Martadinata ini !?" . Dan sebagai jawabnya : Rakyat Menunggu Keadilan !! ****

*). Ketua Bidang Profesi, Penelitian dan Pengembangan LPJKD Sultra.

Sabtu, 11 September 2010

TENAGA AHLI DPRD PROVINSI SULTRA “QUO VADIS”

Oleh;  Hopo Talo *)



Inilah Gedung DPRD Sulawesi Tenggara yang di dalamnya akan menjadi Ruang Kerja Para Tenaga Ahli DPRD Yang Baru Saja di Terima


Baru-baru ini sekretaris dewan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara melaksanakan rekruitmen Tenaga Ahli untuk melengkapi alat-alat kelengkapan dewan sebagaimana diminta dalam PP No.16 Tahun 2010 pasal 34 Ayat (1); yakni setiap fraksi sebagaimana maksud Pasal 31 peraturan ini dibantu oleh 1 (satu) orang Tenaga Ahli. Spesifikasi Tenaga Ahli tersebut paling sedikit memiliki pengalaman kerja 5 tahun untuk sarjana, 3 tahun untuk Magister serta 1 tahun untuk Doktoral. Tenaga Ahli dimaksud dipersyaratkan harus paling sedikit memiliki pengalaman bidang pemerintahan dan munguasai tugas dan fungsi DPRD. Kemudian pada Pasal 117 Ayat (1) disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD dibentuk Kelompok Pakar atau Tim Ahli. Banyaknya kelompok pakar atau tim ahli paling banyak sesuai dengan jumlah alat kelengkapan DPRD. Alat kelengkapan DPRD dalam hal ini tertuang dalam Pasal 46 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang otonomi Daerah juncto UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR-RI, DPR-RI, DPD-RI, DPRD juncto Pasal 36 PP No. 16 Tahun 2010, yakni pada Ayat (1) disebutkan bahwa alat kelengkapan DPRD terdiri dari : Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan. dan Alat kelengkapan lain yang dibentuk oleh rapat paripurna. Alat kelengkapan lain selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 63, yakni dengan membentuk Panitia Khusus.
Pengumunan lulus seleksi dan diterima menjadi tenaga ahli DPRD Sultra diumumkan melalui Kendari Pos 27 Agustus 2010 Nomor : 04/Pan/TA/VII/2010 yang dikeluarkan oleh Panitia Seleksi Calon Tenaga Ahli DPRD Sultra dengan nama-nama dinyatakan lulus sebanyak 13 orang antara lain :
Setelah pengumunan kelulusan tersebut, muncul persoalan baru yang dimuat dead line Kendari Pos berjudul : Tenaga Ahli DPRD didominasi “S.Ag”. Adapun pembahasan adalah adanya 4 orang tenaga ahli yang diterima oleh DPRD Sultra dari latar belakang disiplin ilmu Sarjana Agama (S.Ag). Sehingga muncul pertanyaan : “apakah Sarjana Agama ini bisa menguasai bidang tugasnya seperti bidang pemerintahan, kemasyarakatan, pembangunan, ekonomi, dan politik”?. Hal ini dipertanyakan oleh publik sultra !?. Apalagi jumlahnya sarjana agama tersebut mencapai 30,77 % dari total tenaga ahli yang diterima. Kalau tenaga ahli dengan bidang disiplin Sarjana Agama ini menguasai dakwa atau pembacaan do’a, yaa…, memang itu bidang keilmuannya. Namun demikian di DPRD Provinsi Sultra sudah ada ahlinya yakni Drs.H. Riha Madi dan La Pili,S.sos. Tak akan mungkinlah mereka berempat Sarjana Agama itu kalahkan kedua orang anggota dewan ini. Apalagi muncul nama baru seperti Ade Suarni,ST yang jelas jelas-jelas dia tidak tertuang dalam pengumuman kelulusan No. 04/Pan/TA/VII/2010 tersebut. Kejadian ini jelas-jelas merupakan perbuatan ceroboh dan sengaja dilakukan oleh Sekretaris Dewan DPRD Sultra dan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip karakteristik good governace yakni : participation, rule of low, tranparancy, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, strategic vision dan accountability. Sehingga terkesan rekruitmen tenaga ahli DPRD Sultra hanya sebagai sarana formaliteit demikian diberitakan. Kemudian pada harian yang sama terbitan hari Satu tanggal 4 September 2010 pada halaman pertama muncul kembali dead line berjudul “Independensi Perekrutan Tenaga Ahli Diragukan”. Dalam berita disebutkan bahwa pengumuman nama-nama tenaga ahli DPRD Sultra tidak sesuai dengan jumlah SK yang telah diterbitkan. Ada satu nama bertambah, yakni Ade Sunarni,ST yang tak lain adalah merupakan anak salah seorang anggota DPRD Sultra, sehingga LSM Jaringan Nusantara sangat mencurigai rekruitmen tersebut dan untuk menghindari hujatan publik di daerah ini maka sebaiknya SK penetapan pengangkatan tenaga ahli DPRD Sultra dibatalkan, demikian ungkap Rahmat Apiti, S.Ip sebagai ketua LSM yang telah dimuat dalam Koran harian tersebut. Oleh karena itu meskipun Lembaga DPRD bukan lembaga politik, namun nyata bahwa pengangkatan Ade Sunarni,ST merupakan pengangkatan hasil keputusan politik bukan hasil keputusan administrasi.
Dwight Waldo dalam bukunya The Administrative State. A Study of the Political of American Public Administration, yang diterbitkan tahun 1948 menyatakan bahwa prinsip-prinsip administrasi tidak bisa di ubah; administrasi dan politik harus dapat dipisahkan. Hal ini ditegaskan kembali Oleh Fredderick C.Mosher dalam Jhon Marrriman Gaus dalam buku “Trends in the Theory of Public Administration (1950) mengemukakan bahwa antara politik dan administrasi harus benar-benar dapat dipisahkan secara mutlak. Oleh karena itu seyogyanya sekretaris dewan sebelum menerbitkan surat keputusan penangkatan Ade Sunarni,ST tersebut harus benar-benar dipertimbangkan secara matang berdasarkan prinsip-prinsip sistem administrasi negara yang berlaku sehingga apapun alasannya harus memenuhi persyaratan administrasi bukan politik.
Amat patut disayangkan oleh publik di daerah ini bahwa ternyata rekruitmen calon tenaga ahli yang baru-baru ini diselenggarakan oleh sekretariat DPRD Sulawesi Tenggara yang menurut pengakuan sekretaris dewan sebagai satu-satunya di Indonesia DPRD Sultra melakukan rekruitmen tenaga ahli, ternyata sangat keliru. Rekruitmen calon tenaga ahli DPRD jauh-jauh hari telah dilaksanakan oleh sekretariat DPRD Kalimantan Timur yakni dilaksanakan pada bulan Desember 2009 lalu. Perbedaan yang amat mencolok dalam rekruitmen tersebut dibanding dengan rekruitmen calon tenaga ahli DPRD sultra adalah calon tenaga ahli DPRD Kaltim mengikuti Ujian Psikotes. Calon tenaga ahli DPRD Kaltim ini mengikuti ujian Psikotes selama 6 jam dengan menggunakan 4 (empat) instrumen uji, yakni yaitu tes kemampuan inteligensi, tes kemampuan verbal dan non verbal, tes kepribadian, dan tes motivasi. Demikian tutur Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kaltim Drs. H. Fachrudin Djaprie MSi yang dikutif pada www.sapos.co.id.
Ditambahkannya soal kredibilitas hasil tes bisa lebih terjamin karena ditangani oleh Lembaga Diva Assesmen Center (DAC) sebagai penyelanggara ujian psikotes. Terpisah Direktur DAC Nuraidah mengatakan sesuai dengan tupoksi, DAC selaku penyelanggara uji psikotes hanya ditugaskan untuk menyelenggarakan psikotes dan menilai hasil psikotes. "Jadi, kalau hasil akhir dari tahapan-tahapan ini kami tidak tahu, kami tupoksinya hanya sampai pada merekomendasikan nilai psikotes ini saja," kata Nuraidah.
Peserta yang lulus psikotes diharapkan dapat langsung mengikuti tes wawancara berlangsung 30 Desember 2009. Hasil tes diumumkan 31 Desember 2009. Pada penguguman ini akan diumukan 14 tenaga ahli yang berhasil masuk menjadi tenaga ahli DPRD Kaltim. jelas Fachrudin. Oleh karena itu patut diduga penerimaan calon Tenaga Ahli DPRD Sulawesi Tenggara penuh dengan muatan kepentingan dari kalangan partai sehingga pelaksanaan tes merupakan syarat formalitas belaka.
Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Kelayakan atau fit and profer test, semestinya juga dilakukan bagi para calon tenaga ahli DPRD Sultra melalui dua tahapan yakni ujian tertulis dan psikotest. Bagi mereka calon tenaga ahli DPRD Sultra yang lulus ujian tertulis kemudian dilanjutkan dengan mengikuti ujian psikotes. Setelah lulus psikotes baru dapat mengikuti ujian fit and profer tes sebagaimana yang telah dilaksanakan, sehingga yang lulus benar-benar proporsional dimana dapat diketahui secara pasti dan akurat mana bidang disiplin ilmu dan pengalaman kerja yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan alat-alat kelengkapan dewan.
Mengingat pelaksanaan uji calon tenaga ahli DPRD Sulawesi Tenggara bermasalah serta tidak melalui tahapan uji psikotes, maka sebaiknya pelaksanaan uji calon tenaga ahli DPRD Sulawesi Tenggara dilaksanakan ulang mengingat pegujian psikotes bagi calon tenaga ahli amat sangat mutlak karena ditahapan ini akan dapat dinilai  seseorang terhadap  kemampuan Inteligensi, kemampuan verbal dan non verbal dan kemampuan kepribadian, serta kemampuan motivasi bagi calon tenaga ahli yang akan diterima menjadi tenaga ahli DPRD Sulawesi Tenggara betul-betul mereka itu memiliki kemampuan integralitas dan kualifikasi keahlian serta akuntabilitas kinerja yang bisa dipertanggung jawabkan kepada publik di daerah ini. ****

*). Pemerhati Masalah Sosial, Politik dan Pembangunan

Minggu, 05 September 2010

“SARJANA AGAMA”, MENJADI TENAGA AHLI DPRD PROVINSI SULTRA

Oleh : De Lavega *)


Selama Agustus 2010 sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara sibuk melaksanakan rekruitmen Tenaga Ahli untuk melengkapi alat-alat kelengkapan dewan. Hal ini sesuai dengan PP No.16 Tahun 2010 pasal 34 Ayat (1); yakni setiap fraksi sebagaimana maksud Pasal 31 peraturan ini dibantu oleh 1 (satu) orang Tenaga Ahli. Spesifikasi Tenaga Ahli tersebut paling sedikit memiliki pengalaman kerja 5 tahun untuk sarjana, 3 tahun untuk Magister serta 1 tahun untuk Doktoral. Tenaga Ahli dimaksud dipersyaratkan harus paling sedikit memiliki pengalaman bidang pemerintahan dan munguasai tugas dan fungsi DPRD. Kemudian pada Pasal 117 Ayat (1) disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD dibentuk Kelompok Pakar atau Tim Ahli. Banyaknya kelompok pakar atau tim ahli paling banyak sesuai dengan jumlah alat kelengkapan DPRD. Alat kelengkapan DPRD dalam hal ini tertuang dalam Pasal 46 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang otonomi Daerah juncto UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD juncto PP No.16 Tahun 2010.
Pada Pasal 36 PP No.16 Tahun 2010 disebutkan pada Ayat (1) alat kelengkapan DPRD terdiri dari : a. Pimpinan, b.Badan Musyawarah, c.Komisi, d.Badan Legislasi Daerah, e.Badan Anggaran, d. Badan Kehormatan. dan g. Alat kelengkapan lain yang dibentuk oleh rapat paripurna. Alat kelengkapan lain selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 63 peraturan ini, yakni dengan membentuk Panitia Khusus.
Pengumunan lulus seleksi dan diterima menjadi tenaga ahli DPRD Sultra diumumkan melalui Kendari Pos tanggal 27 Agustus 2010 di halaman 7 Nomor : 04/Pan/TA/VII/2010 yang dikeluarkan oleh Panitia Seleksi Calon Tenaga Ahli DPRD Sultra dengan nama-nama dinyatakan lulus sebanyak 13 orang.
Setelah pengumunan kelulusan tersebut, muncul persoalan baru yang dimuat dead line Kendari Pos 3 September 2010 berjudul : Tenaga Ahli DPRD didominasi “S.Ag”. Yang menjadi pembahasan adalah adanya 4 orang tenaga ahli yang diterima oleh DPRD Sultra dari latar belakang disiplin ilmu Sarjana Agama (S.Ag). Sehingga muncul pertanyaan : “apakah Sarjana Agama ini bisa menguasai bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, bidang pembangunan, bidang ekonomi, bidang hukum dan politik”? Hal ini publik Sultra masih menyangsikan kemampuan mereka!?. Apalagi jumlahnya mencapai 30,77 % dari total tenaga ahli yang diterima. Kalau tenaga ahli dengan bidang disiplin Sarjana Agama ini menguasai bidang dakwa atau pembacaan do’a, yaa…, memang demikian itu bidang keilmuannya. Namunkan di DPRD Sultra saat ini sudah ada ahlinya, yakni Drs.H. Riha Madi dan La Pili,S.sos. Tak akan mungkinlah mereka berempat Sarjana Agama itu bisa kalahkan mereka ini.
Apalagi dalam pemberitaan tersebut muncul nama baru seperti Ade Suarni,ST yang jelas-jelas dia tidak tertuang dalam pengumuman kelulusan No.: 04/Pan/TA/VII/2010 tersebut. Kejadian ini jelas-jelas merupakan perbuatan ceroboh dan sengaja dilakukan oleh Sekretaris Dewan DPRD Sultra dan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip karakteristik good governace yakni antara lain : rule of low, tranparancy, dan accountability sehingga terkesan rekruitmen tenaga ahli DPRD Sultra hanya sebagai sarana formaliteit demikian diberitakan. Kemudian pada harian yang sama terbitan hari 4 September 2010 muncul kembali dead line berjudul “Independensi Perekrutan Tenaga Ahli Diragukan”. Dalam berita disebutkan bahwa pengumuman nama-nama tenaga ahli DPRD Sultra tidak sesuai dengan jumlah SK yang diterbitkan. Ada satu nama bertambah, yakni Ade Sunarni,ST yang tak lain adalah merupakan anak salah seorang anggota DPRD Sultra, sehingga LSM Jaringan Nusantara sangat mencurigai rekruitmen tersebut dan untuk menghindari hujatan publik di daerah ini maka sebaiknya SK penetapan pengangkatan tenaga ahli DPRD Sultra dibatalkan, demikian ungkap Rahmat Apiti, S.Ip sebagai ketua LSM yang telah dimuat dalam Koran harian tersebut. Oleh karena itu meskipun Lembaga DPRD bukan lembaga politik, namun nyata bahwa pengangkatan Ade Sunarni,ST merupakan pengangkatan hasil keputusan politik bukan hasil keputusan administrasi.
Dwight Waldo dalam bukunya The Administrative State. A Study of the Political of American Public Administration, yang diterbitkan tahun 1948 menyatakan bahwa prinsip-prinsip administrasi tidak bisa di ubah; administrasi dan politik harus dapat dipisahkan. Hal ini ditegaskan kembali Oleh Fredderick C.Mosher dalam Jhon Marrriman Gaus dalam buku “Trends in the Theory of Public Administration (1950) mengemukakan bahwa antara politik dan administrasi harus benar-benar dapat dipisahkan secara mutlak. Oleh karena itu seyogyanya sekretaris dewan sebelum menerbitkan surat keputusan penangkatan Ade Sunarni,ST tersebut harus benar-benar dipertimbangkan secara matang berdasarkan prinsip-prinsip sistem administrasi negara yang berlaku sehingga apapun alasannya harus memenuhi persyaratan administrasi bukan politik.
Amat patut disayangkan oleh publik di daerah ini bahwa ternyata rekruitmen calon tenaga ahli yang baru-baru ini diselenggarakan oleh sekretariat DPRD Sultra yang menurut pengakuan sekretaris dewan sebagai satu-satunya di Indonesia DPRD Sultra melakukan rekruitmen tenaga ahli, ternyata sangat keliru. Rekruitmen calon tenaga ahli DPRD jauh-jauh hari telah dilaksanakan oleh sekretariat DPRD Kalimantan Timur yakni dilaksanakan pada bulan Desember 2009 lalu. Perbedaan yang amat mencolok dalam rekruitmen tersebut dibanding dengan rekruitmen calon tenaga ahli DPRD sultra adalah calon tenaga ahli DPRD Kaltim mengikuti Ujian Psikotes. Calon tenaga ahli DPRD Kaltim ini mengikuti ujian Psikotes selama 6 jam dengan menggunakan 4 (empat) instrument uji, yakni yaitu tes kemampuan inteligensi, tes kemampuan verbal dan non verbal, tes kepribadian, dan tes motivasi. Demikian tutur Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kaltim Drs. H. Fachrudin Djaprie MSi yang dikutif pada www.sapos.co.id.
Ditambahkannya soal kredibilitas hasil tes bisa lebih terjamin karena ditangani oleh Lembaga Diva Assesmen Center (DAC) sebagai penyelanggara ujian psikotes. Terpisah Direktur DAC Nuraidah mengatakan sesuai dengan tupoksi, DAC selaku penyelanggara uji psikotes hanya ditugaskan untuk menyelenggarakan psikotes dan menilai hasil psikotes kemudian memberikan rekomendasi nilai psikotes.
peserta yang lulus psikotes diharapkan dapat langsung mengikuti tes wawancara berlangsung 30 Desember 2009. Hasil tes diumumkan 31 Desember 2009. Pada penguguman ini akan diumukan 14 tenaga ahli yang berhasil masuk menjadi tenaga ahli DPRD Kaltim. jelas Fachrudin.
Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Kelayakan atau fit and profer test, semestinya juga dilakukan bagi para calon tenaga ahli DPRD Sultra melalui dua tahapan yakni ujian tertulis dan psikotest. Bagi mereka calon tenaga ahli DPRD Sultra yang lulus ujian tertulis kemudian dilanjutkan dengan mengikuti ujian psikotes. Setelah lulus psikotes baru dapat mengikuti ujian fit and profer tes sebagaimana yang telah dilaksanakan, sehingga yang lulus benar-benar proporsional dimana dapat diketahui secara pasti dan akurat mana bidang disiplin ilmu dan pengalaman kerja yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan alat-alat kelengkapan dewan.
Mengingat pelaksanaan uji calon tenaga ahli DPRD Sultra bermasalah serta tidak melalui tahapan uji psikotes, maka sebaiknya pelaksanaan uji calon tenaga ahli DPRD Sultra dilaksanakan ulang mengingat pegujian psikotes bagi calon tenaga ahli amat sangat mutlak karena ditahapan ini akan dapat dinilai inteligensi, kemampuan verbal dan non verbal dan kepribadian, serta motivasi bagi calon tenaga ahli yang akan diterima menjadi tenaga ahli DPRD Sultra sehingga betul-betul mereka yang akan diterima itu memiliki standar kualifikasi keahlian yang bisa dipertanggung jawabkan, baik kepada anggota DPRD Sultra maupun kepada publik di daerah ini. ****

*). Pemerhati Masalah Sosial, Politik dan Pembangunan

Rabu, 25 Agustus 2010

MENYOAL KONSISTENSI "LA PILI,S.Sos" SEBAGAI KETUA DPRD SULAWESI TENGGARA

Oleh : Ali Habiu


Pada hari Selasa tanggal 23 Agustus 2010 tepatnya mulai jam 10.15 WIT terjadi gelombang demontrasi memasuki pelataran gedung sekretaiat DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka para demontran yang datang di awali dengan kelompok yang mengatasnamakan Lembaga Gerakan Untuk Rakyat dan Demokrasi (GARUDA) Sulawesi Tenggara. Dalam orasi-orasi mereka terdengar tuntutan mereka secara bulat untuk menolak adanya rencana pembangunan mesjid Al'Alam di lokasi dalam teluk Kendari dengan alasan bahwa di daerah sulawesi tenggara masih banyak surau-surau, langgar-langgar, mushallah dan mesjid yang ketika memasuki waktu shalat masih mengalami banyak kekosongan bahkan ada yang sama sekali ada yang kosong melopong tidak di isi oleh satu jamaahpun. 

 Sementara itu golongan muslimin dan muslimat yang mendiami daerah sulawesi tenggara memiliki potensi hampir 96 % dari total penduduk yang ada saat ini sekitar 2.2 juta jiwa. Kemuidian alasan kedua bahwa hampir semua penduduk yang bermukim di daerah pesisir pulau-pulau yang tersebar di daerah sulawesi tenggara, mulai pulau Buton, kepulauan Wakatobi, pulau Muna, pulau Wawonii, pulau Kobaena, pulau Batu Atas, pulau Kadatua, pulau Siompu rakyatnya banyak yang miskin dan menderita kelaparan. Demikian kurang lebih bunyi kumadan orasi yang terdengan dari lantai 2 gedung lama DPRD yang saat itu juga bersamaan tengah berlangsung Uji Kelayakan dan Kepatutan bagi para calon Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ketika para demonstran pertama dari kelompok yang mengatasnamakan Lembaga GARUDA memberikan orasinya sampai sekitar 2 jam lamanya, ketua DPRD La Pili, S.Sos ternyata belum ada ditempat, dilain pihak para demonstran inginkan agar tuntutan mereka bisa dibacakan didepan La Pili,S.Sos dengan pertimbangan bahwa La Pili,S.Sos ikut bertanggungjawab atas rencana pembangunan mesjid Al'Alam ini karena ketika terjadi peletakan batu pertama minggu lalu, ketua dewan ini ikut menekan tombol penresmian pembukaan pembangunan mesjid tersebut. 

Kebringasan para demontrans begitu nampak karena ketua dewan yang mereka tunggu-tunggu tak bisa menemuinya, maka orator demontrans memberikan komando untuk serbu mencari La Pili,S.Sos diruang kerjanya. Karena tak ada diruang kerja ketua dewan ini maka para demontrans melakukan inspeksi dari ruang ke ruang di lantai II gedung lama DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.

 Pada kondisi demikian tegang ini, polisipun tak bisa berbuat apa-apa bahkan cenderung membiarkan arogansi para pendemo ini untuk bertindak membabi buta sambil meneriakkan kata-kata caci makian kepada ketua DPRD Provinsi sulawesi tenggara tersebut.
Selang beberapa waktu sekitar jam 12.45 WIT para demontrans dari Lembaga GARUDA ini membuka pintu ruang sidang DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara dimana didalam ruang sidang ini tengah berlangsung pelaksanaan Uji Kelayakan dan Kepatutan para calon Anggota Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, maka keteganganpun berlangsung alot didepan pintu ruangan sidang tersebut yang dihalau oleh beberapa pegawai unsur sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. 

 Pada kondisi demikian ini yang menjadi sasaran bulan-bulanan makian adalah salah satu wakil ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara yakni Muhammad Endang yang saat itu sedang memimpin sebagai ketua Tim Penguji Fit And Propert Tes calon Anggota Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. yang sedang berlangsung di ruang rapat DPRD lama.  Untungnya pada saat itu politisi muda ini tak bergeming dan tak peduli caci makian yang dilontarkan oleh para demonstran asal Lembaga GARUDA ini sehingga pelaksanaan Uji Kelayakan dan Kepatutan yang dipimpinnya tetap berjalan lancar.



 Tidaklama berselang setelah para demonstrans tidak bisa memasuki ruang sidang DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, sekitar jam 13.00 WIT, merekapun turun kembali menuju depan gedung utama tempat berkantornya ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Ditengah perjalanan mereka turun dari lantai 2 menuju ke bawah, muncullah kelompok lain yang mengatasnamakan HMI cabang kendari, maka konflikpun hampir tak bisa dihindari antara kedua  belah massa demontrans ini. Untungnya dari masing-masing korlap segera berkoordinasi dan kemudian mereka ketahui bahwa berhubung missi utamanya sama yakni "Demo Menolak Pembangunan Mesjid Raya Al'Alam di Teluk Kendari" maka .....................(bersambung)

Selasa, 24 Agustus 2010

PELAKSANAAN UJI KELAYAKAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON TENAGA AHLI DPRD PROVINSI SULAWESI TENGGARA ...,"BERJALAN ALOT DAN TEGANG"

Oleh : Ali Habiu


 Pelaksanaan Uji Kelayakan dan Kepatutan bagi semua calon Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada hari Selasa tanggal 24 Agustus 2010 yang mulai dilaksanakan jam 09.30 sampai 15.30 WIT cukup berjalan alot dan tegang. Pelaksanaan uji ini dibagi menjadi 3 (tiga kelompok) yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 (lima) orang Tim Uji yang berasar dari berbagai unsur kelengkapan dewan mulai dari unsur ketua dewan, unsur ketua fraksi, unsur anggota fraksi yang ada di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Tidak main-main dalam pengujian ini, yang mana para calon anggota Tenaga Ahli tersebut di cercah dari berbagai pertanyaan yang diangkat dari isi materi Makalah atau Karya Tulis yang telah mereka buat pada hari Senin tanggal 23 Agustus 2010 dan merekapun ketika keluar ruangan uji dengan muka pasih an bersih tegang, maklum mereka semua harap-harap cemas inginkan untuk bisa diterima menjadi Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.

 Jangan anggap enteng berbagai pertanyaan yang diajukan oleh para Tim Uji tersebut, kerena rupanya kemampuan intelektual dan penguasaan berbagai aturan yang dimiliki oleh para unsur penguji dari anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara tersebut cukup luas dan dalam sehingga para calon anggota Tenaga Ahli yang telah diuji semua keringat dingin sekalipun mereka berlatar belakang doktoral (S-3) ataupun mantan pejabat.

Wah..., ini tentu suatu terobosan baru lagi yang dilakukan oleh para anggota DPRD Provinsi Sultra dalam menakar kinerja profesional para anggotanya dengan memiliki berbagai sudut pandang dan keahlian yang berbeda-beda kemudian mereka aplikasikan dalam berbagai pertanyaan kompetensi kepada publik khususnya kepada para calon tenaga ahli tersebut.
Sekalipun para calon Tenaga Ahli tidak bisa mengetahui persis apakah mereka lulus Uji Kelayakan dan Kepatutan atau tidak ?!, Namun pada umumnya mereka  semua sangat berharap dapat lulus dan diterima menjadi Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Keraguan ini utamanya datang dari kalangan para pensiunan mantan-mantan pejabat di daerah ini. Adapun untuk kelompok I dapat diamati ada beberapa mantan pejabat eksekutif yang ikut juga dalam uji ini antara lain adalah Drs.H.Badrun Raona (mantan Sekda Provinsi Sultra), Dra.Hj.Dewiyati Tamburaka,M.Si (mantan Anggota DPRD Kota Kendari), Ir. Lodedwijk Sonaru (mantan Anggota DPRD Kota Kendari), Drs.Priyama Mbyo,SH (mantan Kejari Sultra/mantan anggota DPD), Drs. Ali Murni,M.Si (mantan Kabag Keuangan DPRD Sultra) dan sebagainya. Sedangkan yang masih aktif sebagai PNS antara lain DR.Muh.Yani Balaka,M.Sc (dosen Sospol Unhalu), Mansur Malaka,MA (dosen STIA kendari) dan sebagainya.

 Mudah-mudahan hasil penjaringan melalui 2 (dua) tahapan pengujian bagi para calon Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara yang akan diumumkan pada tanggal 28 Agustus 2010 ini yang diperkirakan akan merekrut tenaga ahli sejumlah 13 orang betul-betul hasilnya tidak mengecewakan yakni mendapatkan calon-calon tenaga ahli yang betul-betul kualified, akuntabel, proporsional dan profesional sesuai bidang keahlian yang dibutuhkan guna mendampingi semua alat-alat kelengkapan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara guna menunjang kinerja dan daya kritis  para anggota dewan kita yang terhormat dalam mencermati semua konstelasi sosial politik, pemerintahan dan pembangunan yang ada terjadi di daerah ini. semoga ****

Senin, 23 Agustus 2010

SALUT..?! BUAT SEKRETARIAT DPRD PROVINSI SULAWESI TENGGARA YANG KINI SUDAH MENJARING TENAGA AHLI DPRD

Oleh : Ali Habiu *).

 *). Penulis adalah salah satu calon Tenaga Ahli  DPRD Provinsi Sultra yang coba ikut kompetensi nampak dalam gambar.


Satu lagi terobosan sekretariat DPRd Provinsi Sulawesi Tenggara yakni dengan berani dan reaksi cepat menggelar penerimaan Tenaga Ahli DPRD sebagai mana diamanahkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. Pada Pasal 34 Ayat (1) PP No.16/2010 disebutkan bahwa setiap fraksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 PP No.16/2010 dibantu oleh 1 (satu) orang Tenaga Ahli. Tenaga Ahli tersebut paling sedikit memiliki pengalaman kerja 5 (lima) tahun untuk Sarjana (S-1), dan paling singkat memiliki pengalaman kerja 3 (tiga) tahun untuk Magister (S-2) dan paling sedikit memiliki pengalaman kerja 1 (satu) tahun untuk Doktoral (S-3).

 Pada Harian Kendari Pos hari Sabtu tanggal 21 Agustus 2010, pada halaman 3 bagian bawah Panitia Seleksi Calon Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Pengumuman Nomor : 02/Pan/TA/VIII/2010 telah mengeluarkan nama-nama calon tenaga ahli DPRD provinsi sulawesi tenggara yang dinyatakan lulus verifikasi berkas dana berhak nengikuti seleksi Uji kepatutan dan Kelayakan yang akan berlangsung pada hari senen tanggal 23 Agustus 2010. Jumlah calon tenaga ahli yang lulus berkas sebanyak 80 orang dari jumlah pendaftar sekitar 149 orang, yang terdiri dari calon tenaga ahli tingkat Doktoral (S-3) sebanyak 4 (empat) orang, Magister (S-2) sebanyak 24 orang dan sisanya Sarjana (S-1) sebanyak 52 orang.

 Pada hari senin tanggal 23 Agustus 2010 bertempat di aula Rapat Gedung Lama DPRD Provinsi Sultra dilakukan uji Pembuatan Karya Tulis dengan thema fungsi DPRD, yakni Legislasi, Anggaran dan Pengawasan dengan setiap peserta diwajibkan mengambil judul masing-masing sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki dari salah satu fungsi DPRD tersebut. Dalam pelaksanaan Uji pembuatan makalah tersebut disyaratkan minimal 5 (lima) lembar makalah dibuat dengan mencantumkan Nama dan nomor urut pendaftaran setelah judul makalah dan pelaksanaan uji tersebut diikuti hanya oleh 74 orang peserta calon tenaga ahli  dari sejumlah 80  orang yang lulus verifikasi berkas,  sehingga terdapat 6 orang yang tidak ikut atau dinyatakan gugur, dimana salah satunya adalah Drs.Abu Hasan,M.Pd mantan calon Bupati Buton Utara.

 Inilah Para Panitia Seleksi Calon Tenaga Ahli
DPRD Provinsi Sultra, Tampak Kaca Mata Sekretaris Dewan

Pelaksanaan Uji selanjutnya adalah uji kepatutan dan kelayakan yang akan dilaksanakan pada hari selasa sampai hari rabu tanggal 24 s/d 24 Agustus 2010 bertempat di ruang pimpinan dewan. Dalam pelaksanaan Uji tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang didasarkan atas nomor urut pendaftaran, yakni Kelompok I mulai Nomor Urut : 001 s/d 041, Kelompok II mulai Nomor Urut : 043 s/d 084 dan Kelompok III  mulai dari Nomor Urut : 085 s/d 149.
Diharapkan agar pelaksanaan Tes bagi para calon Tenaga Ahli DPRD ini dapat berjalan lancar ,akuntabel dan transfaran sehingga betul-betul  menghasilkan pilihan tenaga ahli yang kualified untuk mendampingi operasionalisasi DPRD provinsi sulawesi tenggara.
Perlu diangkat jempol bagi para panitia dari unsur sekretariat DPRD provinsi Sultra karena upaya penerimaan calon Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara ini merupakan momentum pertama dalam penjabaran PP No.16/2010 untuk seluruh DPRD di Indonesia, karena untuk DPRD Jawa Timur saja baru rencana akan diadakan minggu depan akhir bulan Agustus 2010..., hebat !!

 Dengan demikian kinerja DPRD provinsi Sultra akan sudah semakin berimbang dengan kinerja para SKPD dalam lingkup pemerintah daerah provinsi sulawesi tenggara sehingga akan berdampak positif dan signifikan atas bantuan para tenaga ahli ini dalam pengambilan keputusan politik bagi DPRD Provinsi Sultra ****
      
                                        

*) Penulis adalah Ketua Lembaga KabaLI Provinsi Sultra.

Jumat, 20 Agustus 2010

BIASALAH..., ORANG INDONESIA DOYANG LAKUKAN “PRILAKU POLITIK TAK SANTUN” DEMI UNTUK POPULARITAS SEMATA.

Oleh : Ali Habiu



Siapa yang tak kenal Ruhut Sitompul alias “si Poltak” seorang Lawyer, Politisi dan Artis Sinetron, yang sering membuat ulah dengan prilaku tak santun ketika mulai Nampak pada dengan pendapat dengan mantan wapres Yusuf Kalla ketika panitia angket kasus sentury bank digelar belum lama ini di senayan Jakarta. Dia sanagat enteng tanpa merasa salah dengan seenaknya menunjuk-nunjuk Yusuf Kalla yang nota bene disamping mantan pejabat RI-02 juga terbilang jauh lebih tua usianya disbanding si Poltak” ini, padahal dalam sistem adab kemasyarakatan di Indonesia khususnya sistem adab di kawasan timur Indonesia, prilaku menunjuk-nunjuk kepada seseorang adalah merupakan perbuatan merendahkan martabat dan harga diri seseorang yang kalau mau didekati dengan sistem adat sulawesi selatan harus dibayar dengan harga “mati” atau “berdarah-darah”
Memang sistem prikehidupan masyarakat kita dewasa ini pada umumnya sudah tidak lagi mengindahkan sistem adat dan budaya kemasyarakatan dari hasil peninggalan leluhur bangsa Indonesia yang sangat santun dan sopan itu dimana pada masa lalu merupakan suatu kekuatan bangsa yang sangat dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Prilaku ini sejalan dengan makin moderennya kehidupan manusia oleh pengaruh tuntutan zaman yang serba materialistis sehingga membuat manusia “homo economicus” sehingga membuat manusia dikuasai melulu oleh akal-pikiran tanpa lagi mengindahkan akal budi dan akal batinnya.
Manusia harkat dan martabatnya beda dengan binatang, karena binatang hidup hanya semata dikendalikan hanya oleh instink saja sedangkan manusia hidup dikendalikan disamping oleh akal pikiran juga dikendalikan oleh instinknya. Manusia dalam menjalankan aktivitasnya digerakkan oleh tiga tingkat akal dalam membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketiga akal itu yakni : Akal Atoi yakni otak besar tempat proses ilmu pengetahuan, Akal Ajiji yaitu Otak Kecil tempat merasakan dan/atau membedakan sesuatu yang  benar dan  salah dan Akal Hisabi atau Otak Batin yaitu akal tempatnya hidayah, tempat penerimaan nur-nur dari ilahi rabbi untuk peringatan kehidupan manusia.

Perbedaan manusia dengan binatang adalah manusia dalam sikap dan prilaku kehidupannya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sedangkan binatang tidak memiliki sikap dan prilaku sehingga cendrung berprilaku buruk. Olehnya itu binatang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Asal mula prilaku baik dan buruk manusia yang lagi trend dibicarakan oleh publik dalam beberapa hari belakangan ini adalah masalah keriuhan yang diletupkan oleh Ruhut Sitompul

Politisi Partai Demokrat ini mengusulkan agar undang-undang dasar soal masa jabatan presiden diamandemen. Dari dua periode menjadi tiga periode. Publik protes !?. Banyak yang menyebut Ruhut sedang tidur siang, lalu bangun mengoceh tak tentu.
Banyak juga yang menilai bahwa Ruhut seperti menggigau. Benar atau tidak, barangkali cuma Ruhut yang tahu. Sebab momentum usulan Ruhut, yang bertepatan dengan peringatan Hari Konstitusi, dinilai sejumlah orang bahwa Ruhut cuma solis dari koor besar yang ada di belakangnya.
Nasir Djamal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempertanyaan keberanian Ruhut Sitompul mengusulkan soal sepenting itu. Kalau usulan cuma sekedar dari Ruhut, lanjutnya, buat apa presiden SBY secara serius menanggapi. "Jangan-jangan isu itu memang betul," katanya.
Ruhut sendiri membantah bahwa statement itu dirancang partai Demokrat guna meraba presepsi publik. Walau membantah keras, Ruhut menuturkan bahwa ibarat main voli, saya main bola SBY smash.
Dan bola itu dismash oleh Presiden SBY, tak lama sesudah Ruhut menabur kontroversi. Di Gedung DPR Presiden SBY memastikan menolak usulan 3 periode. Kekuatan yang besar, katanya, cenderung tergoda untuk selingkuh dan itu tidak baik bagi negeri ini. SBY tak lupa mengingatkan bahwa saat undang-undang pembatasan jabatan presiden itu disusun, dirinya menjabat sebagai ketua fraksi ABRI di DPR.
Walau sangat subyektif, Ruhut yang dalam sejumlah forum selalu memuji Presiden SBY itu, menegaskan bahwa usulan yang memicu kontroversi itu ada alasannya. "Karena saat ini belum ada tokoh bangsa yang bisa menyaingi presiden kita yang sekarang, Bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," kata Ruhut Sitompul yang juga juru bicara Partai Demokrat dalam perbincangan dengan VIVAnews.
Ruhut menilai, setelah Presiden Soeharto lengser, Indonesia memiliki tiga presiden dalam waktu singkat, lima tahun. Presiden BJ Habibie hanya satu tahun, Abdurrahman Wahid tidak sampai dua tahun, dan Megawati tiga tahun. Kini, SBY bisa dua periode berjalan mulus.
"Jadi kenapa aku mengusulkan itu? Karena ini adalah pengalaman sejarah. SBY ini, presiden yang dikirim dan dirahmati Allah. Kita jangan lagi beli kucing dalam karung," kata dia.
Padahal semua orang tahu dan bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa yang beli kucing dalam karung adalah rakyat kita sendiri karena kemiskinannya mereka sudah tidak lagi bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk alias “distorsi idealism” sebagai dampak sistemik dari mesin kerja partai tertentu untuk memenangkan calon tertentu.

                                                *****
Ruhut adalah kontroversi. Kerap kali statementnya mengundang kontroversi. Tahun 2009 lalu, Ruhut juga sempat tersandung masalah lantaran gaya bicaranya yang "seperti tidak pernah berpikir." Ruhut yang saat itu bergabung sebagai Koordinator Tim Sukses Susilo Bambang Yudhoyono - Budiono melontarkan pernyataan yang menyinggung etnis tertentu.
Dalam sebuah debat tim sukses yang juga dihadiri Fuad Bawazier dari Tim Sukses Jusuf Kalla - Wiranto dan Permadi mewakili Tim Sukses Megawati - Prabowo, Ruhut melontarkan pernyataan bahwa "Arab tidak pernah membantu Indonesia". Pernyataannya ini menimbulkan kecaman dan reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, khususnya kalangan keturunan Arab dan juga dari kalangan Islam.

Forum Keturunan Arab Indonesia langsung meminta polisi menangkap Ruhut. Front Pembela Islam (FPI) juga mengancam akan menangkap Ruhut jika polisi tidan menyanggupi permintaan warga keturunan Arab.
Atas kejadian ini, Ruhut mendapatkan teguran dari Partai Demokrat. Kemudian secara pribadi dan atas nama Partai Demokrat, Ruhut meminta maaf atas pernyataannya tersebut.
Januari 2009, Ruhut juga bikin publik gerah bukan kepalang. Dalam sidang Pansus kasus Century di DPR dia berdebat dengan Gayus Lumbuun dari PDI Perjuangan. Dan dalam forum terhormat itu, Ruhut mengumbar kata-kata bangsat kepada Gayus.
Banyak yang mendesak agar Partai Demokrat mencoret Ruhut dari Pansus. Tapi apa kata Ruhut atas desakan itu? " Saya ini di Pansus, ditugaskan oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Hadi Utomo (Ketua Umum Demokrat saat itu)"katanya.
Dalam sidang Pansus yang sama, Ruhut juga bikin gerah lantaran berkali-kali menyapa Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan panggilan daeng, sapaan untuk sesama teman di suku Bugis. Sapaan Ruhut yang terkesan mengejek itu, membuat sejumlah anggota dewan emosi. Ruhut pun diperingatkan.
"Saya tak akan mengubah cara saya. Tidak ada yang bisa menghambat saya. Saya hidup mengalir seperti air. Jadi saya akan tetap bicara apa adanya," tandas Ruhut. (sumber : Viva News, 19-08-2010)
Sudah saatnya Partai Demokrat memberikan sanksi tegas kepada siapapun para angggotanya yang tidak lagi memberikan suri tauladan kesantuan dalam berprilaku politik, sebab masyarakat kita di indonesia kebanyakan masih berkehidupan santun dan beradab sebagai salah satu ciri khas kebanggaan bangsa indonesia yang dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia. ****

Minggu, 15 Agustus 2010

"65 TAHUN INDONESIA TANPA KEADILAN DAN KEMAKMURAN"

Sebuah Untaian Puisi dalam menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia ke-65 untuk menjadi renungan kita semua.

Oleh : Ali Habiu

Indonesia...., ternyata kamu sudah uzur, usiamu kini telah mencapai 65 tahun, suatu usia terbilang tua renta...

Indonesia...., seandainya manusia yang huni di bumimu, maka kini dia telah menghasilkan kebanggaan pada anak-anak negeri keturunannya, mereka telah hidup mandiri, tak ada lagi kelaparan karena mereka telah berkecukupan sosial ekonominnya..., namun kamu tak seperti itu ?

Indonesia..., diusiamu yang telah senja ini..., bukan inpian indah yang di nikmati oleh rakyatmu, namun yang mereka rasakan adalah penderitaan yang tak kunjung henti, kelaparan rakyat terjadi dimana-mana tanpa ada kepedualian darimu !

Indonesia..., cemeti keagungan cita-citamu semakin tak jelas..., katanya kamu janjikan rakyatmu : "masyarakat adil dan makmur" !, namun itu ternyata hanya sebatas slogan fatamorgana tanpa realitas...

Indonesia..., diusiamu yang semakin tua ini mestinya kau dapat tunjukan sifat dan prilakumu yang berbudaya, namun ternyata yang tanpak hanya sikapmu yang membabi buta akibat budaya kapitalistis dan budaya liberalistis ?

Indonesia..., kini kamu tinggal kenangan, makin tak jelas budayamu membuat makin sengsara dan menderita rakyatmu..., karena disana tak ada lagi budaya asli indonesia  yang menjunjung tinggi "keadilan dan kemakmuran"



Selamat memperingati hari kemerdekaan republik indonesia ke 65, semoga tahun ini menjadi perenungan bagi kita semua..., mau dibawa kemana bangsa ini ?!

Ali Habiu.

Jumat, 28 Mei 2010

PEMIMPIN WAKATOBI MASA DEPAN (2011-2016 DST) : "DIHARGAI KARENA KUALITASNYA"

Oleh : IR.La Ode Muhammad Ali Habiu,AMts.,M.Si *) 



 Pemimpin baru, seringkali dikaitkan dengan ‘model’ baru, ‘gaya’ baru, sehingga banyak yang mulai merasa penasaran, bagaimana nanti pimpinan baru itu akan bersikap dan bertindak. Apa yang disukai dan tidak disukainya. Pemimpin baru, mengingatkan saya pada pertanyaan seorang teman yang diajukan dalam suatu acara; “pemimpin bagaimana yang menurut anda cocok untuk zaman sekarang ini? Pertanyaan sederhana, tapi juga menyimpan kesulitan untuk menjawabnya. Jawaban bisa saja muncul beragam. Ada yang menjawab, pemimpin yang baik untuk abad sekarang adalah pemimpin yang merakyat. Ada juga yang mendambakan pemimpin yang mau melayani, bukan dilayani. Kepemimpinan gaya pejabat yang mau dilayani sudah tidak model lagi alias out of trend. Seorang teman lain menjawab bahwa sekarang yang lebih dibutuhkan adalah pemimpin yang mau mendengar, terbuka terhadap masukan, dan tidak membuat keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri. Singkatnya pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang partisipatoris. Apa pun jawaban atas berbagai pertanyaan model kepemimpinan diatas, saya rasa dan mungkin anda juga akan sepakat bahwa siapapun orangnya, dari manapun asalnya, apapun latar belakangnya, bagaimanapun gayanya, seorang pemimpin haruslah respectable; bisa dihargai dan disegani-–kalau tidak mau menggunakan kata dihormati. Respectable disini mengandung arti respek atau penghargaan yang datang karena kualitas orang yang menjadi pemimpin itu, dan bukan respek yang diharuskan, apalagi dipaksakan. Kualitas respectable ini seringkali diperoleh seiring usia yang bertambah, melalui pengalaman hidup yang bermakna, walaupun beberapa orang tertentu memiliki semacam ‘bakat’ yang membuat mereka memiliki kualitas respectable yang memang sudah ‘bakatnya’. Tapi bakat adalah potensi yang selalu harus diasah agar tetap tajam dan semakin berkilau. Maka kualitas juga harus selalu dijaga dan dipelihara serta ditingkatkan. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah; bagaimana sebetulnya pemimpin yang respectable itu?. Meminjam kata-kata bijak yang menjadi moto dunia pendidikan di Indonesia, saya berpendapat bahwa pemimpin yang respectable adalah pemimpin yang “tut wuri handayani”. Seorang pemimpin harus bisa berada di garis depan, membuka jalan bagi yang dipimpinnya. Ini tentunya mengharuskan seorang pemimpin memiliki pengetahuan lebih. Seorang pemimpin juga harus bisa berada di tengah, membaur dengan kelompok atau masyarakat yang dipimpinnya. Membaur di sini juga berarti mendapat perlakuan yang sama dengan yang dipimpin alias tidak ada yang diistimewakan. Bersedia mendengarkan pendapat dari mereka yang dipimpin untuk kemudian sama-sama membuat keputusan yang bijak, dan memperlakukan semua orang setara. Lalu, seorang pemimpin juga harus bisa berada di belakang, untuk mendorong dan memotivasi mereka yang dipimpinnya, memberi kesempatan orang lain untuk mengaktualisasikan potensi diri dan meraih prestasi. Untuk menjadi pemimpin yang demikian tentu dibutuhkan kelebihan dalam banyak hal, antara lain pemikiran yang cemerlang dan wawasan yang luas serta keberanian untuk menjadi kreatif dan bereksperimen agar bisa berada di depan. Tapi pikiran cemerlang dan wawasan luas saja tentu tidak cukup. Maka seorang pemimpin juga harus memiliki jiwa besar, hati yang lapang serta kepribadian yang bersahaja. Kualitas terakhir ini dibutuhkan agar seorang pemimpin bisa dan mau mendengarkan pendapat orang lain, dan di saat yang sama mau mengakui kelebihan orang lain serta dengan lapang dada memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengalami hal baru, sehingga dapat berkembang dalam pengetahuan dan kreativitas. Pemimpin yang demikian, selain bisa memajukan orang/kelompok yang dipimpin, juga akan memajukan dan meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang pemimpin. Karena dengan mendengarkan pendapat orang lain dan mengenali potensi atau kelebihan yang dimiliki orang lain, di saat yang sama dia juga belajar untuk mengenali kelemahan dirinya dan belajar untuk menerima kritik. Salah satu teori psikologi sosial yang dikenal dengan nama “Johari Window” (Jendela Johari), disebutkan bahwa ada empat area utama dalam hal apa yang bisa diketahui tentang seorang manusia (kepribadian dan potensi serta kelemahannya). Pertama adalah bagian “Saya tahu, orang lain tidak tahu”. Kedua, “Saya tahu, orang lain tahu”. Ketiga, “saya tidak tahu, orang lain tahu”. Keempat dan ini yang terakhir, “Saya tidak tahu, orang lain tidak tahu”. Teori ini mau menunjukkan bahwa sebagai seorang manusia pasti pengetahuan kita–bahkan tentang diri sendiri—tidak lengkap. Ada hal-hal tentang diri kita yang hanya kita yang tahu (pengalaman pribadi, perasaan, pemikiran yang tidak diungkapkan), ada juga hal-hal yang kita tahu dan orang lain juga tahu (perasaan dan pemikiran yang sudah diungkapkan, pengalaman bersama dengan orang lain, kemampuan yang sudah dibuktikan). Tapi ada juga hal-hal yang tidak kita sadari tetapi dilihat oleh orang lain (potensi maupun kelemahan), selain tentunya bagian yang sama-sama tidak kita dan orang lain ketahui. Dua bagian pertama tentunya menjadi sesuatu yang bisa kita evaluasi sendiri: potensi yang ditingkatkan dan kelemahan yang bisa kita perbaiki. Namun bagian yang ketiga hanya bisa menjadi hal yang kita ketahui kalau ada komunikasi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan tersebut. Di sinilah kebijaksanaan dan kemauan serta kemampuan untuk mendengarkan akan membawa seorang pemimpin pada kemajuan dirinya. Karena hanya dengan mendengarkan dan terbuka terhadap kritiklah seorang pemimpin bisa mengenal bagian ketiga dari dirinya, untuk kemudian meningkatkan yang baik dan melengkapi yang kurang. Namun tentunya hanya pemimpin yang bersahaja yang mau dan mampu untuk mendengarkan orang lain serta terbuka terhadap kritik untuk selalu memperbaiki diri dan kepemimpinannya. Wacana yang berkembang di kalangan para petinggi Indonesia akhir-akhir ini dan bahkan menjadi perdebatan yang panjang dan seru adalah menyangkut usulan syarat pendidikan Sarjana Strata Satu (S1) bagi calon Bupati dan Wakil Bupati. Salah satu alasan yang mendasari munculnya usulan ini adalah anggapan bahwa seorang sarjana memiliki wawasan luas dan kemampuan untuk berpikir analitis selain juga kemampuan untuk berpikir praktis. Benar atau tidaknya anggapan ini tentunya masih bisa diperdebatkan. Namun kembali kepada kualitas pemimpin yang respectable sebagaimana yang di bahas diatas, maka muncul pertanyaan dalam benak sayadan mungkin dalam benak anda juga yaitu; sejauh mana tingkat pendidikan menjamin adanya kualitas-kualitas tersebut dalam diri seseorang? Secara pribadi, saya tidak percaya bahwa gelar kesarjanaan menjamin seorang manusia akan memiliki wawasan luas dan kemampuan berpikir yang lebih, apalagi kebijaksanaan dan kerendahan hati yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang merakyat, yang menggunakan gaya kepemimpinan partisipatoris, yang ”tut wuri handayani”. Secara pribadi saya lebih meyakini pendidikan seumur hidup, yang diperoleh dari pengalaman hidup bermasyarakat yang menumbuhkan idealisme, penghargaan terhadap orang lain, kepedulian dan empati terhadap sesama. Bagi saya pendidikan seumur hidup inilah yang membuat orang memiliki pengalaman dan kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin yang respectable, pemimpin yang dihargai dan disegani karena pengetahuan, pengalaman, hati, kepribadian, dan kepemimpinannya. Pemimpin di masa mendatang Kabupaten Wakatobi bukan hanya pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan Wakatobi mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini:
1. The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan)  
Seorang pemimpin yang efektif membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan.
2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan) 
Keterbukaan (candor) merupakan komponen penting dari kepercayaan. Saat kita jujur mengenai keterbatasan pengetahuan yang tidak ada seluruh jawabannya, kita memperoleh pemahaman dan penghargaan dari orang lain. Seorang pemimpin yang menciptakan iklim keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang mampu menghilangkan penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya. Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang menjadi kebijakannya, pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok ukur dari “performance” kepemimpinannya.
3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme) 
Harapan merupakan kombinasi dari penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang harus dilakukan. Seorang pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya dengan pernyataan-pernyataan seperti ini: saya dapat memikirkan cara untuk keluar dari kemacetan, saya dapat mencapai tujuan saya secara energik, pengalaman saya telah menyiapkan saya di masa depan, selalu ada jalan dalam setiap masalah. Pemimpin yang mengharapkan kesuksesan, selalu mengantisipasi hasil yang positif.

4. Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian) Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil, melihat dirinya sebagai katalis –yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa usaha dari orang lain. Pemimpin yang seperti ini membawa antusiasme, sumber daya, tolerasi terhadap risiko, disiplin dari seorang “entrepreneur”. Apakah para pemimpin yang akan dipilih pada Pilbub Wakatobi 2011 sudah memiliki kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin?. Hanya rakyat yang tidak terprovokasi dan terintimidasi yang bisa menjawab pertanyaan ini dalam membuktikan kualitas calon pemimpin mereka. Tetapi sebagai calon pemimpin yang akan dipilih, tentunya mereka dipilih karena calon pemimpin tersebut memiliki kualitas lebih yang dapat dilihat oleh orang-orang yang telah memilih mereka, bukan?!.... Bukan dipilih kerena telah melakukan politik uang! ****)
 *). Mantan Sekjen PB KKIB Pusat Makassar 1999-2003.

Jumat, 21 Mei 2010

DISTORSI DALAM PENAFSIRAN "OTONOMI BEBAS" ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22/1999 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 32/2004

Oleh : Ali Habiu


 Konon katanya para pakar bahwa Undang-Undang Nomor  5 Tahun 1974 yang mengatur pokok-pokok Pemerintahan di daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah dan perkembangan keadaan sehingga perlu diganti. Adapun alasannya karena Undang-Undang tersebut bersifat sentralistik yang nota bene campur tangan pemerintah pusat masih lebih dominan disetiap daerah, sehingga eksistensi daerah sebagai suatu wilayah pemerintahan negara untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam kekuasaannya dianggap tidak mutlak; “karena tidak diberi kekuasaan penuh.” Alhasil waktupun bergulir dan kini telah terbit Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
Pada bab I ketentuan Umum, pasal 1 ayat (b) disebutkan bahwa Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Dan pada ayat (d) disebutkan yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas desentralisasi.
Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada butir (f) disebutkan :…….Daerah Provinsi bukan merupakan pemerintahan atasan dari daerah Kabupaten dan daerah Kota. Dengan demikian daerah otonom Provinsi dan daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
Selanjutnya pada butir (h) disebutkan bahwa dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih, merupakan kewajiban dari pada hak. Maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi kepada daerah Kabupaten dan daerah Kota didasarkan pada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan………,
Distinksi yang ditimbulkan atas penjabaran pasal dan penjelasan undang-undang ini ialah adanya kenafikan penafsiran dari sebagaian kalangan Bupati dan Wali Kota mereka merasa pemerintah sudah memberikan kekuasaan penuh sehingga tanpa disadari menghasilkan sifat akuisme berlebihan.
Sifat akuisme yang berlebihan inilah akan berpretensi munculnya pigur-pigur Bupati ataupun Wali Kota merasa sebagai raja-raja kecil di daerahnya sehingga dia terkadang bersifat feodalistik, diktator dan otoriter dalam memimpin daerahnya tanpa disengaja karena mereka merasa segala kekuasaan ada ditangannya dan berlaku mutlak sehingga dia juga berlaku totaliter, Mengapa hal ini bisa terjadi ?!, karena mereka secara struktural tidak lagi dapat diatur tanpa disadari menghasilkan sifat akuisme berlebihan.
Sifat akuisme yang berlebihan inilah akan berpretensi munculnya pigur-pigur Bupati ataupun Wali Kota yang merasa sebagai raja-raja kecil di daerahnya sehingga dia terkadang bersifat feodalistik, diktator dan otoriter dalam memimpin daerahnya tanpa disengaja karena mereka merasa segala kekuasaan ada di ditangannya dan berlaku mutlak sehingga dia juga berlaku totaliter.
Mengapa hal ini bisa terjadi?!, karena mereka secara struktural tidak lagi dapat diatur tanpa disadari menghasilkan sifat akuisme berlebihan. Sifat akuisme yang berlebihan inilah akan berpretensi munculnya pigur-pigur Bupati ataupun Wali Kota yang merasa sebagai raja-raja kecil di daerahnya sehingga dia terkadang bersifat feodalistik, diktator dan otoriter dalam memimpin DPRD cukup jelas diatur pada pasal 19 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 20034 tetapi pada kenyataannya eksistensi pasal-pasal ini sementara dari sebagai besar kalangan anggota dewan masih mengabaikan karena mereka belum ada kemauan bargaining politik untuk menjalankannya secara efektif.
Konspirasi semacam ini terjadi sebagai dampak dari banyak para anggota dewan baik ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota secara relatif direkrut dari kalangan yang tidak mampu terutama yang berasal dari kalangan partai-partai baru yang rata-rata memiliki latar belakang sosial ekonomi rendah sehingga dalam aktivitasnya sering menggunakan jurus “mumpung ada kesempatan sikat” disamping itu juga rata-rata kemampuan intelektual para anggota legislatif kita yang ada di daerah Sulawesi Tenggara saat ini mulai dari Provinsi, Kabupaten dan Kota relatif rendah membuat mereka sebaliknya mudah dibodohi oleh kalangan eksekutif menjadikan kinerja DPRD saat ini tidak bisa diharapkan dan dipercaya lagi.
Selanjutnya dalam penjelasan tersebut disebutkan untuk menjadi Kepala daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyaratan tertentu yang intinya agar Kepala daerah selalu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki etika dan moral, berpengetahuan dan berkemampuan sebagai pemimpin pemerintahan, berwawasan kebangsaan serta mendapatkan kepercayaan rakyat.
Kepala daerah disamping sebagai pimpinan pemerintahan, sekaligus adalah Pimpinan daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala daerah harus mampu berfikir, bertindak dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan masyarakat umum dari pada kepentingan pribadi maupun golongan……...,’
Filosofi persyaratan bagi Kepala daerah tersebut secara teoritis sudah akomodatif tetapi pada kenyataan dalam prakteknya akibat pelaksanaan otonomi luas banyak dijumpai para Bupati dan Wali Kota di tanah air dewasa ini masih menganut prinsip-prinsip kedaerahan dengan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan dari pada kepentingan yang lebih luas.
Pengaruh atas adanya muatan kepentingan ini menjadikan distorsi dalam penafsiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jauh dari substansi apa yang sesungguhnya diinginkan oleh para inspirator dan konseptor Undang-Undang ini. Begitu besar kekuasaan seorang Bupati atau seorang Wali Kota maka penafsiranpun kadang kala dilakukan secara berlebihan yang mana mereka sudah tidak lagi mengindahkan substansi norma-norma pedoman yang berlaku sebagai dasar konsideran suatu keputusan misalnya Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri atau keputusan Menteri yang relevan untuk senantiasa dipedomani sebagai acuan dalam diktum suatu keputusan.
Sebagai contoh kecil kita bisa lihat ke daerah ini misalnya saja kita mengambil Sampel Kabupaten WAKATOBI; pengangkatan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dijabat oleh pejabat berlatar disiplin ilmu sosial (mantan Guru SLTA), Kepala Dinas Kesbang dijabat oleh pejabat berlatar belakang ilmu sosial (mantan Guru SLTA), Kepala Dinas Kesehatan dijabat oleh pejabat berlatar disiplin ilmu bukan dokter,  Kepala Dinas Perhubungan dijabat oleh pejabat berlatar disiplin bukan transfortasi atau manajemen pembangunan dlsb. Gambaran ini sebagai contoh-contoh kecil dari banyaknya masalah birokratisasi didaerah yang tidak sesuai aturan normatif. Dan hal demikian ini terjadi pula di Kabupaten lain di wilayah Sulawesi Tenggara.
Meskipun disatu pihak ada pembenaran atas penempatan para pejabat tersebut dengan alasan pertimbangan golongan “tak ada lagi yang memenuhi selain itu” tetapi dilain pihak pada hakekatnya kita semua telah melecehkan eksistensi lembaga-lembaga pemerintah di daerah yang nota bene seharusnya dijabat oleh mereka yang memiliki disiplin ilmu sesuai bidang tugas instansional yang dipimpinnya agar benar-benar dalam melaksanakan pelayanan pembangunan kepada masyarakat bisa berjalan efektif, efisien dan transfaran sesuai dengan bidang ahli yang dimilikinya.
Dalam memasuki manajemen baru pemerintahan dengan konsep “Good Governance” penempatan pejabat pada lembaga teknis atau lembaga operasional lainnya benar-benar harus sesuai dengan bidang disiplin ilmu yang dimilikinya “the right man and the right places” sehingga akuntabilitasnya terukur karena dia adalah pejabat profesional. Harga mati pencermatan teori manajemen klasik yang dikembangkan selama ini dengan menganggap bahwa seorang Kepala Dinas cukup saja dia harus seorang generalist dengan lebih banyak menguasai managerial skills dari pada technical skills dan rank and file, ternyata diera modern dewasa ini yang serba dituntut dengan tantangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pemberian pelayanan optimal kepada masyarakat –--- teori ini tidak lagi berlaku.
Pigur seorang kepala dinas dewasa ini adalah dia seorang profesional artinya dia kuasai managerial skills, juga kuasai technical skills disamping juga ahli pada bidang rank and life (keterampilan teknis) meskipun pada prinsipnya ada tataran manajemen level bawah yang akan melaksanakan keputusannya tetapi dia all in dalam melaksanakan secara refresentasi seluruh tanggungjawab bidang tugasnya sehingga dia mampu menjalankan prinsip-prinsip manajemen modern yang lagi dikembangkan saat ini yakni MBO (management by objective).
Ternyata konsistensi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengalami banyak kendala antara lain, salah satunya disebabkan karena tidak adanya kewenangan Gubernur sebagai kepala daerah provinsi untuk mengatur Bupati sebagai kepala daerah Kabupaten dan Wali Kota sebagai kepala daerah Kota sehingga mereka juga kadang kewalahan dalam menempatkan pejabat karena di daerah Kabupaten atau Kota sudah tidak ada lagi pegawai tertentu yang memenuhi syarat golongan tetapi mereka enggan minta bantuan kepada provinsi karena daerah provinsi bukan merupakan atasan langsung mereka, padahal ditingkat provinsi banyak tenaga-tenaga yang memenuhi syarat bagi keperluan mereka.
Harapan kita semua mudah-mudahan penafsiran-penafsiran yang berlebihan terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak lagi bergulir merusak tatanan pada bidang-bidang lain serta daerah provinsi sulawesi tenggara sebagai daerah otonom yang membawahi Kabupaten dan Kota suatu saat dapat terjalin sinergis hierarkional sehingga saat ini bagi kita semua yang paling kita idamkan adalah munculnya Undang-Undang baru  yang lebih refresentatif bisa mengatur semua kendala-kendala yang banyak kita alami dewasa inibisa terselesaikan dengan baik. Mungkinkah??.... Wallahu’alam bishshawab....****

PROVINSI BUTON RAYA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH : "MENGAPA BUTON HARUS JADI SEBUAH PROVINSI"?

Bagian Kedua dari Dua Tulisan

Oleh : Ali Habiu *)


Inilah Salah Satu Penggagas Provinsi Buton Raya Ketika dia Masih Menjabat Sekretaris Jenderal PB KKIB Pusat Makassar. !?.

         Adapun sebagai contoh, misalnya salah satu faktor penyebabnya kelambatan tersebut adalah tidak didukungnya kota ini dengan keberadaan letak ke pelabuhan yang representatif termasuk juga dalam aspek pengembangannya karena lokasi kepelabuhanan di daerah ini tidak ditunjang oleh ketahanan aspek geo toritorial dan geo strategis serta aspek Neotika Internasional. Selain itu juga letak Tata Ruang pusat-pusat pertumbuhan ekonomi antar kota relatif secara ekonomis tidak mudah dijangkau karena penyebaran penduduk yang tak merata di samping tidak tersedianya assets Sumber Daya Alam yang memadai. Sehingga potensi equilibrium daerah ini yang di harapkan dapat menunjang Budget Life antar daerah Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara untuk dipakai dalam substitusi pembiayaan pembangunan sebagai Gross Working Capital tak dapat lebih banyak diharapkan selama masa provinsi ini berdiri.
Kini waktupun telah pupus berjalan dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun-ketahun tanpa kita sadari semua kini berdirinya Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara sudah memasuki usia ke 46 tahun suatu usia yang terbilang telah memasuki masa uzur tetapi disana sini belum ada perkembangan signifikan yang menjadi kebanggaan kita dan secara relatif hingga saat ini juga belum ada perkembangan signifikan yang menjadi kebanggan kita yang secara relatif hingga saat ini juga belum menunjukkan adanya eksistensi potensi sektor andalan daerah ini yang menjadi kebanggaan yang membentuk citra daerah (image) dan dapat dijadikan kontribusi ekonomi makro terhadap stimulansi ekonomi mikro antar daerah diwilayah provinsi ini. Mungkin gambaran yang terjadi ini merupakan hukum karma yang telah ditimpakan Tuhan YME kepada kita semua dimana harus kita bisa menerimanya karena akibat atas kebodohan kita sendiri.

 Beranjak dari perspektif sejarah di atas, tibalah saat yang tepat serta telah lama dinanti-nantikan oleh semua elemen-elemen, tokoh-tokoh Masyarakat, Mahasiswa dan Pemuda, Organisasi-organisasi Kemasyarakatan yang bernaung dalam Paguyuban Arisan serta seluruh Masyarakat Buton yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia menuntut adanya kebebasan politik untuk menentukan nasib sendiri sebagaimana substansi amanah Undang-Undang Nomor :  32 tahun 2003 tentang Otonomi Daerah untuk kembali memperjuangkan daerahnya dalam mempertahankan kebesarannya sebagaimana substansi eksistensi kejayaan pemerintahan Kerajaan dan Kesultanan pada zamannya yang amat tersohor itu dalam bingkai Negara Kesstuan Republik Indonesia untuk menjadikan daerah ini menjadi sebuah provinsi yang otonom.
Berdasarkan analogi dari pembelajaran paradigma pengalaman perjalanan sejarah daerah ini sebagaimana telah diuraikan diatas, sungguh apa yang telah dijalani kita rasakan sangat pahit mengingat sejak tahun 1945 lalu sesungguhnya segenap Bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya dan dalam batang tubuh UUD-45, ada komitmen bersama untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia dari kaum penjajah (baca:Belanda) untuk tiak diberi ruang sedikitpun kepada mereka untuk kembali menjajah Negeri kita ini serta ikut mensejahterakan kehidupan bangsa. Tetapi pada kenyataannya apa sebenarnya yang terjadi di Negeri Buton adalah ssungguhnya telah kembali mengalami penjajahan (baca: penindasan politik) di atas bangsanya sendiri setelah berakhir masa penjajahan Belanda oleh para golongan tokoh-tokoh politik tertentu dari kalangan ABRI asal Sulawesi Selatan. Hegemoni politik yang dilakukan oleh sebagia para politisi asal Sulawesi Selatan ketika itu telah memanfaatkan unsur-unsur kekutaan tentara yang berasal dari jajaran Komando Daerah Militer IV Hasanuddin untuk mengsubordinasi Pemerintahan zaman Bupati Muhammad Kasim yang mana sejak tahun 1969 lalu, Buton diissukan sebagai basis Partai Komunis Indonesia. Padahal semua orang tau bahwa modul operandi issue ini adalah sarat dengan muatan rekayasa politik dengan tujuan agar dapat mengambil alih kekuasaan Pemerintahan, mengingat ada kekhawatiran sebagian dari tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Selatan agar cepat terbentuknya sumber daya Buton dan harus dapat dipatahkan dengan suatu cara “power show” dalam hal in kekutaan militer.
 Sebagai dampak dari permainan politik ini, pada masa itu telah terjadi penekanan dimana-mana baik diberikan kepada rakyat maupun kepada semua tokoh-tokoh masyarakat Buton sehingga telah menelan banyak korban mental adalah Bupati Muhammad yang dirongrong oleh kalangan Militer dan karena dia merasa kecewa dituding sebagai dalang PKI.”Dia meninggal akibat gantung diri dalam penjara dan mulai saat itu figur Bupati harus dari kalangan ABRI dalam memerintah daerah ini”.
Bisa dibayangkan begitu parahnya sistem pemerintahan yang ada saat itu membuat beban mental masyarakat pada tingkat absurd sampai-sampai mereka semua takut untuk mengeluarkan pendapat atau berbuat kegiatan apapun (baca:depolitisasi) karena takut dituduh PKI. Keadaan ini merupakan suatu tragedi sejarah yang amat memilukan segenap hati nurani massyarakat Buton mengingat di zaman kemerdekaan, mengapa? Masih ada sistem penjajahan yang melampaui batas kekejaman kolonial Belandayang dilakukan kepada sesama anak bangsa. Adapun sistem pemerintahan dari pigur Bupati kalangan ABRI mulai tumbangnya Bupati Muhammad Kasim tahun 1969 lalu hingga sekarang diperkirakan telah berlangsung selama kurun waktu 41 tahun lamanya atau berakhir tepatnya pada tahun 2002 lalu. Adapun pigur Bupati masa itu dari kalangan Militer adalah terdiri dari: Kolonel Arifin Sugianto, Kolonel M. Hamzah, Letkol Hakim Lubis dan terakhir Kolonel Saidu. Suatu tragedi sejarah yang telah menyengsarakan kehidupan masyarakat Buton dan hal ini tidak mudah dilupakan oleh seluruh Rakyat Buton di manapun mereka berada, terutama bagi keluarga mereka yang menjadi korban fitnah sebagai anggota PKI. Pada kondisi stagnan demikian ini turut dimanfaatkan oleh sistem rekruitmen anggota ABRI dan Kepolian di wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara dimana yang diterima adalah lebih dominan mereka yang berasal dari putra asli daerah Sulawesi Selatan serta daerah-daerah lain di luar Buton dan ditempatkan masing-masing pada institusi Kodim, Koramil, Polres dan Polsek diseluruh wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Buton secara permanen sehingga yang terjadi adalah proporsi personal lembaga ini hampir 95 persen berasal dari luar Buton sementara putra asli daerah (putra Buton) hanya menempati porsi kurang lebih 5 persen saja, suatu perbandingan yang tak realistik sebagai suatu daerah otonom.
Berdasarkan dari pengalaman yang amat berharga ini, seluruh komponen rakyat Buton kini sudah menyadari bahwa sudah saatnya untuk bangkit mengejar indoktrinasi politik yang berlangsung sekitar 40 tahun itu. Dan saat ini fenomenapun telah berkembang dimana-mana ditengah-tengah kehidupan masyarakat Buton baik lokal maupun perantauan yang tersebar diberbagai provinsi di Indonesia. Mereka semua bercita-cita ingin menjadikan negerinya maju mengejar ketinggalan selama kurun waktu hampir 40 tahun lamanya itu dengan memperjuangkan berdirinya Provinsi Buton Raya. Cita-cita yang amat mulia ini bukanlah suatu hal yang mustahildan sekedar wacana tapi benar-benar serius, realistik dan sedang digarap, sangat memungkinkan prospek perkembangan daerah ini ke depan mengingat dewasa ini telah didukung oleh suatu potensi sumber daya konkret berupa adanya sumber daya manusia yang handal dan sumber daya manusia yang strategis.
Di bidang sumber daya manusia, daerah Buton potsulat telah mencetak tingkat Doktor (S3) sekitar 38 orang termasuk yang sedang kuliah di Luar Negeri dari berbagai disiplin ilmu, Tingkat Magister (S2) sekitar 400 orang sudah termasuk bagi mereka yang sedang menyelesaikan kuliah dengan berbagai disiplin ilmu dan secara Nasional tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada sektor Sumber Daya Alam, secara strategis pulau Buton keseluruham memiliki cekungan minyak terbesar di dunia dan uranium terbesar di dunia (pimer deposite) dan hal ini merupakan profit oriented bagi para investor dan sebagai sektor andalan dalam prospek pembiayaan korelasi mikro ekonomi antar daerah dalam lingkup Povinsi Buton Raya. Sedangkan pada sektor penunjang adalah terdapatnya: 4 lokasi tambang pasir besi, 1 lokasi tambang titanium, 1 lokasi Geo Termal kapasitas 650.000 mega watt untuk pembangkit Listrik, 1 lokasi Geo Air kapasitas 100.000 mega watt untuk pembangkit Listrik, 4.000.000 metrik ton Aspal Buton (Butas) untuk bahan sintetik, sementasi dan aspal modified, 5 lokasi wisata pantai setara Hoga, 13 lokasi tambang emas, 3 lokasi tambang intan berlian dan sebagainya.
Pencetus pertama kali adanya wacana peningkatan status pemerintahan dari Kabupaten menjadi Provinsi dimulai dari hasil diskusi panel yang berkembang pada saat berlangsung Rapat Kerja Daerah Pengurus Besar Kerukunan Keluarga Indonesia Buton pusat Makassar yang berlangsung hari senin tanggal 7 Mei 2001 lalu bertempat di Aula Rapat Kantor Wilayah Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan yang dihadiri oleh pengurus dan para pakar dari berbagai disiplin ilmu asal negeri buton dengan mengembangkan diskusi adanya kekecewaan sebagian tokoh-tokoh masyarakat Buton selama ini, disamping juga mengamati aspirasi dari berbagai elemen masyarakat dan tuntutan global Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Hasil diskusi ini dimasukkan dalam Notulen hasil rapat kerja dan di keluarkan dalam bentuk Rekomendasi Nomor: 25/R/KKIB/PM/V/2001 tanggal 16 Mei 2001, di tanda tangani oleh Ketua Umum (Drs.H. La Hibu Tuwu,M.Si) dan Sekretaris Jenderal (Ir.L.M.Ali Habiu,AMts.,M.Si); dikirim dan ditujukan kepada semua elemen, tokoh-tokoh Mahasiswa, Pemuda, Masyarakat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia termasuk juga kepada para formatur pemekaran Kabupaten Bombana, Wakatobi, Buton Utara dan Gulamas serta Pemerintah Daerah yang isinya mengajak semua pihak segera berbenah diri dalam mempersiapkan berdirinya Provinsi Buton Raya dengan misi waktu paling lama 10 tahun kedepan terhitung mulai tahun 2002 s/d 2010 dimana diharapkan misi itu sudah dapat terpenuhi. Adapun tindasan Rekomendasi tersebut ditujukan kepada Wakil Presiden RI, Ketua DPR RI, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta Gubernur dan para Bupati /Walikota se-Sulawesi Tengggara serta DPRD untuk menjadikan bahan dukungan seperlunya.
Memang disadari bahwa untuk mencapai hal tersebut bukanlah suatu pekerjaan yang mudah tetapi tentunya diharapkan berkat kerja keras, keyakinan dan seiring doa memohon perlindungan Tuhan YME, Insya Allah tidak lama lagi cita-cita ini dalam menjadikan Buton sebagai sebuah Provinsi yang memiliki legitimasi yang kuat untuk mengelola hasil-hasil perut buminya sendiri dalam mensejahterakan kehidupan rakyatnya dan membiayai pembangunan daerahnya kelak bukanlah suatu hal mustahil. Tentu itu semua dapat terwujud apabila semua pihak-pihak yang berkepentingan mulai saat ini lakukan kerja keras serta kerja sama satu sama lain sangat diharapkan. Perkuatan lembaga-lembaga sosial yang telah banyak tersebar di tanah air dewasa ini perlu makin diaktifkan, digalang dan dikonsolidasi secara nasional menjadi suatu kekuatan marginal. Di samping itu pula perlu mengajak semua pihak untuk segera mendirikan lembaga-lembaga otonom setara LSM, Yayasan, Forum atau Badan yang bergerak secara independen membidangi kegiatan ilmiah berupa kajian-kajian potensi daerah ini untuk kelak dapat dijadikan lanadasan ideal dalam menyikapi dan menggarap potensi sumber daya alam negeri ini sebagai salah satu soko guru perolehan devisa daerah. Di lain pihak juga diminta dukungan moral semua unsur yang merasa memiliki jiwa kebutonan (baca: Butuni) dimana cita-cita ini telah tersurat di dalam buku emas buton dijanjikan sebagai suatu negeri yang akan jaya dimasa akan datang “Buktuni mautil jam’ah”. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi mereka yang berkepentingan dalam Pemekaran Kabupaten WAKATOBI, Kabupaten Bambaea, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton Tengah dan sebagainya untuk tidak lagi mempersoalkan hal-hal yang tidak prinsipil dalam mempersoalkan penentuan letak Ibu Kota Kabupaten. Tetapi tentunya kami mengajak kepada semua pihak marilah lebih arif dan bijaksana dan dalam menentukan letak Ibu Kota Kabupaten sebaiknya disesuaiakan dengan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang yang berlaku sehingga tidak akan menimbulkan kontroversial dalam pemekarannya. Termasuk juga tak lupamari kita doakan dan mohonkan kehadirat Tuhan YME, semoga para wakil-wakil kita yang menduduki kuri DRPR Sultra hasil pemilihan tahun 2004 nanti dengan jumlah kuota sekitar 17 orang itu benar-benar dengan hati nurani serta rasa panggilan jiwa yang besar ikut mendukung citas-cita mulia ini dalam memperjuangkannya di tingkat legislatif dan tentunya tak lupa diminta pula barakati-nya Wolio yakni: Baluwu, Peropa, Dete, dan Katapi and Sipanjonga, Sijatubun, Simalui, sijawangkati untuk senantiasa mengutuk (baca :laknatullah) bagi mereka siap saja putra daerah asli buton yang berkhianat.
Bangsa kita adalah bangsa yang besar bukan bangsa Tempe demikian kata Bung Karno dalam suatu kesempatan pidatonya. Oleh karena itu kami mengajak semua pihak untuk dapat saling hormat-menghormati, mendudukan persoalan pada proporsi yang benar, menghilangkan indoktrinasi, intimidasi dan deskriminasi serta salah sangka diantara sesama anak negeri, sesama anak bangsa dan saling dukung mendukung dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan saling menunjang dalam membangun daerah masing-masing. Mari bersama kita bahu membahu memperjuangkan cita-cita mulia Bangsa Indonesia yakni menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasilaan UUD-45 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam hal ini sudah barang tentu tidak bisa terpisahkan dengan cita-cita mulia anak negeri yakni mendirikan Povinsi Buton Raya (baca : bukan sultra raya kepulauan) yang pada hakekatnya bukanlah dendam kusumat anak negeri Butuni tapi adalah melainkan perpektif sejarah masa lampau yang harus diluruskan.
Merupakan kewajiban kita semua sebagai warga negara yang baik dan sebagainya sesama anak bangsa untuk mendukung terwujudnya cita-cita mulia ini dalam waktu sesingkat mungkin. Jangan lagi mengikuti jejak ALI MAZI yang ketika dipercaya oleh Rakyat Buton untuk memimpin Sulawesi Tenggara 2003 s/d 2008 lalu dia sama sekali tidak mau memikirkan aspirasi masyarakat Buton untuk menproklamirkan sebuah provinsi Buton Raya karena ambisi pribadi menginginkan gubernur masa jabatan ke dua kali di sultra padahal peluang konstelasi politik ketika itu ada ditangan dia, hal ini sangat mengecewakan kita semua.
Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah masih mungkin sebuah provinsi Buton Raya diproklamirkan sementara undang-undang baru yang mengatur pemekaran wilayah sudah semakin ketat dan pada konvensi kenegaraan yang telah dievaluasi oleh Kementerian Dalam negeri dan Otonomi Daerah menyimpulkan bahwa dari hampir 250 daerah pemekaraan di Indonesia ternyata yang efektif hanya terdapat hampi 30 % saja dan selebihnya asal mau memekarkan karena kepentingan sesaat bukan atas kepentingan rakyat. Oleh karena itu, benarkan pemekaran Buton Raya adalah atas kepentingan Rakyat ?! ****

*) Penulis Ketua Umum Lembaga Kabali.