Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Selasa, 20 Maret 2012

KORUPSI DI INDONESIA “IBARAT MANUSIA VERSUS BINATANG” : Diperlukan gaya kepemimpinan binatang lawan binatang !!

 Oleh : Ali Habiu



 Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna jika dibandingkan dengan machluk ciptaan lainnya yang ada dimuka bumi ini. Dia dikatakan sempurna karena disamping memiliki akal pikiran juga dia memiliki instink atau perasaan. Sebaliknya kalau binatang adalah machluk yang paling bodoh yang hidup dimuka bumi karena dia tidak memiliki akal pikiran kecuali hanya memiliki instink atau perasaan.
Oleh karena itu berhubung Manusia memiliki akal pikiran maka dalam kehidupannya dia dituntut untuk memiliki pula etika dan moral dalam hubungnya antara sesama manusia maupun aktivitas lainnya, sebab jika dia tidak memiliki etika dan moral berarti dia sama saja dengan Binatang.
Menurut Wahyudi Kumorotomo dalam bukunya Etika Administrasi Negara (1992 : 4) mengatakan bahwa salah satu cirri yang membedakan manusia dengan binatang adalah eksistensi moral. Meskipun rasionalitas dan obyektivitas moral dalam beberapa hal hanya dapat dibuktikan dengan keyakinan, tetapi karena moral menyangkut harkat manusia maka ia selalu memiliki ciri rasional dan obyektif sesuai dengan kecenderungan manusia untuk berfikir. Setidaknya moral akan memiliki semacam role expectation bahwa jika tindakannya benar menurut ukuran moral maka orang lainpun akan melakukan pola tindakan yang serupa.

Etika berasal dari bahasa Yunani : ethos, yang artinya kebiasaa atau watak, sedangkan moral berasal dari bahasa latin : mos (jamak : mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan. Dari istilah ini muncul pula istilah morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari pengertian asalnya. Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin.
The Liang gie dalam bukunya Etika Administrasi Pemerintahan (1986 : 1.19) tidak ingin mempertentangkan penggunaan istilah etika dan moral berdasarkan keyakinan bahwa keduanya merujuk pada persoalan yang sama , meskipun berasal dari dua istilah yang berbeda, tetapi makna epistemologisnya tetap sama.
William K.Frankena dalam bukunya Ethics, Prentice-Hall, New delhi (1982 : 4-11), mengemukakan bahwa etika (ethics) merupakan salah satu cabang filsafat yang mencakup filsafat moral dan pembenaran-pembenaran filosofis. Sebagai suatu falsafah, etika kebenaran dengan moralitas beserta persoalan-persoalan dengan pembenaran-pembenarannya. Moralitas merupakan juga salah tau instrumen kemasyarakatan apabila suatu kelompok social menghendaki adanya penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku yang disebut bermoral.
Etika cenderung dipandang sebagai suatu cabang ilmu dalam filsafat yang mempelajari nilai-nila baik dan buruk bagi manusia. H.De Vos dalam bukunya Pengantar Etika (1987 :1-4), mengatakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral. Sementara itu moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral juga dapat sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya manusia. Sementara itu etika lebih banyak dikaitkan dengan prinsip-prinsip moral menjadi landasan bertindak seseorang yang mempunyai profesi tertentu.
Masalah yang banyak disorot oleh berbagai kalangan bagi seorang pejabat publik dalam kaitannya dengan keddudukan dan kewenangannya adalah “korupsi”. Korupsi berasal dari kata latin corrumpere, corruption atau corruptus. Artinya adalah penyimpangan dari kesucian, tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran, atau kecurangan. Dengan demikian dia mempunyai konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa eropah barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit memodifikasi ; seperti Inggeris : corrupt, corruption; Prancis : corruption; Belanda : korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi korupsi. Dalam kamus bahasa Indonesia oleh Poerwardaminta (1976) korupsi diartikan sebagai perbuatan yang busuk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.

Para tokoh lintas agama sejak tanggal 17 Januari 2011 sudah berkumpul dan mengeluarkan 18 butir kebohongan pemerintah dalam menyoal program kerja dan janji-janjinya. Satu  diantaranya adalah kegagalan dalam pemberantasan Korupsi di Indonesia. SBY harus tegas dalam menyelesaikan masalah ini, jangan berhati lembut, namun sekali-kali harus berhati binatang dalam mengeluarkan statemen kepada pelaku-pelaku korupsi agar mereka segang dan sungkam utk melakukan dan mengulangi perbuatan itu. Memang sudah waktunya para pemimpin berlaku tegas dengan bersifat seperti binatang dalam melawan para koruptor, sebab jika hanya kita bersifat manusiawi maka tak akan pernah orang mendengar apa kata kita.?!

Dengan demikian korupsi di Indonesia adalah perbuatan yang tak bermoral dan tak beretika. Jika seorang manusia sudah tidak lagi memiliki etika dan moral, maka manusia itu sama saja dengan binatang. Hanya tampang fisik zahirnya saja dilihat sebagai manusia, namun hati, jiwa dan pikirannya sudah berperangai binatang ibarat manusia versus binatang……, oleh karena itu dalam memberantas okorupsi di Indonesia sudah saatnya diperlukan gaya kepemimpinan : "Binatang versus Binatang"

Nah..., kalau para pemimpin negara, para pemimpin bangsa ini sudah berhati dan bersifat binatang dalam melakoni niat busuknya ...., maka yakinlah suatu saat bangsa indonesia akan mengalami kebinasaan ****

1 komentar:

hakim_71 mengatakan...

makanya pak, biar cepat habis koruptor di Indonesia, bentuk saja tim khusus anti korupsi yang cara kerjanya persis densus 88. soalnya, kalau pakai sistem peradilan di republik ini, para koruptor itu gak bakalan kapok. malah mungkin kalau mereka mau, semua penjara dan seisinya bisa mereka beli.