Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Minggu, 31 Juli 2011

SULIT KALAHKAN NUR ALAM.... !

OLEH : A. SALAM 
             (Kendari Ekspres 20/07/2011)

 
Suhu politik di Sulawesi Tenggara saat ini mulai meninggi menyusul pemberitaan media massa mengenai suksesi Gubernur Sulawesi Tenggara tahun 2012 mendatang.

Berita-berita mengenai suksesi tersebut sama sekali tidak mengusik Gubernur Sultra H Nur Alam, SE. Orang nomor satu di Bumi Anoa tersebut sama sekali tidak terganggu dengan pemberitaan media mengenai kepemimpinannya. Beliau tetap menjalankan aktifitas pemerintahan seperti biasa.

Adalah hal yang wajar apabila setiap menjelang suksesi pemilihan kepala daerah baik itu Bupati/Walikota maupun Gubernur di Indonesia, pemberitaan suksesi biasanya selalu menempati rating teratas di halaman-halaman surat kabar. Hal ini merupakan konsekuensi demokrasi dimana setiap orang boleh mengeluarkan pikiran tentang kepemimpinan di daerahnya.

Sebagai seorang gubernur, Nur Alam tentu telah dapat menduga bahwa kepemimpinannya akan mendapat sorotan dari berbagai elemen masyarakat. Namun hal tersebut tidak mengendurkan semangat untuk tetap konsekuen melaksanakan pembangunan di Sulawesi Tenggara.

Ketenangan Nur Alam dalam menyikapi kondisi saat ini bisa saja lantaran beliau sangat percaya bahwa kepemimpinannya bersama HM Saleh Lasata masih didukung rakyat dan masyarakat Sultra. Sebab lain adalah bahwa kepemimpinan Gubernur saat ini telah bekerja maksimal dalam memperjuangkan harkat dan martabat serta kemajuan daerah.

Adapun gambaran mengenai keberhasilan pembangunan yang dicapai selama tiga tahun terakhir sebenarnya sudah sangat nyata. Adalah sangat benar bila Nur Alam dalam berbagai kesempatan selalu mengungkapkan bahwa pembangunan yang beliau laksanakan benar-benar berpihak pada rakyat.

Block Grant, Pembebasan biaya pengobatan dan biaya operasional pendidikan merupakan tiga contoh saja dari beberapa kebijakan kepemimpinan Gubernur Sultra. Sepanjang sejarah berdirinya Sulawesi Tenggara, baru saat inilah seluruh program yang dilaksanakan benar-benar pro rakyat.

Keberhasilan lain yang kurang diketahui masyarakat adalah keberanian Gubernur dalam memperjuangkan hak-hak daerah dalam hal bagi hasil dan kontribusi investasi pertambangan di Bumi Anoa. Betapa selama ini rakyat Sultra mengalami pembodohan berkepanjangan yang dilakukan oleh lembaga investasi pertambangan berskala internasional. Sekarang rakyat Sultra mulai sadar akan-haknya tersebut.

Memang tak dapat dipungkiri kalau setiap pemimpin akan selalu mendapat apresiasi negative dari pihak lain. Terlebih lebih menjelang suksesi seperti sekarang. Opini negatif terhadap kepemimpinan Gubernur Sultra saat ini tentu wajar-wajar saja. Namun hal tersebut tidak berpengaruh sama sekali dalam benak seorang Nur Alam.

Kondisi politik bangsa yang terjadi saat ini memang berpengaruh besar dalam efektifitas kepemimpinan gubernur sekarang. Kondisi Negara yang sangat memprihatinkan. Korupsi masih juga terjadi dengan skala sangat besar. Kondisi keuangan negara yang juga masih jauh dari harapan. Hal inilah yang turut mempengaruhi jalannya pembangunan daerah termasuk Sulawesi Tenggara.

Dengan kata lain, siapapun yang menjadi gubernur dalam kondisi bangsa seperti sekarang pasti akan mengalami kesulitan terutama dalam hal efektifitas tolak ukur keberhasilan pembangunan jika dibandingkan dengan alokasi dana yang tersedia.

Kalau kita mengikuti logika sederhana sebagai orang biasa ketenangan Nur Alam dalam menyikapi berbagai issu yang beredar di masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya

Pertama, Nur Alam sangat percaya diri. Sebagai pejabat incumbent, Nur Alam telah memiliki basis dukungan yang kuat dan jelas. Masyarakat saat ini telah menyadari bahwa kritik dari berbagai pihak terhadap kepemimpinan gubernur Nur Alam kebanyakan bersifat subyektif dan sepihak.

Kedua, Nur Alam adalah pemimpin dengan sejuta talenta. Beliau telah dapat mengendus aroma hati nurani rakyat dan mampu membaca pikiran masyarakat terhadap kepemimpinannya. Dengan kata lain, Nur Alam cepat sekali menangkap signal aspirasi masyarakat. Apa yang mereka inginkan, bagaimana melaksanakannya dan dari mana sumber dananya. Demikian pula dengan taktik dan strategi, Nur Alam tentu memiliki berbagai cara untuk menarik simpati masyarakat.

Ketiga, Nur Alam sangat menguasai medan. Sebagai gubernur pertama pilihan rakyat, tidak terlalu berlebihan bila Nur Alam sangat mengusai kondisi Bumi Anoa. Hampir dua ribu desa, kelurahan dan kecamatan di Sultra di hafalnya di luar kepala. Bukan hanya dihafal tetapi seluruh desa-desa itu pernah dimasukinya. Dengan lain perkataan, Nur Alam bukanlah pemimpin yang selalu berteori tinggi dan duduk di belakang meja menunggu laporan bawahan. Beliau langsung turun ke lapangan dan bisa menembus medan yang paling berat sekalipun.

Dari ketiga faktor di atas tidak terlalu berlebihan bila kita mengambil kesimpulan kalau Gubenur Nur Alam posisinya masih sangat kuat dan sulit untuk dikalahkan. Beberapa teman saya pernah berkomentar “Mengalahkan incumbent saja Nur Alam mampu apalagi setelah menjabat, pasti beliau bisa mempertahankannya”.

Mengenai gaya kepemimpinan, seperti telah saya tulis pada artikel sebelumnya, Nur Alam adalah pemimpin dengan beragam karakter di antaranya

Nur Alam adalah pemimpin yang akomodatif, dalam arti mampu mengakomodir keinginan masyarakat yang banyak ragamnya itu. Cara-cara seperti ini memang belum banyak dipraktekkan orang. Nur Alam rajin mendengar keluhan masyarakat dan menjawab keluhan itu secara langsung baik dalam bentuk sumbang saran terlebih-lebih sumbangan dana.
Dalam melakukan setiap kunjungan kerja ke daerah, telinga Nur Alam telah penuh oleh aspirasi dan tuntutan masyarakat yang menginginkan perubahan keadaan. Dan beliau langsung menjawab saat itu juga. Tidak memberi janji tapi memberi solusi. Desa yang butuh traktor dibelikan traktor. Yang minta dibangunkan masjid langsung diberi dana bantuan saat itu juga. Beliau rupanya faham benar peribahasa latin yang sering dilontarkan Amien Rais “Vox Populi, Supreme Lex” yang artinya suara rakyat adalah kedaulatan yang paling tinggi.

Nur Alam adalah pemimpin yang akseptabel, dalam arti dapat diterima semua pihak. Gaya kepemimpinan Nur Alam yang familiar dan terbuka ikut menentukan hingga beliau dapat merangkul seluruh komponen sosial kemasyarakatan di Sulawesi Tenggara. Ormas, OKP, NGO, Paguyuban, Kerukunan Keluarga, serta Kelompok Keagamaan semua bisa dirangkulnya dengan baik.

Nur Alam adalah pemimpin yang adaptif, dalam arti mampu menyesuaikan diri dalam keadaan apapun termasuk pada kondisi yang paling menukik. Di sinilah kapasitas dan kompentensi seorang calon pemimpin diuji kadarnya. Nur Alam mampu berorasi berjam-jam dalam struktur bahasa Indonesia yang apik dan enak didengar. Di lain waktu beliau akan mampu berdendang membawakan lagu dengan nada yang pas. Dengan kata lain, dalam kondisi apapun bila diminta oleh orang banyak, beliau selalu siap “tempur” dan berdiri di garda paling depan.

Dengan semua kenyataan atas apa yang telah dilakukan dan dicapai Nur Alam selama ini, bisa disimpulkan bahwa Nur Alam masih sangat kuat dan sulit untuk dikalahkan. (**)

Sabtu, 30 Juli 2011

LIBERALISME, SOSIALISME, ATAU.... ?

OLEH : LESTARI AGUSSALIM

 

Ku curi sebuah kisah dari dunia imajinasi. Kisah ini menceritakan tentang suatu dunia yang terdiri dari jutaan planet, dihuni oleh miliaran manusia. Planet-planet ini telah rusak, sudah tidak dapat menopang kehidupan. Setiap planet disediakan satu pesawat mini yang hanya berkapasitas satu penumpang. Pesawat yang dapat membawa penumpang ke dunia lain yang menjanjikan. Pesawat ini hanya bisa digunakan sekali saja. Terjadi pertempuran antar manusia, dan dipastikan hanya satu orang yang bisa selamat dari setiap planet.  Pesawat-pesawat itu mempunyai program otomatis yang dapat membawa penumpangnya ke dunia yang menjanjikan, yaitu bumi. Berbagai macam tipe manusia membanjiri bumi, membangun suatu peradaban. Tetapi lagi-lagi bumi yang kaya ini akan musnah jika diekploitasi tanpa memeliharanya. Manusia beranak-pinak dan terjadi konflik-konflik karena ingin menguasai sumberdaya alam. Manusia terbagi menjadi dua kubu, ada yang kaya dan ada pula yang miskin. Tetapi Jumlah manusia yang miskin justru jauh lebih banyak daripada yang kaya. Parahnya, si kaya dan si miskin tidak saling meringankan.

Beberapa pihak mulai menyadari bahwa jika manusia tidak dididik dan diatur maka nasib bumi akan sama dengan kehidupan di planet sebelumnya, dimana meraka harus bertarung kembali untuk melanjutkan hidup, tetapi sangat banyak nyawa yang harus dikorbankan untuk menyelamatkan satu nyawa. Muncul berbagai pemikiran untuk menyelamatkan umat manusia dan Bumi. Ada dua kelompok pemikir besar yang ekstrim, yaitu kelompok yang mempercayai bahwa dunia akan seimbang dengan sendirinya tanpa ada pihak ketiga yang mengatur. Mereka percaya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin akan semakin kecil dengan sendirinya. Kelompok kedua berpikir hal itu tidak mungkin terjadi karena sifat serakah manusia lebih besar daripada kepedulian antar sesama. Mereka berpikir bahwa harus ada pihak ketiga yang bertanggung jawab untuk menciptakan pemerataan kejahteraan melalui pemerataan pendapatan dan kepemilikan sumberdaya.

Kedua kelompok ini sangat ekstrim. Konsep kelompok kedua memiliki masalah, yaitu ‘incentive problem’ yang dapat membuat orang-orang menjadi malas. Kalaupun ada yang berusaha berkerja keras pada akhirnya pendapatan dan kesejahteraannya diambil sedemikian rupa sehingga sama dengan yang tidak bekerja keras.  Jadi benarkah pemerataan pendapatan adalah solusi? Melihat kedua mazhab besar ini tidak bisa menjadi solusi kehidupan manusia, muncul beberapa pihak yang menawarkan suatu konsep yang lebih bisa diterima, yaitu biarkan semua orang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerintah memberikan perhatian khusus untuk mengatasi kemiskinan. Dengan begini masih ada insentif bagi orang-orang untuk berusaha tanpa harus mengambil manfaat yang berlebihan atas usaha mereka. Sehingga distribusi pendapatan dan kesejateraan dari orang yang kaya ke yang miskin tidak terlalu memberatkan yang kaya.

Pihak ketiga ini berfikir adanya ketimpangan kesejahteraan bukanlah masalah jika tidak ada orang yang hidup dibawah garis kemiskinan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, mendapat akses terhadap pendidikan dankesehatan. Sudah menjadi hukum alam bahwa orang yang berusaha lebih produktif akan memperoleh manfaat yang lebih besar  tetapi tidak dengan mengambil manfaat itu dari hak orang lain. Jika sunatullah ini di lawan maka wajar jika terjadi krisis besar di Amerika Serikat tahun 1930 dan di Rusia pada tahun 1991.

 Pemikiran untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih sejahtera terus berkembang. Tidak hanya didasarkan pada data-data statistik tetapi juga harus disesuaikan dengan realitas. Suatu kemunduran jika terjebak kepada dua paham ekstrim kaku yang menjamuri pemikiran kita saat ini. Ide-ide cemerlang bisa muncul dari siapa saja, usia berapapun dan golongan apa saja. Setiap ada masalah yang baru akan dikuti oleh solusi yang baru. Sama seperti virus dan antivirus, setiap ada virus pasti ada antivirus yang baru. Bedanya dengan kehidupan manusia, terkadang dengan adanya suatu masalah justru disusul oleh masalah baru karena kesalahan kebijakan sebagai output dari pemikiran manusia. Jadi, dibutuhkan partisipasi dan peran aktif masyarakat untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah makro maupun mikro dibidang masing-masing.

Selasa, 12 Juli 2011

HATI-HATI…JANGAN PLESETKAN…!!! DPRD BUKAN LEMBAGA POLITIK JUGA BUKAN LEMBAGA TERHORMAT, MELAINKAN DPRD LEMBAGA LEGISLATIF

Oleh : Ali Habiu



Masih banyak terdapat anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara yang nakal, sering demi mengejar kekuasaan politik atau popularitas, mereka tak segang-segang melakukan show of power dalam memimpin rapat-rapat. Misalnya saja baru-baru ini terjadi rapat dengar pendapat dengan pihak eksekutif terkait masalah proyek yang berlangsung di ruang rapat gedung lama lantai I, mereka dalam memimpin rapat dan memberikan argumentasi rapat didahului dengan kata pengantar seperti ini : ”saudara-saudara peserta rapat…., DPRD adalah “Lembaga Politik” sekaligus sebagai “Lembaga Terhormat” yang menampung berbagai aspirasi masyarakat, sehingga kami mengundang saudara untuk mengikuti rapat dengar pendapat ini…., dan seterusnya. Konotasi plesetan DPRD sebagai Lembaga Politik bahkan sebagai Lembaga Terhormat tanpa disadari bahwa sesungguhnya kita telah mengeluarkan statemen yang bertentangan dengan Undang-Undang dalam sistem ketatanegaraan yang dianut oleh bangsa ini. Dalam Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 yang merupakan penyempurnaan Undang-Undang Nomor: 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, disebutkan bahwa bentuk susunan pemerintah daerah terdiri dari DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Panca Sila. DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah.

DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain tidak disebutkan lebih spesifik tentang pengawasan proyek, tetapi menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Demikian pula hak-haknya antara lain mengadakan penyelidikan dan meminta keterangan kepada pemerintah daerah yang dalam pengertian birokrasi adalah Gubernur, Bupati atau Wali Kota bukan Kepala Dinas…,dst. Dalam sistem ketatanegaraan kita, asal mula terbentuknya lembaga-lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif di daerah di ilhami oleh sistem negara.
Dalam teori Ilmu Negara dan Politik sebagaimana dikemukanan oleh DR.Muchtar Pakpahan,SH,MH (2006) bahwa perkembangan Negara itu didahului oleh para pemikir hukum alam pada abad ke-17 yang bersifat induktif yang menitikberatkan terjadinya negara berdasarkan hukum alam. Para pemikirnya antara lain oleh Jhon Locke (1632-1704) asal Inggeris, yang membagi tugas Negara menjadi 3 (tiga) bagian, yakni : (1). Menetapkan peraturan dan Negara melaksanakan kekuasaan perundang-undangan Legisltatif, (2).Melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan…, Negara tidak hanya melaksanakan peraturan saja tetapi mengawasi pelaksanaan peraturan tersebut, Eksekutif dan Yudikatif, (3).kekuasaan mengatur hubungan dengan Negara-negara lain, Federatif. Ketiga tugas ini disebut : Trias Politica. Dan para pemikir hukum alam abad ke-18 yang sudah bersifat deduktif yakni menitikberatkan terjadinya Negara berdasarkan penilaian, propaganda atau tujuan politis. Para pemikirnya antara lain : Montesqueiu (1688-1755) asal Perancis dengan melihat sistem pemerintahan Negara dibagi menjadi beberapa kekuasaan , antara lain ; (1).kekuasaan membuat undang-undang disebut legislatif, (2). Kekuasaan peradilan disebut Yudikatif, (3).kekuasaan kepolisian disebut Polisionil dan (4).Kekuasaan Pemerintahan disebut Eksekutif. Teori ini kemudian menjadi napas dari pelaksanaan dan diskusi demokrasi moderen diseluruh dunia termasuk yang dianut oleh Bangsa Indonesia. Selanjutnta Dr. Muchtar Pakpahan,SH,MH (2006), mengemukakan bahwa dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, kekuasaan adalah kemampuan seseorang yang hidup dalam suatu kelompok untuk mengatur kehidupan kelompok tersebut. Jika dalam Negara kekuasaan juga bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang atau beberapa orang untuk mengatur kehidupan dalam masyarakat Negara tersebut. Bila Negara tersebut ada yang tak patuh, dan mempunyai wewenang dan hak untuk memaksa seseorang tadi menjadi patuh.

Wewenang memaksa bisa diartikan dengan jalan menghukum atau mencebloskan kedalam penjara. Orang atau seseorang yang mempunyai kekuasan sebagaimana tersebut di atas, disebut penguasa yang : (1).Mempunyai kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan untuk mengatur hidup manusia dalam Negara, disebut kekuasaan Legislatif, (2).Mempunyai kekuasaan untuk mengatur kehidupan dalam masyarakat Negara tersebut sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ada, disebut kekuasaan Eksekutif, (3). Mempunyai kekuasaan untuk mengawasi dan mengadili pelaksanaan peraturan-peraturan tadi, menghukum dan mengadili orang yang melanggar peraturan tadi, wewenang mengadili disebut kekuasaan Yudikatif. Dalam konteks pelesetan makna sejatinya lembaga DPRD sebagai Lembaga Legislatif bukan sebagai Lembaga Terhormat atau Lembaga Politik, maka sudah saatnya semua pihak membuka mata dan mau mereformasi diri sesuai tuntutan reformasi pembangunan yang diamanatkan oleh rakyat saat ini agar tujuan terbentuknya Lembaga Legislatif ini benar-benar dilaksanakan sesuai dengan koridor amanah undang-undang bukan atas kemauan pribadi-pribadi para anggota dewan. Menurut Prof.DR.Tjahya Supriatna,SU (1999), mengemukakan bahwa reformasi pembangunan saat ini menjadi kebutuhan dan tuntutan rakyat Indonsia yang bersumber dari nilai budaya bangsa dan mempunyai prinsip-prinsip supermasi hukum.

Pembaharuan hukum bukan berarti melegitimasi kekuasaan dalam pemyelenggaraan pemerintahan (baca:DPRD), karena akan menjurus ke hegemoni kekuasaan. Akan tetapi upaya untuk mengatur dan menegakkan keadilan dan transparansi dalam proses bermasyarakat. Dalam kaitan itu, sistem pemerintah daerah di sulawesi tenggara yang merupakan bagian dari sistem tata negara Indonesia, dimana bentuk pemerintahan di daerah terdiri dari Legislatif dan Eksekutif. DPRD sebagai lembaga Legislatif berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mempunyai Tugas dan Wewenang, Hak serta Kewajiban yang diktumnya cukup jelas dalam undang-undang tersebut dan tidak sama sekali disebutkan sebagai Lembaga Terhormat atau Lembaga Politik. Sehingga pada dasarnya bila masyarakat masih menjumpai ada anggota dewan ketika membuka atau memimpin rapat dalam lingkungan sekretariat dewan masih juga melontarkan kata-kata DPRD sebagai Lembaga Terhormat atau Lembaga Politik, maka bisa dipastikan anggota dewan dimaksud berprilaku buruk dan tidak dalam kapasitasnya mencerminkan prilaku wakil rakyat.

Miftah Thoha dalam bukunya Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara (2006), mengatakan bahwa prilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi (baca:DPRD) atau suatu kelompok tertentu (baca:partai politik). Aspek-aspek tingkah laku manusia bisa meliputi tata krama, sopan santun, budi pekerti, berbudaya, tenggang rasa, memiliki rasa malu atau tidak korupsi. Oleh karena itu pemerintah di sulawesi tenggara sudah saatnya menegakkan legitimasi pemerintahan yang normatif dan berpihak kepada rakyat, merupakan suatu konsep yang berkenan dengan keabsahan dari segi Legality dalam membangun sistem politik dan pemerintahan ditandai oleh Institutional Capability yang memperoleh krediabilitas dan akseptabilitas dari seluruh masyarakat di daerah ini.

Menurut J.Blondel (1995), Legitimasi Pemerintahan ialah suatu upaya membangun proses politik dan pemerintahan yang mendapat kepercayaan rakyat (public authorities). Kepercayaan rakyat secara integritas diamanahkan melalui prinsip dasar politik, sosial, budaya dan administrasi publik. Pada akhirnya bila kita mau jujur dan konsekuen, maka DPRD bukanlah Lembaga Politik atau Lembaga Terhormat, melainkan Lembaga Legislatif atau Lembaga Perwakilan Rakyat. Juga bukan Lembaga Perwakilan Partai, sebab partai tidak secara langsung menunjuk mereka para anggotanya menjadi anggota dewan, melainkan melalui perutusan yang ditempatkan pada daerah pemilihan dimana rakyat yang memutuskan memilih atau tidak memilih. Rakyat kita saat ini sudah banyak hidup susah dan menderita dan lapar akibat makin naiknya harga bahan kebutuhan pokok yang semakin tak mampu dikendalikan oleh para anggota DPRD sebagai lembaga aspirasi rakyat di daerah. Pada kondisi demikian ini jangan lagi rakyat diperbodoh dengan statemen dan argumentasi-argumentasi politik praktis. ***

Senin, 11 Juli 2011

ANTARA PENGETAHUAN DAN KEBENARAN

 OLEH : ALI HABIU



I. PENDAHULUAN
Ketika kita lahir ke dunia, apakah anda telah tahu akan sesuatu ?. Terlahir seperti kertas putih, “tabula rasa”, demikian kata John Locke. Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, terdorong naluri untuk ingin tahu, iapun bertanya : apakah ini ?. Dari mana datangnya ?, Apa sebabnya demikian?, Mengapa demikian?. Manusia yang semula tidak tahu berusaha untuk tahu dan kemudian mencari tahu, hingga keingin tahuan itu terpenuhi. Jika keingintahuan terpenuhi, untuk sementara ia merasa puas. Namun banyak hal-----tampak maupun tidak, ada yang mungkin ada, yang berarti masih harus diuji kebenarannya----mengelilingi manusia. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu, membuat pertanyaan lain terus bermunculan. Sepanjang hidup, manusiapun bertanya, berusaha mengetahui segala sesuatu, termasuk hal-ihwal diri sendiri. Demikian…, sepanjang hidup manusia dirangsang oleh alam sekitarnya untuk tahu. Yang terutama terkena rangsangan adalah indranya : seperti penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan panca indra disebut : pengalaman. Pengalaman ketika tersentuh rangsangan, manusia bereaksi. Reaksi ini dicetuskan dengan pernyataan, misalnya : bahwa mangga itu masam, bunga itu wangi atau kopi itu pahit. Namun, pengalaman semata tidak bisa membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman hanya memungkinkan seseorang menjadi tahu. Hasil tahu itu disebut pengetahuan. Pengetahuan ada jika manusia demi pengalamannya mampu mencetuskan pernyataan atau keputusan atas obyeknya : bahwa mangga itu----yang satu itu masam !. Dengan kata lain, orang tidak dapat menmberikan pernyataan atau keputusan demi pengalamannya dikatakan tidak berpengetahuan (Poerdjawijatna, 1983 :14-16). Apabila pengetahuan tidak sesuai dengan obyeknya, disebut keliru. Sebaliknya jika pengetahuan sesuai dengan obyek, maka dikatakan benar. Persesuaian antara pengetahuan dengan obyek dinamai kebenaran. Ketika anda memberi putusan tentang Alihabiu, Oh…, saya tahu, Alihabiu itu yang berambuk lurus dan tidak berkumis tipis. Artinya, terdapat ketidaksesuaian antara tahu dan obyeknya. Maka dikatakan bahwa Anda keliru. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyek, yakni pengetahuan obyektif atau kebenaran obyektif : adanya persesuaian antara tahu dengan obyeknya. Pengetahuan yang salah ialah pengetahuan yang tidak sesuai dengan obyeknya, yaitu pengetahuan subyektif atau kebenaran subyektif : tidak adanya persesuaian antara tahu dengan obyeknya. Oleh karena itu, suatu obyek memiliki banyak aspek, sukar mencakup keseluruhannya. Artinya, sulit mencapai seluruh kebenaran. Yang penting, sekurang-kurangnya pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan aspek yang diketahui. Jika seseorang tidak tahu tentang salah satu aspek dari satu obyek, ia bukan keliru melainkan dikatakan bahwa pengetahuannya tidak lengkap. Kekeliruan baru terjadi jika manusia mengira tahu tentang suatu aspek, tetapi aspek itu tidak ada pada obyeknya : dinyatakan bahwa Alihabiu berambut lurus tidak berkumis nyatanya berambut ikal dan berkumis. Sehubungan dengan persesuaian antara pengetahuan dan obyek yang dinamakan kebenaran tersebut, pembahasan pada makalah ini akan di uraikan dan dibatasi lebih spesifik tentang Kebenaran Obyektif dan Kebenaran Subyektif yang dikonteskan seseorang untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan. 

II. PEMBAHASAN 

A. KEBENARAN OBYEKTIF 
Kaum obyektif berasumsi bahwa prinsip-prinsip kebenaran tidak bergantung pada waktu, tempat dan hal-hal tertentu. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh ahli ilmu pengetahuan diperoleh data bahwa semua benda dalam alam semesta ini bergerak. Prion dan bermacam-macam jasad renik lainnya seperti virus, bakteri dan protozoa bergerak. Tujuan utama adalah mencari makan. Berbagai sistem organ dalam organisme yang lebih kompleks seperti manusia, binatang selalu bergerak supaya organisme itu tetap hidup, artinya dari hasil penelitian didapatkan data bahwa setiap mahluk yang ada dijagat raya ini saling berhubungan satu sama lainnya. J.G.Fitche menggambarkan generasi dari pengetahuan. Fenomena dunia adalah dihasilkan oleh semangat sebagai subyek. Yang dibawah keluar dari dunia itu sendiri. Sekumpulan obyek yang ada di dunia bertentangan antara satu dengan yang lainnya, tergantung atas siapa yang menemukannya. Beberapa analisa dari J.G.fitche telah mencoba untuk memperbaharui secara ilmiah dalam proses menghasilkan ilmu pengetahuan meskipun penemuannya banyak menuai tantangan dari para ahli sesudahya. Thomas Khun menyarankan bahwa pengetahuan adalah legitimasi melalui perjuangan politik antara ahli ilmu pengetahuan murni dengan para ahli pengetahuan yang tidak murni (baca :tidak jujur/tidak masuk akal). Ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh metode mana yang dipercaya yang menjadi sumber apakah rasionalisme atau empirisme tergantung dari obyek studi. Oleh karena itu epistemologi merupakan bidang filsapat ilmu yang mempersoalkan tentang hakikat kebenaran, mengingat semua pengetahuan akan mempersoalkan tentang kebenaran. Empirisme merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakekatnya berdasarkan pengalaman atau empiris melalui alat indra. Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata berdasarkan akal karena dipandang sebagai spekulasi yang tidak berdasarkan realitas sehingga beresiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus berdasarkan kenyataan sejati sebagaimana yang telah dikembangkan oleh John Locke, Berkeley, David Hume. Rasionalisme merupakan aliran yang telah lama dikembangkan oleh para pemikir filsafat, yang dimulai sejak filsafat Plato dengan membicarakan tentang akal ternyata dapat mempengaruhi budi pekerti. Kemudian menyusul Aristoteles yang menyatakan bahwa akal adalah kekuatan yang tertinggi dari jiwa manusia, sampai dengan perkembangan sesudahnya yang dikembangkan oleh Hobbes (1651-1762). Aliran Rasionalisme merupakan paham yang menekankan rasio atau kerja akal yang selanjutnya disebut logika sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Akal merupakan otoritas terakhir dalam menentukan kebenaran. Rasionalisme telah terbit sejak zaman yunani kuno, dimana dimasa itu jenis pengetahuan manusia pada umumnya filsafat dan ilmu hitung yang saat ini disebut ilmu hitung atau metamatika dan statistika. Pengetahuan yang ada saat ini diperoleh secara langsung melalui sumber kemampuan indra penemunya dan secara tidak langsung melalui tahapan penyimpulan akal pikirannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kepastian kebenaran akan diperoleh secara berbeda-beda. Perbedaan itu dapat diuraikan sebagai berikut : • Pertama : Perbedaan ditentukan oleh “kemampuan pengindraan” dari setiap orang. Kemampuan pengindraan setiap orang dipengaruhi oleh posisi dan kepentingan masing-masing terhadap obyek studi. Kondisi ini masih ditambah lagi dengan fakta bahwa setiap organ indrapun mempunyai kemampuan yang berbeda-beda bahkan sering bertentangan antara satu organ dengan organ lain. Secara medis dapat dibuktikan bahwa semua manusia para ahli atau pemikir memiliki berat otak di atas 1350 gram yang jauh lebih berat jika dibanding dengan berat otak manusia bukan ahli atau pemikir hanya memiliki berat rata-rata 1200 gram. Sehingga dari sejumlah sel-sel otak yang berat tersebut dapat menghasilkan kemampuan pengidraan, pluralitas pengetahuan mencerminkan adanya pluralitas kebenaran. • Kedua : Perbedaan ditentukan oleh “kemampuan akal fikiran” yang berbeda-beda bagi setiap manusia. Setiap internal genetik manusia memiliki bakat kecerdasan setiap subyek berbeda-beda tergantung dari faktor gens dan asal keturunan manusia itu. Dan secara eksternal terhadap setiap subyek manusia, bahwa pengaruh lingkungan pergaulan dan alam juga amat berbeda-beda kualitas dan kuantitasnya. Semua kondisi ini akan menentukan kualitas subyek terhadap obyeknya. Oleh karena itu dalam rangka mendapatkan kebenaran yang dapat dipercaya, maka cara mengetahui kebenaran menurut pengindraan harus dikembalikan pada sikap obyektif pelakunya. Dengan sikap subyektif, selanjutnya pelaku harus mampu menarik kesesuaian dari setiap optimasi indranya. Disamping itu agar kebenaran yang diperoleh lebih dapat dipercaya, maka akal pikiran harus mampu bekerja secara intensif dan konsisten dalam melakukan analisis dan sintesis obyek. Berdasarkan kedua cara pandang tersebut, persoalan kemudian muncul adalah apa yang sebenarnya dapat diketahui manusia baik melalui pengindraan maupun melalui akal pikiran itu. Persoalan ini muncul disebabkan bahwa baik indra maupun akal pikiran selalu berada dalam keterbatasan. Padahal obyek pengetahuan didalam diri seseorang memiliki bagian-bagian baik jenis dan sifatnya cenderuing tak terbatas. Berdasarkan fakta ini maka postulat dapat disimpulkan bahwa kebenaran pengetahuan mengenai suatu obyek hanya dapat diperoleh sebatas kemampuan pengindraan dan akal pikiran seseorang. Sedangkan pengetahuan sejati atau paripurna mengenai kebenaran suatu obyek adalah di luar jangkauan manusia. Manusia mempunyai sifat dan bawaan yang selalu ingin tahu tentang apa saja---sampai pada tingkat yang paling hakikipun. Dorongan ingin tahu seperti ini sehubungan dengan kodrat manusia untuk selalu ingin mengetahui rahasia alam semesta dimana lingkungan dia berada. Melalui indra dan kemampuan akal pikiran manusia akan membentuk kepribadian ilmu kedalam dua karakter, yakni : empiris dan rasional. Proses metodik dalam rangka memperoleh kebenaran, secara epistemologis harus ditopang dengan sebuah sistem. Sistem akan menghubungkan secara teratur dan konsisten antara bagian-bagian yang akan membentuk suatu bangunan yang utuh. Dalam ilmu pengetahuan sistem diperlukan agar obyek formal dalam penyelidikan lapangan dan cara kerjanya tetap dalam konsistensi dan keteraturan. Adanya corak ragam perbedaan obyek materi dalam ilmu pengetahuan akan tersatukan dalam sistem interdisipliner. Dan corak ragam perbedaan dalam metode ilmu pengetahuan akan tersatukan dalam metode ilmiah. Kebenaran ilmiah akan ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut adanya teori yang menunjang dan dapat dibuktikan dengan bukti empiris dari hasil uji lapangan. 

B. KEBENARAN SUBYEKTIF 
Obyektivitas sebagai suatu hierarki mengungkapkan bahwa seorang ahli ilmu pengetahuan memiliki tanggung jawab pribadi tentang ilmu pengetahuan yang mereka temukan. Jika seseorang ahli ilmu pengetahuan mengajukan proposal penelitian kemudian tidak mendapatkan legitimasi atau proposal ditolak, kemudian mereka tetap memaksakan hal itu untuk diterima dan tetap melakukan penelitian, maka ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari hasil penelitiannya bisa keluar dari jalur standar kontrol. Pada kondisi demikian, penemuan ilmu pengetahuan yang didapatkan kemungkinan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena tidak dapat ditunjang oleh syarat-syarat ilmiah (teori, instrumentasi dll). Namun penemuan ilmu pengetahuan pada katagori ini merupakan penemuan ilmiah yang hanya dipertanggungjawabkan secara pribadi. Pada kondisi demikian ini hasil temuan ilmiah yang diperoleh merupakan kebenaran subyektif. Para ahli ilmu pengetahuan barangkali tidak mampu memprediksi konsensus dari pengetahuan yang mereka telah legitimasikan. Kaum obyektif memberi kebebasan kepada para ahli ilmu pengetahuan terhadap kesepakatan yang mereka telah bangun. Sedangkan kaum subyektif harus terlebih dahulu meminta secara tegas kepada semua aktor atau pelaku ahli ilmu pengetahuan untuk senantiasa harus dapat menerima hasil penemuan yang mereka telah lakukan. Pada zaman dahulu kala, terdapat kebingungan dari para ahli ilmu pengetahuan dari kaum obyektif dalam melihat kenyataan atas suatu pandangan terhadap kehidupan dunia fana ini---ketika mereka melihat sebuah benda yang memiliki warna, bau dan kotor yang belum bisa diukur secara rasional. Pada kondisi demikian kaum subyektif melihatnya melalui pandangan empirisme dalam menyamakan pengalaman dan realitas tanpa melalui pengalaman sehingga mereka tidak mengalami kebingungan dalam melihat kehidupan di dunia fana ini meskipun pandangannya tidak rasional.****

Minggu, 10 Juli 2011

PENGAKUAN PANCA SILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Oleh : Ali Habiu


Semenjak kita memasuki orde reformasi mulai tahun 1988 lalu, seluruh kehidupan organisasi sosial mulai dari organisasi pemuda, pelajar, mahasiswa, sampai organisasi politik tidak lagi mengakui adanya azas tunggal yakni Panca Sila sebagai dasar falsafah Negara republik Indonesia. Kecuali hanya yang masih tersisa yakni pada organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yakni diakui pada setiap upacara tanggal 17 setiap bulannya mereka masih membacakan teks Panca Sila disertai seluruh peserta upacara. Demikian juga dalam acara memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia setiap tanggal 17 Agustus, naskah Panca Sila masih tetap dibacakan oleh Ketua MPR dan diikuti oleh seluruh peserta upacara secara khidmad Pada organisasi keagamaan, misalnya Front Pembela Islam (FPI) dasar falsafah organisasi mereka adalah Al Qur’an dan Hadist. Organisasi ini baru dikatakan sukses jika bisa memperjuangkan syareat islam kepada siapapun, misalnya demo-aksi dengan melakukan kegiatan pemberantasan tempat-tempat maksiat seperti judi dan pelacuran tanpa kompromi dan membabi buta. Sebagai alasan bahwa judi dan pelacuran bertentangan dengan ajaran syareat islam, olehnya itu harus dibasmi. Sementara mereka hidup dan mengembangkan organisasinya di Negara Republik Indonesia yang nota bene seluruh sendi prikehidupan belandaskan Panca Sila yang berkeTuhanan Yang Maha Esa dan berPersatuan Indonesia.

Lain halnya dengan penyebaran kristenisasi melalui pogram menggembala domba yakni dengan mendatangi orang-orang miskin, dengan demo-aksi memberi modal, menjamin kehidupannya lalu menarik mereka masuk agama Kristen sebagai mana disebutkan dalam ceramah dengan judul Strategi Global Penghancuran Ummat Islam oleh Ustaza Irine Handoyo. Sementara Penggembala tadi hidup di Negara Indonesia yang memegang azas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Belum lagi para aktivis organisasi mahasiswa yang kadang sudah merasa benar sendiri dengan membenarkan konsep teoritikal yang telah meraka pelajari, lantas sebentar-sebentar mereka turun ke jalan atau ke kantor-kantor pemerintah melakukan demonstrasi, padahal mereka hidup di bumi Panca Sila yang menganut faham, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Fenomena munculnya rancangan Undang-Undang anti Pornografi dan Porno aksi (RUU-PP) yang kini banyak menuai tantangan dari hampir sebagian besar penduduk di negeri ini, adalah tidak lain merupakan produk dari golongan tertentu sebagai patro client untuk memukul rata kehendak berdasarkan syareat islam. Padahal Negara ini didiami oleh berbagai ethnis suku bangsa dan berbagai budaya serta berKetetuhanan Yang Maha Esa dan berPersatuan Indonesia. Sehingga jika dipaksakan RUU-PP di undangkan maka potensi konflik horizontal antar ethnis dan budaya tak dapat dihindari, dapat memecah belah pri kehidupan bangsa dan Negara.

Munculnya perbedaan penafsiran RUU-PP pada dramatikal penegakan syareat islam ala Gusdur yang mewakili islam fundamentalis dan Habib Rizqi berorientasi islam teoritis tak lain menggambarkan bahwa sesungguhnya dizaman yang makin edan ini pemahaman kita tentang islam tidak lagi paripurna sebagaimana asal mula ajaran yang dikembangkan oleh para sunan atau wali allah ketika membawa ajaran ini masuk ke Indonesia abad IX silam. Ketika itu ajaran islam itu amat sempurna yakni dengan mengembangkan ajaran secara berjenjang mulai dari syareat, hakikat, tarikat dan ma’rifat yang pada dasarnya tak ada pertentangan satu dengan lainnya. Sementara itu, saat ini kita semua diperhadapkan pada konplikasi masalah antara pemahaman syareat saja yang konon hanya sebagai lapisan luar dari sebuah pemahaman ajaran islam seutuhnya. Ketika pada hari senen tanggal 19 juni 2006 lalu pemerintah mengumumkan secara serempak kelulusan para adik-adik kita yang telah mengikuti ujian nasional, perayaan sebagai simbol kemenangan bagi mereka yang telah lulus dilakukan dengan oret-oret baju dengan cat, pawai kompoi kendaraan sampai pesta miras dan seks. Tanpa disadarai bahwa budaya ini adalah produk westernisasi bangsa barat disaat secara nasional kita semua tidak lagi diajarkan mata pelajaran Moral/Budi Pekerti serta Adab Kemasyarakatan. Padahal nenek moyang kita dahulu kala telah ajarkan para kakek,nenek, dan kedua orang tua kita tentang adat istiadat dan budaya nusantara secara turun temurun sebagaimana azas Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Ketika pemerintah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN, ternyata di lapangan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah pelaksanaan KKN makin tak terkendali yang membuat perbedaan mencolok antara kehidupan sosial ekonomi para pejabat dengan rakyat jelata.

Sementara itu mereka para pejabat hidup di sebuah Negara yang berlandaskan Panca Sila yang mengandung azas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dan seubrik masalah sosial, politik dan kemasyarakatan yang kini sedang dihadapi oleh bangsa ini yang mana dalam penulisan ini tidak disebutkan satu persatu. Hampir semua kejadian itu berpotensi munculnya perpecahan antar ethnis, desintegrasi bangsa dan distorsi budaya bangsa. Pada peringatan hari lahirnya Panca Sila 1 Juni 2006 lalu, presiden republik Indonesia Susilo Bambang Yudiyono merayakannya dengan memberi pidato politik yang isinya mengutarakan perlunya kembali Panca Sila dijadikan dasar kehidupan bangsa dan negara setelah sejak tahun 1988 lalu atau selama 8 tahun lamanya kita semua meninggalkannya. Untunglah pak SBY segera menyadarinya, ketika bangsa ini memasuki era reformasi pemahaman dasar philosofische gronslag Negara RI hampir saja hilang ditelan oleh dasyatnya gelombang neo liberalisme dan neo kapitalisme.

Panca Sila pada hakekatnya adalah merupakan jiwa bangsa Indonesia dan merupakan sifat pribadi rakyat kita atau merupakan kepribadian rakyat Indonesia dalam lingkungan kenegaraan. Tidak mudah mendirikan sebuah Negara, apalagi Negara kita ini diperebutkan dengan perjuangan dan pengorbanan, sehingga pada saat sidang pertama Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Bangsa Indonesia (BPPKBI) tanggal 29 mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dengan pokok acara membicarakan apa yang akan dipakai sebagai dasar Indonesia Merdeka. Ada macam-macam pendapat yang dikemukakan selama sidang yang berlangsung 3 hari tersebut, namun usulan Bung Karno yang materinya secara gaib didapatkan saat dia diasingkan oleh Belanda di pulau Digul Ende, tepatnya dibawah pohon beringin ketika beliau merenungkan persiapan kemerdekaan Negara ini. Maka didepan Badan Penyidik itu Bung Karno mengutarakan dan mengusulkan Lima Sila sebaiknya dipakai sebagai dasar Indonesia Merdeka. Dan Lima Sila itulah yang dinamakan Panca Silka dan 1 Juni 1945 dianggap sebagai hari lahirnya Panca Sila.

Sesudah itu perkembangan lima dasar panca sila ternyata mengalami kemajuan dalam pri kehidupan masyarakat ketika itu, sehingga tak lama kemudian Panca Sila resmi dicantumkan dalam dokumen-dokumen bersejarah dan resmi dicantumkan dalam Mukkadimah UUD-45 dan mulai berlaku tanggal 18 Agustus 1945. Oleh karena itu retrospeksi Bapak Presiden Susilo bambang Yudiyono ketika membacakan pidato Politiknya dalam memperingati hari lahirnya Panca Sila 1 Juni 2006 ini perlu disikapi dengan serius oleh seluruh bangsa Indonesia, karena Panca Sila itu merupakan dasar berdirinya Negara ini yang harus tetap dipedomani secara konsisten dalam kondisi perubahan orde apapun, agar seluruh sistem prikehidupan dalam berbangsa dan bernegara berdasarkan norma-norma yang telah diatur oleh Panca Sila.

Adapun diskripsi teoritis pemahaman nilai-nilai pasal demi pasal dalam Panca Sila itu menurut Drs.Soekarno dalam bukunya Tata Negara Republik Indonesia (1960) dapat diuraikan sebagai berikut :



  1. Ketuhannan yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa terletak pada sila pertama yang bermakna bahwa Tuhan YME tidak bisa dipersekutukan dengan apapun, DIA adalah zat tertinggi dan mengatur seluruh kehidupan. Dengan adanya dasar Ketuhanan yang Maha Esa berarti Negara RI mengakui dan percaya adanya Allah SWT, Tuhan YME. Juga Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing serta untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 UUD-45). Mengenai kebebasan beragama ini, Bung Karno dalam pidato lahirnya Panca Sila tanggal 1 Juni 1945 antara lain mengatakan ….”yang islam menyembah tuhannya menurut petunjuk ajaran Nabi Muhammad SAW, yang Kristen menyembah tuhannya menurut petunjuk yang diajarjan oleh Nabi Isa Al Masih, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab Sidarta Gautama. Dengan demikian itu jelaslah bahwa Negara kita yang terdiri dari ribuan pulau, ribuan suku dan adat istiadat ini menghendaki agar kehidupan beragama dapat berjalan tenteram, rukun dan damai serta salin hormat menghormati satu sama lainnya. Ketuhanan Yang Maha Esa mengilhami seruruh kehidupan manusia karena dia adalah zat yang menggerakkan roh jiwa dalam tubuh manusia. 
  2. Kemanusiaan Yang Adil Dan beradab Dasar ini lahir karena pandangan hidup yang menganggap bahwa semua manusia yang hidup dimuka bumi ini adalah sama; mereka adalah sama-sama berasal dari ciptaan Tuhan YME dari setetes air mani bersenyawa dengan indun telur dan dihamilkan, keluar dari rahim ke dunia melalui pintu yang sama yakni vagina. Pandangan demikian ini menimbulkan pengertian yang luas bahwa manusia dalam mendiami muka bumi ini sesungguhnya tidak terikat oleh batas batas Negara atau bangsanya sendiri, melainkan selalu membuka pintu bagi persahabatan dunia atas dasar sama derajat. Dengan demikian atas dasar ini pula akan menentang faham kebangsaan yang sempit seperti yang dianut oleh Hittler. Dasar pandangan ini tidak membenarkan adanya penjajahan dimuka bumi karena bertentangan dengan pri kemanusiaan dan pri kebangsaan serta hak dari setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam pri kehidupan manusia senantiasa mengandung faham adil dan bijakasana serta penuh tata krama dengan sikap peradaban yang tinggi. Tata krama sosial dan sikap peradabannya dibina melalui sistem adat istiadat, tradisi dan budaya setiap golongan atau kelompok masyarakat. Oleh karena itu dalam setiap hubungan antar manusia dari berbagai golongan agama, ethnis dan budaya senantiasa berkeadilan dan beradab dan saling hormat menghormati, harga menghargai satu dengan lainnya. 
  3. Persatuan Indonesia. Paham Persatuan Indonesia atau Kebangsaan adalah suatu dasar faham yang dapat menimbulkan persatuan yang seerat-eratnya antar semua warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik itu Warga Negara Indonesia (penduduk asli) maupun Warga Negara Asing (pendatang). Sehingga dengan demikian itu kita tidak menganut faham perbedaan antara suku-suku bangsa, golongan dan agama, tetapi kehidupan berbangsa kita berdasar satu tekad yakni cita-cita bersama memajukan kehidupan bangsa dan negara. Walaupun di atas sudah dikatakan bahwa manusia diseluruh dunia ini adalah sama, sama-sama machluk Tuhan dan semuanya merupakan satu keluarga besar, ini tidak berarti bahwa tidak perlu adanya dasar kebangsaan Indonesia. Dasar kebangsaan ini perlu sekali. Dengan dicantumkannya faham Prikemanusiaan disamping faham Kebangsaan berarti faham kebangsann Indonesia bukanlah faham kebangsaan yang sempit yang hanya mengangungkan bangsanya sendiri dan merendahkan bangsa lain. Tetapi adalah suatu dasar kebangsaaan yang menuju kepersaudaraan dunia, hormat-menghormati satu sama lain walaupun lain suku maupun agama. Dengan demikian Persatuan Indonesia bukan untuk kepentingan sesuatu golongan tertentu saja melainkan untuk segala golongan dan seluruh warga Negara. Dan ditujukan kearah hidup berdampingan berdasar atas sama derajat antar bangsa-bangsa dan ber upaya melaksanakan terciptanya perdamaian dunia yang kekal dan abadi (pasal 35 dan 36 UUD-45). 
  4. Kerakyatan Sila ke-4 dari Panca Sila menurut UUD-45 ini lengkapnya adalah “kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawatan/ Perwakilan”. Yang dimaksud dengan kerakyatan ialah dasar demokrasi. Oleh karena itu dengan mencantumkan dasar kerakyatan sebagai salah satu sila dari Panca Sila itu, jelaslah bahwa Republik Indonesia menganut fahan Demokrasi. Ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi untuk mengatur Negara dan rakyat tidaklah terletak pada tangan seorang atau beberapa orang, melainkan terletak ditangan seluruh rakyat yang dipimpin oleh kebijaksanaan melalui perundingan atau musyawarah yang dilakukan oleh wakil-wakil yang duduk di MPR, DPR (DPD) yang telah dipilih oleh rakyat. Dalam pengertian simbolik kekuasaan yang tertinggi dalam roh jiwa batang tubuh manusia untuk mengatur diri manusia adalah akal pikiran dan roh jiwa, sehingga manusia dapat berlaku bijaksana, mufakat dan demokratis. Bagi Bangsa Indonesia, sebenarnya soal demokrasi itu bukanlah barang baru. Ia sudah lama hidup dan menjadi watak serta kebiasaan yang dijunjung tinggi oleh para leluhur nenek moyang kita. Suatu demokrasi yang berdasar atas meusyawarah atau mufakat saling menghormati antar pendapat yang berbeda-beda. Dalam UUD-45 yang belum direvisi, pada pasal 1 mengatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk republik. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” 
  5. Keadilan Sosial.   Sila ke-5 Panca Sila lengkapnya adalah “keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Yang dimaksud dengan keadilan sosial ini adalah dasar yang bertujuan untuk menciptakan persamaan, kesejahteraan harta dan benda. Dengan jalan menghilangkan perbedaan yang besar dan mencolok antara kemakmuran yang dimiliki oleh warga Negara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu azas keadilan sosial ini juga sering disebut azas kesejahteraan atau azas yang menghendaki tidak adanya kemiskinan dalam Negara. Dengan demokrasi dalam lapangan politik saja tidaklah cukup, sebab justru kaum kapitalis akan merajalela menimbulkan orang yang kaya makin kaya dan orang miskin makin banyak yang terlantar. Oleh karena itu demokrasi yang dipakai di Indonesia yang oleh Bung Karno dinamakan Demokrasi Terpimpin, tidak hanya demokrasi dalam lapangan politik saja, melainkan juga meliputi demokrasi ekonomi yang menghendaki kesamaan kesejahteraan harta benda bagi warga negaranya. Dan juga demokrasi sosial yang memandang sama kepada segenap golongan masyarakat, baik apakah dia itu rakyat jelata yang miskin papa, maupun dia itu dari golongan ningrat atau dari golongan orang kaya, penguasa atau konglomerat. 
Jadi demokrasi yang dianut adalah demokrasi yang didalamnya terdapat keadilan sosial. (pasal 27 dan 28 UUD-45). Dalam kondisi prikehidupan Bangsa dan Negara yang makin caos saat ini, diperlukan kesadaran seluruh warga Negara, seluruh rakyat Indonesia untuk kembali menghayati falsafah dasar Negara yakni Pansca Sila. Sebab dengan mengamalkan dan meningkatkan kajian substansi pemahaman Panca Sila dalam pri kehidupan sehari-hari, Negara ini akan tentram dan damai. Segala persoalan dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, dan kita dapat menerima dan menghormati segala perbedaan dengan adil dan bujaksana. Kepada semua manusia sama derajat dan kedudukan, saling hormat menghormati dalam menjalankan faham agama yang kita anut---- sehingga kelak jadilah bangsa ini menjadi bangsa panutan dari seluruh bangsa-bangsa didunia. Negara Indonesia bukanlah Negara islam, Negara sekuler atau Negara sekelompok golongan tertentu, tetapi melainkan Negara milik seluruh rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai ras (ethnis), golongan, agama dan suku bangsa; yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berKemanusiaan yang adil dan beradab, berPersatuan, berKerakyatan yang terpimpin serta berKeadilan sosial. Disaat-saat Negara ini mengalami kegoncangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harapan kita semua semoga pemerintahan SBY dapat segera mengatasi dan mencari solusi terbaik dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan sesama anak negeri. Ajakan SBY dalam pidato ketika memperingati hari lahirnya Panca Sila 1 Juni 2006 lalu merupakan tombak sejarah untuk mengingatkan kita semua betapa pentingnya pemahaman Panca Sila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Kiranya pemerintahan SBY mulai saat ini dapat mengangkat kembali pendidikan yang pernah dulu diajarkan di negeri ini yaitu pendidikan Budi Pekerti serta Adab Kemasyarakatan sebagai salah satu syarat pendidikan nasional yakni dengan memasukannya dalam kurikulum nasional dan diajarkan mulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA sampai Perguruan Tinggi dengan muatan materi lebih konstektual, substansif melalui pendekatan ethnologis budaya masing-masing ethnis daerah yang terdapat di wilayah republik Indonesia.

Oleh karena itu modul materi P-4 yang pernah diajarkan dan dianggap gagal dimasa kekuasaan orde baru perlu diperbaharui kembali dengan merevisi atas semua muatan materi yang tidak relevan dengan seluruh budaya prikehidupan bangsa Indonesia yakni dengan membuat modul yang bertendensi sosio-religius bermuatan budaya nusantara dan budaya manusia beragama ala Indonesia. Modul itu kita namakan pendidikan Moral dan Budi Pekerti serta pendidikan Adab Kemasyarakatan sebagai wujud pengamalan seluruh rakyat Indonesia terhadap Panca Sila. ***

MORATORIUM PENERIMAAN PEGAWAAI NEGERI SIPIL

OLEH : AHMAD RESTU


MORATORIUM penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diusulkan Ketua DPR Marzuki Alie (Radar Lampung,1/7/2011) patut mendapat respons positif. PNS yang selama ini dikenal sebagai birokrasi abadi dalam negara menjadi beban tersendiri dalam anggaran APBN di Indonesia. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN)dan Reformasi Birokrasi (RB) mencatat, jumlah PNS di Indonesia per Mei 2011 mencapai 4.708.330 orang atau 2,03 persen dari jumlah penduduk. Beban APBN per tahun mencapai Rp 180 triliun untuk gaji PNS termasuk pensiunan. Dalam hal ini negara menjadi terbebani dengan kewajiban terhadap PNS yang selama ini terlihat tidak maksimal membawa perubahan bagi manajemen pembangunan negara. Birokrasi PNS juga mencerminkan kinerja yang buruk dalam melayani masyarakat. 
 
Sumber Kompas.com (30/6/2011) menyebutkan menurut Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, pihaknya mencatat 30 persen hingga 70 persen anggaran yang dialirkan ke daerah digunakan hanya untuk menutup anggaran belanja pegawai. Jadi, tidak ada ruang fiskal untuk membangun infrastruktur. Dana alokasi umum (DAU) dalam APBN 2011 sebesar Rp 225,5 triliun, di mana sebagian besar dialokasikan untuk gaji pegawai. Namun, Sekretaris Menteri PAN dan RB Tasdik Kinanto menegaskan, kendati Kemenkeu mendorong adanya pensiun dini, kementeriannya menilai, jumlah PNS secara nasional masih wajar. Namun, diakui, masih ada masalah dalam kualitas dan distribusi PNS di daerah-daerah. Perekrutan PNS pun selama ini menuai polemik, karena terindikasi penuh kecurangan dan menjadi salah satu penyebab kendala yang dihadapi negara dalam merekrut PNS. 
 
Manajemen perekrutan PNS yang sering mendapat pesanan dari para pemangku pemerintah daerah kerap kali terjadi walaupun susah untuk dibuktikan. Hal ini pun sudah menjadi rahasia umum bagaimana kursi PNS menjadi permainan para pemangku kebijakan baik di daerah maupun di pusat. PNS dan Birokrasi Malas Seringkali terlihat PNS yang membawa dampak buruk bagi manajemen daerah adalah adanya PNS yang memiliki kehendak pemalas. Hal ini terjadi beberapa alasan kenapa Indonesia didapati banyak PNS yang seperti ini. Pertama, PNS direkrut atas dasar pesanan dan masuk dengan uang sogokan yang sudah ditentukan jumlahnya mulai dari Rp 100-250 juta. Oknum pejabat pemerintah daerah pun diuntungkan secara individu. Dalam hal ini kualitas PNS dipertanyakan karena direkrut bukan berdasarkan kemampuan. Kedua, PNS memiliki mindset aman dengan gaji yang tetap diterima walau kinerja sama saja bahkan tidak memberikan kepuasan yang signifikan. 
 
Cara pandang seperti ini semakin mencitrakan PNS adalah birokrasi pemalas yang selalu mendapat gaji seumur hidup dan ditanggung hidup oleh negara. Ketiga, perekrutan PNS kurang direncanakan sehingga negara terbebani akibat banyak PNS yang kurang memiliki fungsi apalagi menjadi kendala dalam kondisi Indonesia sebagai negara berkembang untuk maju. Beberapa contoh yang terjadi dalam perekrutan PNS yang tidak efektif bagi negara seperti banyaknya PNS yang ada dalam lingkungan pemerintah daerah. Staf pegawai yang sering didapati di pemerintahan daerah, yang kebanyakan menganggur dan banyak melakukan aktivitas yang mubazir di jam kerja seperti main catur dan main kartu. 
 
Para pegawai PNS yang direkrut dan membuat struktur birokrasi menjadi gemuk semakin tahun semakin membebani anggaran APBD daerah hingga 70% sehingga keuangan daerah pada akhirnya miskin pembangunan karena habis untuk belanja gaji pegawai. Contoh lain adalah perekrutan TNI, Polisi dan Satpol PP yang sering terdapat kejanggalan dalam manajemen kerja sehingga lebih banyak mengerjakan kegiatan indisental. Seperti polisi akhirnya menjadi preman jalanan yang sering memalak rakyat bak penjahat pungutan liar. 
 
Polisi seharusnya bekerja dalam pemeliharaan keamanan tapi kenyatannya polisi sering menjadi ancaman bagi keamanan masyarakat karena mencari-cari masalah terhadap masyarakat yang berkendaraan. Sering juga kita dapati polisi baku tembak dengan TNI angkatan darat karena gagah-gagahan senjata di ranah sipil. Indonesia yang memiliki letak wilayah geografis lebih luas lautan semestinya tidak perlu merekrut TNI angkatan darat karena sudah ada polisi di darat untuk menjaga wilayah darat. Semestinya TNI yang banyak direkrut adalah TNI angkatan laut yang kenyataannya sering terjadi pelanggaran antar negara di perbatasan laut oleh negara tetangga. 
 
Negara pada akhirnya bertekuk lutut dengan keamanan perbatasan laut dan kekayaan laut yang dirampok asing (lihat pengalaman pembajakan kapal Etiopia dan perebutan pulau antara Malaysia dan Indonesia). Perekrutan Satpol PP pun tidak ubahnya sebagai struktur PNS yang hanya bekerja sebagai antibody pemerintah terhadap demonstransi dan border bagi pemerintah daerah. Satpol PP seringkali dijadikan tameng utama dalam perlindungan pemerintah daerah yang diprotes oleh kelompok masyarakat yang tidak puas dengan kinerja pemerintah. Bahkan Satpol PP lebih banyak melakukan tindakan arogan kepada para pedagang kaki lima yang tidak mempunyai lahan legal untuk mengais rezeki. Semestinya pelajaran pemerintahan kota Solo di bawah kendali Joko Widodo menjadi pelajaran semua kabupaten kota di Indonesia dalam menghadapi para pedagang liar ini. 
 
Optimalisasi Birokrasi PNS Kinerja PNS sangat diharapkan dalam membangun birokrasi yang baik dan optimal dalam peran. Max Weber membagi karakter birokrasi dalam beberapa hal. Pertama pembagian kerja, di mana birokrasi dibagi dalam bagian, fungsi, keahlian dan tanggung jawab yang berbeda. Kedua hirarki wewenang, di mana ada tingkatan-tingkatan wewenang antara jabatan dan bawahan dan memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap bawahan. 
 
Ketiga kemampuan teknis, di mana birokrasi diangkat sesuai dengan kualifikasi yang tepat dan ditunjukkan dengan hasil test dan sertifikat yang benar-benar dilakukan tanpa kecurangan. Keempat karier, di mana birokrasi lebih sering bergantung pada senioritas dan jaminan pekerjaan seumur hidup. 
 
Dalam hal ini kinerja perlu diawasi karena karier yang dijalankan PNS lebih pada sifat tak acuh karena merasa kerja baik atau tidak tetap di gaji oleh negara. PNS dalam tipikal seperti ini lebih bekerja atas dasar penglihatan atasan. Sehingga menurut Weber, PNS seperti ini tidak merasa punya tanggung jawab terhadap rakyat tapi lebih merasa punya tanggung jawab hanya pada atasan di birokrasi. Perekrutan birokrasi PNS harus dibenahi sebagai upaya mereformasi peran. 
 
Usulan moratorium perlu dijadikan evaluasi dan benar-benar dijadikan kesempatan untuk mereformasi kembali perekrutan dan fungsi penempatan birokrasi PNS agar lebih memiliki peran optimal. Selain itu Indonesia perlu belajar banyak dari negara yang sudah menerapkan pendidikan enterprenuer agar semua rakyat tidak hanya ingin menjadi PNS.

Sabtu, 09 Juli 2011

SPINOZA : ALLAH ATAU ALAM ATAU SUBSTANSI

OLEH : TOM AFRIKA


Spinoza adalah seorang filsuf keturunan Yahudi yang tinggal di Belanda. Kakek dan ayahnya berasal dari Portugal yang lari ke Belanda mencari kebebasan berkeyakinan karena menolak berpindah agama ke agama Katolik.

(Curiga  Mode: ON. Kenapa musti orang Yahudi terus sih yang mendobrak kebekuan pemikiran dunia? Apa karena memang mereka bangsa pilihan Tuhan? Bukan. Jawabannya : Karena kebanyakan dari mereka adalah individu-individu yang tekun dan berpikir terbuka, resah dengan status quo dan tidak pernah lelah mendobrak batas-batas kemampuan berpikir manusia. Beda dengan saudara serumpun mereka orang Arab, yang belum apa-apa sudah memberi pikiran mereka dibelenggu oleh tradisi dan iman. Ingat pepatah Inggris : restlessness is the mother of invention. Dan kaum Yahudi telah membuktikannya berkali-kali.)

Spinoza muda memang dididik dalam ketaatan agama Yahudi sebagaimana lazimnya remaja Yahudi saat itu ia dididik dalam madrasah Yahudi. Namun jiwanya yang bebas tidak sanggup menerima keterkungkungan dogma. Ia lebih senang mempelajari ilmu filsafat. Ia mempelajari filsafat Descartes, seorang rasionalis di jamannya, dan menemukan ketidak-konsistenan di dalam filsafatnya, dan kemudian ia melampaui filsafat Descartes.

Dari jaman pemikir klasik sampai Descartes, para filsuf selalu membicarakan tentang substansi, yaitu apa yang membuat alam semesta dan kehidupan ini mengada. Descartes mempercayai bahwa ada 3 substansi dalam alam semesta ini, yaitu Allah (Deus), jiwa / roh (res cogitans, realitas berpikir), dan materi (res extensa, realitas ber-ruang). Allah dan Jiwa adalah kekal. Manusia adalah mahluk yang berjiwa / roh yang kekal dan memiliki kehendak bebas. Pemikiran tersebut merupakan dasar pemikiran dan keyakinan tiga agama monotheistik juga.

Bagi Spinoza, pemikiran Descartes ini tentu saja menimbulkan ketidak-konsistenan. Sebab apabila selain Allah ada roh manusia yang kekal dan berkehendak bebas, maka kedaulatan Allah dipertanyakan karena kehendak bebas manusia dapat merintangi kedaulatan Allah atas semesta. Jika roh manusia itu kekal, maka kekekalan bukan milik Allah saja. Jika manusia itu memang berkehendak bebas, mengapa mesti ada siksaan neraka kekal?

Kemudian lewat kontemplasi yang rumit yang disusun lewat apriori dan aksioma yang dijabarkan secara geometris, ia
berkesimpulan bahwa segala yang ada dalam alam semesta ini pastilah hanya terdiri dari satu substansi. Lalu apakah substansi yang ia maksud? Subtansi adalah yang ada dalam dirinya sendiri, dan dipahami dalam dirinya sendiri tanpa perlu memahami suatu konsepsi yang lain.

Substansi yang tunggal atau monistik ini yang melahirkan segala yang bentukan yang ada (modus) sebagai sebab dari adanya atribut-atribut yang intrinsik terkandung dalam substansi itu. Ada berbagai atribut dalam substansi ini, hanya saja manusia hanya memahami dua dari sekian atribut substansi yang satu ini, yaitu idea -res cogitans, dan keluasan – res extensa. (Saya sering tergoda untuk membayangkan, apabila Spinoza lahir di jaman Penyatuan Fisika Quantum dan Gravitasi sekarang ini, maka ia akan menambahkan bahwa selain res cogitans dan res extensa, ada setidaknya atribut fisikal lain yang terkandung dalam modus yaitu 4 forsa, yaitu nuklir kuat, nuklir lemah, elekromagnetisme dan gravitasi).

Hanya ada satu kategori dalam pemahaman manusia yang sama dengan kategori substansi yang disodorkan oleh Spinoza, yaitu Allah / Tuhan. Sejenak orang akan bertanya, “Apa bedanya keyakinan Spinoza tentang Allah dengan ajaran agama-agama yang sama-sama mempercayai adalah Allah yang satu?” Nah, disinilah letak permasalahannya. Bagi Spinoza Allah adalah subtansi satu-satunya yang melahirkan kesegalaan yang ada / alam semesta.

Deus sive substantia sive Natura
Allah (atau) adalah substansi (atau) adalah Alam

Atau dengan kata lain : Allah, Alam dan zat pengada segala yang ada adalah satu hakikat yang tak terpisahkan.
Allah atau Alam Semesta adalah satu dan suatu hakekat yang bisa dipertukarkan (interchangeable). Segala-galanya adalah Allah dan Allah adalah totalitas dari kesegalaan yang ada. Pada gilirannya maka manusiapun adalah bagian dari Allah itu sendiri yang dalam keluasannya (res extensa) mewujud dalam alam semesta.

Dengan demikian Spinoza menolak keyakinan akan adanya suatu tuhan yang berpribadi yang mencipta alam semesta, yang menggariskan takdir alam semesta (teleologis), yang terpisah dari alam semesta dan yang bertahta di surga, mem-back up suatu agama, mengangkat nabi-nabi dan membisikinya dengan sabda-sabda yang nantinya dikumpulkan jadi kitab suci.

Spinoza menolak dengan tegas keyakinan kitab suci yang tidak bisa salah. Baginya kitab suci adalah kitab-kitab sastra
buatan manusia yang disakralkan begitu rupa oleh pemercayanya saja. Kebangkitan tubuh Kristus baginya tidak lebih dari kisah-kisah alegoris yang mengisahkan psikologis manusia secara universal. Keyakinan akan adanya tuhan di seberang sana yang mengatur dunia, menjamin suatu kaum dan suatu agama adalah keyakinan kekanak-kanakan yang tidak diperlukan lagi oleh manusia dewasa.

Inilah kenapa ia dihujat habis-habisan baik oleh komunitas Yahudi maupun Kristen di Belanda. Kutukan, caci maki dan hinaan ia terima dengan lapang dada. Ia dikeluarkan dari komunitas Yahudi dimana ia hidup dan dikutuk dengan begitu keras dan kejam. Ia dicap sebagai seorang atheis, sekalipun kata ‘Allah’ bertebaran di sana-sini dalam dalil-dalil filsafatnya. Ironisnya cacian yang begitu kasar dari mulut para rohaniwan justru ia balas dengan kerendahan hati dan moralitas yang tinggi. Inilah yang membuat para pemikir yang berseberangan dengannya sekalipun akan angkat topi. Ia membuktikan bahwa tidak ada korelasi yang kuat antara keber-agama-an dengan etika dan moralitas. Sesorang yang relijius bisa begitu amoral, sebaliknya seorang yang tidak relijius bisa begitu bermoral dan beretika tinggi. Dengan ini maka gugurlah segala ketakutan para pejuang moral agama-agama yang selalu menerapkan dogma demi kepentingan moral.

Apakah yang dengan mengatakan Deus sive natura, berarti alam semesta itu perlu disembah-sembah? Tuhan itu planet dan planet itu tuhan. Tuhan itu matahari dan matahari itu tuhan, begitukah?

Tentu saja yang dimaksud Spinoza tidak sebodoh itu. Inilah yang ia maksud dengan alam semesta:

• Dilihat dari sudut alam, Allah adalah natura naturans, alam yang melahirkan.
• Dilihat dari sudut Allah, alam adalah natura naturata, alam yang dilahirkan.

Jadi alam semesta dan semua yang ada yang bisa dicerap oleh indera ini, termasuk manusia di dalamnya, hanyalah perwujudan (modus) dari atribut res cogitans dan res extensa dari sang Subtansi yang tak terbatas itu.

Paham ini disebut monistik (kesatuan dari segala yang ada) atau pantheist (pan = segala-galanya, theist = allah) yaitu paham yang meyakini bahwa segala-galanya adalah Allah, atau Allah adalah totalitas kesegalaan dari semua yang ada.

Jadi jelas bahwa bagi Einstein, sekalipun ia menyebut tentang Tuhan / Allah namun konsep Tuhan yang ada dibenaknya berbeda dengan tuhan berpribadi ala tiga agama langit itu. Begitu pula ketika Hawking dalam bukunya Riwayat Sang Kala mengatakan "Tuhan", sebenarnya tidak mengacu pada konsep tuhan theistic, melainkan deistik. Baru ketika ia meluncurkan bukunya yang terbaru, tuhan yang dimaksud adalah tuhan theistic.

Ketika para saintis mengatakan Tuhan atau Allah, belum tentu mengacu kepada konsep tuhan theistik ala agama-agama
monotheistik. Justru para saintis yang mengutamakan pendekatan empiris rasionalis menyandarkan pemahaman
ketuhanan mereka kepada konsep ketuhanan ala Spinoza.

Pertanyaan bagi para saintis bukanlah, “Siapa yang mencipta alam semesta?” Karena pertanyaan itu dengan sendirinya tidak didasari oleh pendekatan saintifik. Apa kriteria benar dan salah untuk jawaban dari pertanyaan yang subyektif ini?
Pertanyaan yang seharusnya diajukan kepada para saintis adalah “Bagaimana alam semesta ini tercipta?” itulah pertanyaan yang tepat. Karena pertanyaan itu mengundang suatu jawaban yang mempersyaratkan metoda empiris dan rasional.

Pertanyaan yang seharusnya diajukan kepada para saintis adalah “Bagaimana alam semesta ini tercipta?”, itulah pertanyaan yang tepat. Karena pertanyaan itu mengundang suatu jawaban yang mempersyaratkan metoda empiris dan rasional.

Begitu pula saya, dalam percakapan sehari-hari hampir sama sekali jarang saya menyebut-nyebut kata Tuhan / Allah, karena benak manusia disekitar saya sudah korup. Ketika saya menyebut kata Tuhan / Allah, pikiran mereka akan sontak mengacu kepada tuhan / allah ala agama mereka. Jadi lebih baik saya tidak menyebut-nyebutnya. Untuk itu tidak aneh jika saya disebut si atheist. Ah biarkan saja disebut ‘gila’ oleh orang yang nggak nyadar.