Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Minggu, 20 Desember 2009

MENGENANG SAAT-SAAT REVISI PEMPINAN DPD PARTAI GOLKAR SULAWESI TENGGARA (Oleh Ali Habiu)

Tak pelak lagi kini sebagian besar pengurus maupun simpatisan Partai Golongan Karya Sulawesi Tenggara sangat kecewa dengan tidak berhasilnya para jargon-jargon kadernya yang diusung beberapa waktu lalu sebagai calon Bupati, Wali Kota maupun Gubernur ke ajang Pilkada tidak bisa memenangkan pemilihan tersebut, padahal mereka para calon adalah pigur pilihan dan sudah didukung oleh kekuatan penuh mesin politik Golkar namun tokh juga gagal. Hal ini yang menjadi kontroversial semua pihak baik kader maupun pengurus; “sebetulnya ada apa ini”!. Sulawesi Tenggara ketika masa Orde Baru dikenal sebagai lumbungnya Golkar dan setiap pelaksanaan pemilihan umum selalu memenangkan dengan pemilih mayoritas, kini para kader terpaksa harus menelan kekecewaan yang amat besar atas tidak berhasilnya para calon kepala daerah dari utusan Golkar untuk memenangkan pemilihan kepala daerah yang ditengarai telah berlangsung selama lima tahun belakangan ini. Dalam konteks publik hal ini mestinya patut dipertanyakan ada apa sebetulnya yang terjadi dilevel pengurus DPD-I Partai Golkar ini ditingkat provinsi !?. Apakah memang program konsolidasi organisasi kesemua pelosok di daerah ini tidak pernah berjalan efektif atau adakah konflik internal organisasi dilevel pengurus provinsi sebagai soko guru DPD-II, ataukah memang ketua DPD-I partai ini bukan sejatinya kader Golkar (baca: kader yang mengakar rohnya Golkar) sehingga dia tidak mengerti betul konstelasi organisasi kegolkaran baik secara teoritik, kontekstual maupun substansial sehingga roda organisasi tidak bisa dijalankan dengan baik?. Atau apa memang betul ketua DPD-I Golkar saat ini memang tidak pernah memiliki jam terbang yang cukup dalam memimpin organisasi kekaderan, organisasi kemasyarakatan dan semacamnya atau organisasi politik selama masa hidupnya.! . Hal ini publik kader Golkar Sultra mempertanyakan secara serius, sebab dizaman reformasi saat ini tantangan Partai Golkar semakin kompleks dengan banyaknya saingan-saingan secara militansif muncul berasal dari partai lain, sehingga memang pimpinan DPD-I Golkar di daerah ini harusnya dipegang oleh seseorang asal kader yang betul-betul jiwanya sudah menyatu rohnya Golkar, memiliki loyalitas dan integritas yang tinggi tehadap organisasi, punya dedikasi, disiplin dan professionalisme yang pernah dibuktikan dengan berbagai tingkat penjejangan kader yang dimiliki oleh orang tersebut baik lokal, regional  maupun nasional,  serta lamanya jam terbang dipengurusan dan adanya pengakuan dari pihak lain. Jika seorang pimpinan DPD-I Partai Golkar Sultra tidak memiliki kreteria tersebut, maka jangan banyak bermimpi akan mampu menjalankan roda organisasi dengan baik dan ada baiknya kuburkanlah mimpi-mimpi indah itu, sebab bila dipaksakan maka postulat sudah dapat dipastikan akan membawa “runtuhnya eksistensi organisasi ini dihari-hari akan datang “
Secara konseptual teoritik ada beberapa pendekatan kepemimpinan untuk menjadi renungan bagi para pemimpin organisasi Golkar, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Salusu (2003) dalam studi kepemimpinan pada umumnya dikenal ada empat pendekatan, yakni : (1). Pendekatan sifat kepemimpinan. Dalam pendekatan ini dibahas tentang sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, dimana yang membedakannya dengan bukan pemimpin. Pendekatan ini mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Dalam pendekatan sifat, terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensial pada kepemimpinannya yang efektif. Hal ini dapat diukur dengan membandingkan orang yang tampil sebagai pemimpin dengan yang tidak menjadi pemimpin. Kemudian dapat juga dibandingkan sifat pemimpin efektif dan yang tidak efektif. Ternyata kedua pendekatan itu, para peneliti gagal untuk menyimpulkan mana sifat yang jelas berkaitan dengan kepemimpinan yang sukses, (2).pendekatan gaya kepemimpinan. Terdapat tiga katagori kepemimpinan seperti yang dikembangkan oleh Gatto (1992) yaitu gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisifatif dan gaya delegasi. Pada Gaya Direktif pada umumnya ketika organisasi membuat keputusan-keputusan penting pemimpin banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Suatu keputusan terpusat pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan pengurus untuk berkreasi dan bertindak walau telah diizinkan. Gaya Konsultatif, gaya yang dibangun di atas gaya direktif, kurang otoriter dan lebih banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasihat kepada pengurus dalam rangka mencapai tujuan.  Gaya Partisifatif bertolak dari gaya konsultatif yang bisa berkembang kearah saling percaya antara pemimpin dan bawahan.  Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan anggota pengurus untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggungjawab mereka. Pemimpin banyak memberi kepercayaan kepada pengurus untuk proses pengambilan keputusan, Gaya Delegasi, yaitu gaya yang mendorong kemampuan pengurus untuk mengambil inisiatif. Kurang kontrol pimpinan disini sehingga gaya ini bisa berjalan apabila pengurus dapat memperlihatkan kompetensi untuk mengejar tujuan organisasi. (3).pendekatan situasional kepemimpin. Dalam pendekatan ini, para peneliti ternyata menemukan bahwa faktor-faktor determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan sangat bervariasi tergantung pada situasi dimana pemimpin itu berada dan pada keperibadian pemimpin itu sendiri. Sasaran umum tidak satupun gaya yang efektif untuk semua situasi. Penelitian menjelaskan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik. Oleh karena itu disarankan pemimpin harus dapat merubah gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi, serta (4).pendekatan fungsional kepemimpinan. Disini lebih ditekankan kepada prilaku pemimpin, bahwa sesuatu prilaku pemimpin dapat memberi sumbangan pada pencapaian tujuan kelompok, jika prilakunya buruk maka tujuan yang akan dicapai buruk atau gagal demikian sebaliknya.
Berdasarkan gambaran teoritis kepemimpinan di atas maka dapat disimpulkan bahwa berhasil tidaknya organisasi sangat tergantung dari keperibadian seorang pemimpin apakah memiliki sifat baik atau sifat buruk, dan sejauhmana pemimpin mempercayai bawahannya mau berkonsultasi dan menerima pendapat bawahan serta tidak otoriter artinya tidak sekehendak hati untuk main hakim sendiri dengan memecat para pengurus yang tidak sejalan alur pikirnya tanpa melalui proses persuasi, motivasi dan edukasi (pembinaan kader) dan musyawarah. 
Pada hari selasa 25 Maret 2008, Harian Kendari Ekspres pada halaman depan telah memuat deadline “Musdalub Harga Mati”. Disini Ridwan sebagai tokoh Golkar Sultra yang sudah terbina/teruji kekaderannya selama 20 tahunan belakangan ini yang mana kariernya dioraganisasi ini dimulai dirintis dari tahun 1990-an dengan menduduki pengurus biro kepemudaan DPD-I Golkar Sultra bersama kawan-kawan dari 9 DPD-II Golkar, antara lain : Muna, Konsel, Konawe, Kolut, Kota Kendari, Bombana dan tokoh-tokoh papan atas DPD-I Golkar Sultra menggegas untuk segera diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) sebagai harga mati dalam rekstrukturisasi kepengurusan    DPD-I Golkar Sultra. Adapun alasan  Ridwan Cs diadakannya Musdalub DPD-I Golkar Sultra yang termuat dalam deadline tersebut adalah bahwa mereka merasakan selama Ali Mazi memimpin Partai Golkar Sultra berdasarkan realitas nyaris tak ada prestasi yang menguntungkan Partai Golkar. Menurut Ridwan Cs, Pelaksanaan Musdalub Golkar telah diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) partai, yakni apabila terdapat  2/3 dari jumlah pengurus DPD-II Golkar Sultra menghendaki pelaksanaan Musdalub, maka telah memenuhi syarat atau qorum organisasi, sehingga secara organisatoris Musdalub mesti dilaksanakan. Hendaknya sdr. Ali Mazi yang nota bene dalam konteks opini publik yang telah tersebar di daerah ini dilansir sebagai orang yang telah banyak berpengalaman dibidang organisasi maka disarankan sebagai pimpinan yang baik dan professional mestinya tawaran ini dapat diterima dengan lapang dada dan mau bersaing secara jentelmen, mengingat bahwa pada dasarnya kepengursan Partai Golkar ialah kepengurusan kolektif bukan individual dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Disinilah akan diuji kabar ketenaran anda apakah memang benar anda ahli dalam berorganisasi atau tidak alias hanya kabar burung saja alias indoktrinasi politik yang sengaja dibangun dan dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mempengaruhi opini ruang publik para kader Golkar sultra.  Saya sebagai pemerhati Partai Golkar sangat prihatin melihat tak henti-hentinya terjadi kontroversial di tubuh Partai Gokar Sultra diera kepimpinan Ali Mazi sehingga hal ini pula penyebab munculnya deadlock antara pengurus DPD-I dan DPD-II yang saat ini kian memanas dan berkepanjangan. Semua pertikaian ini diharapkan mesti segera diakhiri----tentu tidak melalui kompromian, melainkan melalui pilihan jalan terbaik sesuai amanah AD dan ART Partai Golkar, yakni lakukanlah reformasi kepengurusan melalui wadah Musyawarah Luar Biasa itu. Siapapun pimpinan DPD-I Golkar Sultra yang kelak diperoleh dari hasil Musdalub ini, maka perlu diberi dukungan dan rasa hormat karena dia itulah pemimpin terbaik dalam membawah biduk organisasi ini kedepan. Tidak tertutup kemungkinan bisa saja secara aklamasi atau melalui voting Bung Ali Mazi terpilih kembali menjadi ketua DPD-I Golkar Sultra dan kondisi ini tentu akan makin memperkuat posisi Ali Mazi sebagai pribadi dalam mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI atau lainnya.   Oleh karena langkah kearah Musdalub itu tidak segampang membalik telapak tangan sebab premis, secara apriori yang terjadi ditubuh Golkar saat ini adalah “I”etat c’est moi”, maka perlu keberanian semua pihak untuk menggagas Musdalub ini sampai betul-betul bisa terlaksana sesuai peraturan organisasi yakni dengan menegakan secara konsisten amanah AD dan ART Golkar. Dalam konteks gagasan ini, timbul pertanyaan publik; “Perlukah DPD-I Golkar Sultra mereformasi kepengurusan melalui Musdalub”?!. Dan sebagai jawabnya, premis itu tergantung dari kemauan semua ketua DPD-II Golkar seSultra sejauhmana secara fungsionaris dapat menilai pimpinannya saat ini secara obyektif apakah mampu dia menjalankan roda organisasi kepartaian atau tidak mampu. Wallahu Alam…***

Selasa, 15 Desember 2009

PERBANDINGAN ANTARA PANDANGAN SOROS, FRANCIS FUKUYAMA DAN DANAH ZOHAR - IAN MARSHALL : "KAPITALISME PADA AKHIRNYA MEMILIKI MORAL DAN ETIKA"


 Soros dalam buku “Open Society : Reforming Global Capitalism” (2000) masih tetap berpendapat bahwa Kapitalisme dewasa ini sedang dalam masa krisis, karena dia tengah membahayakan masyarakat terbuka.  Namun demikian dalam praktek Soros sebagai seorang Sosialis menilai Kapitalisme itu didasarkaan dalam teori lain yang dianut, yakni tentang “Open Society” (Masyarakat Terbuka) yang dia pahami dari ajaran Karl Popper ketika dia masih menjadi Mahasiswa di “London School of Economics” di inggeris tahun 1952.   Soros dalam penilaiannya bahwa praktek Kapitalisme telah mencipatakan suatu jenis “Masyarakat Tertutup” yang diindikasikan semacam Masyarakat Komunis atau Masyarakat Fasisme. Masyarakat ini menurut ajaran Karl Popper adalah sebagai “Musuh-Musuh Kapitalisme”. Jadinya sesungguhnya Kapitalisme saat ini telah memasukan ajaran kontra produktif dari ajaran murni Kapitalisme.
Pemikiran Soros dalam bukunya ini telah menuai kontroversial dibanyak kalangan, sehingga dirasa perlu ditelaah untuk mendapat penjelasan konkret.
         Judul lengkap dari buku Soros ini mengandung makna bahwa Kapilalisme yang berada dalam krisis itu telah membahayakan “Masyarakat Terbuka” atau “Open Society”. Disini Soros punya dua orientasi, yakni “Kapitalisme” dan “Masyarakat Terbuka”. Istilah “Open Society” itu bukanlah berasal dari Soros melainkan berasal dari guru intelektual Soros yakni Karl Popper yang telah mengarang buku sebelumnya yang berjudul  “Open Society and Its Enemies” (1969) yang menyoal “Masyarakat Terbuka” dan musuh-musuhnya.
         Soros dalam bukunya “Open Society : Reforming Global Capitalism, sedang melihat bahwa  Kapitalisme global dewasa ini dalam keadaan krisis. Tapi pandangan pokok yang ditemukan Soros adalah bahwa Kapitalisme sekarang ini yakni Kapitalisme yang didasarkan pada pandangan fundamentalisme pasar (market fundamentalism) yang didukung oleh prinsip “Laissez Faire” yang didasarkan pada Filsafat Individualisme dan Darwinisme Sosial. Intinya ialah teori “The Survival of The Fittest” merupakan ideologi dan praktek yang membahayakan Masyarakat Terbuka,
         Soros menginginkan agar Kapitalisme itu dalam fenomena krisis terbuka harus segera diakhiri agar tercipta Masyarakat Terbuka yang ideal Soros.  Soros menginginkan agar Kapitalisme itu merupakan Kapitalisme Masyarakat Terbuka yang sejalan (kompatibel) dengan demokrasi. Jadi bagi Soros, Masyarakat Terbuka yang di kutif dari teori Karl Popper itu adalah merupakan gagasan primer, sedangkan Kapitalisme merupakan gagasan sekunder. Soros mengangap bahwa Kapitalisme yang benar dan otentik memang bisa menyumbang terhadap Masyarakat Terbuka------tetapi idealisme Soros menginginkan terbentuknya masyarakat kapitalis yang sejati. Sebab sistem Masyarakat Terbuka itu bersifat menggairahkan ,mau berkembang dan cenderung kepada kondisi yang lebih makmur. Sementara itu bagi Soros melihatnya bahwa Kapitalisme saat ini merupakan “ideologi pasar radikal” yang kenyataannya menimbulkan banyak persoalan bagi Masyarakat Terbuka------hal ini Soros mau meluruskannya.
         Soros melihat Kapitalisme sekarang ini sudah “salah kaprah” justru Soros melihatnya sebagai perkembangan akhir.   Soros ternyata seorang spekulator ekonomi dalam pasar uang dan pasar modal. Sebagai spekulator dia sangat diuntungkan oleh Kapitalisme, bahkan oleh kelamahan Kapitalisme itu sendiri yang tidak mampu menciptakan stabilitas moneter di dunia yang membuatnya berada diantara deretan orang terkaya di dunia. Dengan kekayaan lebih US $10 Milyar kekayaan ini mampu diraihnya hanya dalam tempo 10 tahun melalui dua perusahaannya yakni “Soros Management Fund” dan “Quantum Fund Management” dia mampu meraih keuantungan 4000%.
Sebagai spekulator dia sangat diuntungkan oleh Kapitalisme  bahkan oleh kelemahan Kapitalisme itu sendiri yang tak mampu menciptakan stabil;itas moneter di tingkat dunia. Tetapi dibalik keberhasilan dengan memanfaat-kan momentum itu dia juga menghujat sistem Kapitalisme itu secara habis-habisan, sehngga dia banyak manuai kritikan dari para liberal kapitalis itu sendiri, yang mana dia dianggap sebagai orang munafik.
         Soros dalam pemaparannya mengklaim bahwa terdapat ciri persamaan antara “Kapitalisme Laissez Faire” dan “Komunisme atau Nazisme”. Iapun menulis bahwa : “Walaupun doktrin Laissez Faire tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Masyarakat Terbuka atau “Open Society” sebagamana ajaran Marxisme - Linimisme, namun kedua doktrin itu punya ciri penting yang sama yakni kesemuanya mencari pembenaran atas klaim mereka dengan berdasarkan dalil-dalil atau imbauan ilmu pengetahuan.. Soros mengatakan bahwa ketika pembenaran akhir sudah melampauai jangkauan kemanusiaan, maka ideologi itu harus mencari pemecahannya melalui pemaksaan visi meraka kepada masyarakat.
Soros juga sering melakukan praktek-praktek bisnis yang melanggar etika bisnis bahkan melangggar hukum. Pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter di Asia Tenggara, mulai dari Thailand dan menjalar ke Malaisya, Indonesia dan Korea Selatan. Perdana Menteri Muhathir Muhammad menuduh Soros sebagai biang keladi krisis ini yang dilakukan oleh Quantum Fundation Soros, tetapi Soros mengklaim bahwa krisis yang terjadi di kawasan Asis Tenggara itu akibat dari kelemahan dalam sistem moneter Negara-negara itu sendiri.
        Soros menganggap bahwa Kapitalisme Laissez Faire sebagai musuh Masyarakat Terbuka..!? Bukankah Masyarakat Terbuka itu sebagai aspirasi liberalisme yang memuja kebebasan individu.
        Soros mengatakan bahwa setelah runtuhnya komunis dan fasisme maka yang muncul sebagai Masyarakat Terbuka ialah ideologi kanan ektrim.
        Soros dalam meyankinkan kebenaran tentang teorinya yang disebut “Reflexivity” mengenai kebenaran yang harus ditemukan lewat Masyarakat Terbuka, dia mengembangkan melalui epistemologis tersendiri yang digalinya dari pandangan Kapitalisme Laissez Faire
Reflesivitas adalah epistemologis yang menjelaskan relasi antara fakta kebenaran dan realita yakni proses pemahaman melalui mekanisme feed back
Teori reflesivitas dikemukakan sehubungan dengan metodologi pemaha-man gejala ekonomi yang oleh para ahli pemikir ekonomi disamakan saja dengan gejalan alam dalam ilmu-ilmu alam (natural sciences)
Atas dasar epistemologis itu, Soros mengkritik prinsip-prinsip individu-alisme yang memiliki eksesif dalam perekonomian Laissez Faire.
Soros percaya bahwa keberan akhir itu tidak mungkin bisa dicapai karena pengetahuan  manusia itu terbatas. Sehingga pemahamam manusiapun tidak sempurna.   Akan tetapi pandangan manusia akan menjadi lebih baik dan mendekati kebenaran jika mereka saling tukar menukar pemahaman untuk diuji keabsahannya.
 Soros menyimpulkan bahwa perselingkuhan antara gagasan Laissez Faire, Darwinisme Sosial dan Realisme Geopolitik yang dianut oleh Negara Amerika Serikat (Bush) dan Inggeris (Tony Blair) merupakan hambatan bagi terbentuknya masyarakat terbuka. Menurut Karl Popper, dulu Komunisme dan Nazisme merupakan musuh bebuyutan masyarakat terbuka dan menurut murid Kalr Popper yakni George Soros mengatakan bahwa justru ideologi Laissez Faire yang telah menggantikan dua ideologi sebelumnnya yakni Komunis dan Nazisme sebagai musuh masyarakat terbuka.
Soros melihat bahwa Kapitalisme memang berada dalam krisis, Tetapi konsep Masyarakat Terbuka (Open Society) menjanjikan perbaikan dan reformasi Ketidaksempurnaan dapat diperbaiki asalkan didasari dan diakui. Perbaikan itu dapat dilakukan melalui proses trial and error, mengingat adanya keterbatasan manusia dan ketidaksempurnaan manusia dalam menggapai kebenaran akhir.   Oleh karena iru kebebasan berpendapat dan perbendaan pendapat harus diberi peluang untuk melakukan koreksi, karena koreksi akan mengarah kepada perbaikan.
   Dengan melihat pandangan-pandangan itu, Soros cenderung kealiran Sosialis. Tapi sebenarnya dia adalah seorang Liberal dan Prodemokrasi Dia juga sangat mengesankan sebagai seorang fasifis, tetapi sebenarnya Soros adalah seorang liberal, tetapi dia juga bukan penganut aliran neo-liberal sebagaimana senangnya kepada ideologi fundamentalisme pasar.
  Soros sebenarnya berminat kepada filsafat dan menemukan guru intelektualnya pada Karl Popper. Tetapi untuk mendukung kiprahya dibidang filsafat itu, ia merasa butuh banyak uang yang kemudian dicarinya lewat bursa Wall Street New York, sampai ia mampu memiliki kekayaan lebih US $ 10 milyar, walaupun sebagian kekayaannya itu disumbangkan kepada gerakan filantropi.
   Dengan kemampuan kekayaan begitu besar Soros mampu membiayai idealismenya untuk menciptakan suatu “Masyarakat Terbuka” (Open Society) ditingkat global dengan membentuk lembaga-lembaga filantropi, seperti : “Open Society Institute” dan “National Soros Foundation”. Kiprahnya dibidang filantropi dengan sebuah konsep idealisme menjadikannya Soros terkenal dan memperoleh nama baik, walaupun sesungguhnya dia adalah seorang spekulator yang kerjanya dapat disamakan dengan “perampokan” yang mampu memanfaatkan kelemahan-kelemahan sistem pasar yang dikritiknya sendiri.
  Yang menjadi masalah bagi Soros adalah kapitalisme Laissez Faire telah menyebabkan banyak kesalahan-kesalahan yang menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat, lingkungan hidup dan kemananan dunia. Kapitalisme Laissez Faire sebagai suatu realitas telah menjadi momok yang mengancam kehadiran masyarakat terbuka. Nilai dari pandangan Soros ini ialah bahwa krisis Kapitalisme Global itu pada akhirnya ditulis oleh pendukung Kapitalsme itu sendiri yang menginginkan suatu perubahan.
   Soros percaya bahwa kita semua mampu menciptakan suatu Masyarakat Terbuka secara Global atau Open Society for Global selangkah demi selangkah demi untuk kepentingan perekonomian masyarakat dunia.
Perlu diacungkan seribu jempol buat Soros, mengingat keberanian dia dalam mengkritisi Kapitalisme, padahal sesunggguhnya dia adalah seorang Liberal, Praktisi Kapitalis, Pro Demokrasi dan Pelaku Kapitalisme
itu sendiri-------walaupun semua orang menuduhnya sebagai seorang munafik.
 Bila Soros berpendapat bahwa Kapitalisme dewasa ini sedang dalam masa krisis, karena dia tengah membahayakan masyarakat terbuka karena dia menilainya bahwa praktek Kapitalisme telah menciptakan suatu jenis “Masyarakat Tertutup” yang diindikasikan semacam Masyarakat Komunis atau Masyarakat Fasisme-----yang menurut Karl Popper adalah sebagai “Musuh-Musuh Kapitalisme”, dimana Kapitalisme saat ini telah memasukan ajaran kontra produktif dari ajaran murni Kapitalisme. Dan pemikiran Soros ini telah menuai kontroversial dibanyak kalangan, sehingga dirasa perlu ditelaah untuk mendapat penjelasan konkret.
Maka Bagi Francis Fukuyama dalam bukunya ; “The Great Disruption” : Human Nature and Rereconstitution of Social Order (1999), melihat bahwa masyarakat Kapitalis moderen lebih banyak menguras modal sosial dari pada penghasilannya. Dia melihat bahwa saat ini jangkauan kepercayaan antara manusia semakin sempit, kejahatan semakin merajalela, ikatan keluarga semakin longgar.  Selain itu dia melihat bahwa akibat dari Kapitalisme bagi negara-negara maju saat ini telah menghambur-hamburkan modal sosial masing-masing tetapi mereka tidak mampu membangunnya kembali.  Hal ini menunjukkan bahwa saat ini masyarakat ditakdirkan semakin kaya dari sisi materi, tetapi semakin miskin dari sisi moral seiring dengan perkembangan waktu.
Dia melihat bahwa Guncangan Besar “The Great Disruption” tidak secara otomatis akan memulihkan dirinya sendiri, yang mana masyarakat harus menyadari bahwa kehidupan berkelompok telah pudar dan cara manusia bertingkah laku akan merusak dirinya sendiri
Dia mengatakan bahwa pandangan ahli ekonomi seperti misalnya Albert Hirschman, menyebutkan bahwa sudah banyak sekali pemikiran yang saling bertentangan mengenai apakah meluasnya Kapitalisme moderen yang didorong oleh tekhnologi dapat menguntungkan atau merugikan bagi kehidupan moral ?, sementara para pemikir masa lampau melihat bahwa persediaan modal sosial dapat dibentuk dengan perekonomian bertekhnologi paling moderen.  Kapitalisme memperkuat proses ini ; dengan meletakkan kepentingan pribadi di atas kewajiban moral dan dengan terus menghasilkan penemuan baru yang mengganti satu tekhnologi dengan tekhnologi baru. Kapitalisme telah menghancurkan ikatan-ikatan sosial yang telah dibangun selama berabad-abad dalam masyarakat manusia dan tidak menyiapkan apapaun kecuali kepentingan pribadi sebagai perekat masyarakat.
Francis Fukuyama melihat bahwa masyarakat moderen tidak benar-benar tercerai berai, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Soros. Tapi semata-mata karena hidup di atas sejenis modal sosial dari masa lampau yang dihabiskannya tapi tidak pernah diganti. Penentu proses kemunduran ini adalah sekularisasi dunia karena jika agama merupakan sumber utama bagi tindakan moral, maka menurunnya peran agama ditengah-tengah modernisasi dunia berarti berakhirnya tatanan sosial.
Dia mengatakan bahwa terlepas dari kenyataan bahwa Kapitalisme belum runtuh atau mengikis dirinya sendiri. Kita dapat menerima kenyataan bahwa Kapitalisme sering merupakan kekuatan yang menghancurkan dan mengguncang, memecah belah loyalitas dan kewajiban menurut adat istiadat. Namun Kapitalisme juga menciptakan ketertiban dan mengembangkan norma-norma baru sebagai penganti norma-norma yang telah dihancurkannya. Bahkan, ada kemungkinan besar bahwa Kapita-lisme adalah penghasil norma-norma yang berguna dan kerana itu dia merupakan sebuah kekuatan moral dalam masyarakat moderen.
Francis Fukuyama pada akhirnya menyimpulkan bahwa, kita saat ini sebaiknya mengambil posisi ditengah-tengah-------bahwa kemajuan Kapi-talisme secara serentak memperbaiki prilaku moral sekaligus juga  mencederai prilaku moral . Peralihan dari hasrat ke kepentingan pribadi bukanlah hasil bersih, Masyarakat yang ditimbulkan oleh masyarakat Kapitalis menyangkut hubungan moral tidaklah terletak pada hakikat pertukaran ekonomi itu sendiri. Tetapi masalahnya terletak pada tekhnologi dan perubahan tekhnologi. Kapitalisme demikian dinamis, menjadi sumber kehancuran kreatif, sehingga terus-menerus mengubah makna pertukaran dalam masyarakat manusia. Hal ini berlaku baik bagi pertukaran ekonomi maupun pertukaran modal dan merupakan sumber guncangan besar.
Lain halnya bagi Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya :  “Spritual Capital “: Wealth We Can By Using Our Rational, Emotional An Spritual Intelligence To Transform Ourselves And  Corporate (2004), mengemukakan bahwa  Spritual Capital merupakan komponen utama dari Kapitalisme yang berkelanjutan dan merupakan komponen dari kelestarian individu-individu dari organisasi yang berfungsi dalam sebuah masyarakat yang terbuka dan kapitalis. Spritual Capital memperlihatkan kepada semua orang bahwa bagaimana mereka bisa mengakses, menarik dan menanamkan makna dan nilai terdalam dalam hidup, keluarga, komunitas dalam organisasi mereka untuk menjamin keberlanjutan.  Akan tetapi karena Kapitalisme tradisional  bersipat bebas nilai dan tidak memiliki dimensi moral, maka kaum skeptis mungkin merasa ragu-ragu apakah sistem Spritual Capital itu masih tetap akan merupakan Kapitalisme jika kita menambahkan komponen tersebut didalamnnya. Dia menanyakan bahwa tidakkah masyarakat Kapitalis memiliki nilai-nilai dalam kepedulian moral bagi masyarakat yang lebih luas akan membatasi kebebasan dan fleksibilitas yang demikian vital bagi esensi Kapitalisme itu sendiri dan bagi sebuah masyarakat terbuka.
Danah Zohar dan Ian Marshall melihat bahwa usaha-usaha pada masa silam utuk mengontrol, mengatasi atau mengganti Kapitalisme yang semuanya termotivasi oleh hasrat untuk membatasi akses-aksesnya dan membuatnya lebih bertanggungjwawab secara sosial, tidak menawarkan hasil-hasil yang membesarkan hati. Marxisme, Sosialisme, Keynesialisme dan jalan ketiga eropah telah gagal menyaingi dinanisme dan kemampuan menciptakan kekayaan materil  yang dimiliki Kapitalisme pasar bebas. Cita-cita sosial yang menyertai konsep-konsep itu, dalam beberapa kasus membatasi kebebasan individu dan organisasi yang sangat diperlukan bagi masyarakat terbuga (Open Society).  Namun Danah Zohar dan Ian Marshall melihat terdapat penyebab yang sangat mencolok dari kegagalan-kegagalan ini, yakni konsep ini gagal memahami hakekat sistem dan ekonomi masyarakat terbuka (Open Society), dan upaya-upaya melakukan perbaikan oleh sistem-sistem itu ternyata telah mendatangkan kerusakan pada sistem yang ingin diperbaiki itu. Dia melihat bahwa konsep-konsep yang ditawarkan oleh para ahli ekonomi tidak sanggup memperbaiki kerusakan moral manusia.
Danah Zohar dan Ian Marshall mengatakan bahwa argumentasi Spritual Capital memiliki, peran vital dalam Kapitalisme yang berkelanjutan adalah berdasarkan pernyataan bahwa sebuah masukan berupa nilai dan hati nurani merupakan unsur yang wajib bagi terwujudnya kemampuan mengatur diri dari sistem manusiawi yang berkelanjutan. Spritual Capital merupakan nilai-nilai yang sangat transpersonal  yang menghasilkan sikap dan kecerdasan spiritual sehingga Spritual Capital begitu vital bagi keberlanjutan individu, organisasi dan masyarakat terbuka.
Dia mengatakan bahwa Spritual Capital mampu memperbaiki moralitas manusia karena Spritual Capital adalah sejenis ukuran kecerdasan yang mencakup kesadaran akan tujuan dan pandangan bersama mengenai hal yang paling berarti dalam hidup manusia, yakni memanfaatkan sumber-sumber daya dalam jiwa manusia.
Danah Zohar dan Ian Marshall mendukung upaya untuk mencapai keuntungan bisnis dengan mengembangkan Spritual Quontient (SQ) yang memungkinkan bisnis untuk beroperasi sebagai suatu sistem adaptif kompleks dalam jangka panjang dan visioner pada lingkungan yang mudah berubah, karena Para pemimpin harus terlebih dahulu mengenal inner voice-nya yakni panggilan spiritual yang paling dalam dalam misi pribadinya dalam hidup ini untuk mengiformasikan kepada orang lain supaya dapat juga orang lain tersebut mengenal inner voice-nya, sehingga seseorang dapat berhasil dalam dunia usahanya. Karena menurut Dia bahwa bisnis bukan sekedar sebagai sarana mencari keuntungan tetapi melainkan juga sebagai bentuk ibadah dan pelayanan kepada sesama manusia. Paradigma ini akan melahirkan individu yang akan memiliki Spritual Commitment yang mana orang-orang ini akan menemukan keindahan di saat mereka bekerja, karena Spritual Capital memberikan kerangka moral dan motivasi.  Perusahaan yang memiliki Spritual Capital adalah perusahaan yang menempatkan tujuan dan strategi mereka dalam konteks makna dan nilai yang lebih luas, mawas diri, terbimbing nilai dan visi, memiliki kesadaran holisme yang tinggi, peduli pada lingkungan interal dan eksternal perusahaan, menghargai keragaman sudut pandang, berani tampil, selalu berpikir positif dalam situasi buruk apapun, mengembangkan kerendahatian dan penuh dedikasi terhadap kemanusiaan.
Dengan demikian Danah Zohar dan Ian Marshall dalam teorinya tentang Spritual Capital (SC) terlah menjawab keragu-raguan Soros dalam melihat perkembangan Kapitalisme dewasa ini sedang dalam masa krisis, karena dia tengah membahayakan masyarakat terbuka yakni adanya praktek  Kapitalisme telah mencipatakan suatu jenis “Masyarakat Tertutup” yang diindikasikan semacam Masyarakat Komunis atau Masyarakat Fasisme.
Demikian juga Danah Zohar dan Ian Marshall telah menjawab orientasi Francis Fukuyama yang melihat bahwa Dia memandang saat ini jangkauan kepercayaan antara manusia semakin sempit, kejahatan semakin merajalela, ikatan keluarga semakin longgar.  Selain itu Francis Fukuyama melihat bahwa akibat dari Kapitalisme bagi negara-negara maju saat ini telah menghambur-hamburkan modal sosial masing-masing tetapi mereka tidak mampu membangunnya kembali.  Hal ini menunjukkan bahwa saat ini masyarakat ditakdirkan semakin kaya dari sisi materi, tetapi semakin muskin dari sisi moral seiring dengan perkembangan waktu.
Dia melihat bahwa Guncangan Besar “The Great Disruption” tidak secara otomatis akan memulihkan dirinya sendiri, yang mana masyarakat harus menyadari bahwa kehidupan berkelompok telah pudar dan cara manusia bertingkah laku akan merusak dirinya sendiri. Danah Zohar dan Ian Marshaal telah menjawab keraguan-raguan ini dengan melalui konsep pengembangan Spritual Capital bagi setiap pebisnis dalam masyarakat terbuka (Open Society) yakni kehidupan kelompok akan makin kompak, kejahatan semakin tak memiliki tempat, ikatan keluarga akan semakin humanis dan pada akhirnya Kapitalisme semakin memiliki etika dan moral.***

Jumat, 06 November 2009

ANALISIS POLITIK PRAKTIS DAN DESAIN PERAN MAHASISWA


Ketika lewat dekat Gunung Thai, Konfusius melihat seorang wanita sedang menangis terisak-isak di sebuah kuburan. Sang Guru pun membelokkan kendaraannya, mendekati orang itu. Ia menitahkan Tze Lu mencari tahu gerangan apa yang terjadi. “Anda meratap seperti orang tertimpa kemalangan bertubi-tubi” kata Tze Lu kepada wanita itu. “Memang benar,“ jawab wanita itu. “Suatu ketika ayah suami saya dibunuh oleh seokor harimau di sini. Suami saya juga di bunuh, dan sekarang anak laki-laki saya mati dengan cara yang sama. Alangkah kejamnya harimau itu. Sang Guru menjadi heran dan bertanya, “Lalu mengapa anda tidak meninggalkan tempat ini? Bukankah sejak dulu anda dapat menetap di daerah lain?” Sang wanita pun menjawab, “Saya tetap memilih tinggal di sini. Sungguhpun banyak harimau, tapi di daerah ini pemerintahannya tidak menindas, tidak seperti di daerah lain.” Sang Guru pun merenung dan akhirnya mengucapkan sebuah petuah. ”Catatlah dan camkan ini anak-anakku bahwa pemerintah yang menindas memang lebih mengerikan daripada harimau.”
Sepenggal kisah Konfusius di atas dicuplik kembali oleh Bertrand Russel sebagaimana dikutip Dahlan Thaib[3]. Esensi nilai moral dari alkisah tersebut ingin merefleksikan bahwa kekuasaan negara yang menindas jauh lebih berbahaya dan menyeramkan dari kejamnya harimau yang telah melumat tiga nyawa orang kesayangan wanita tersebut. Adakah yang salah dengan pilihan wanita itu? Ataukah Sang Guru yang bijak itu terkesan tidak arif dalam kasus ini? Semuanya hanya dapat dijawab dengan berkontemplasi.
Paragrap tersebut hanya untuk mengantarkan sebuah pemafhuman tentang kekuasaan yang bernergi dahsyat. Secara normatif, kekuasaan itu bersifat netral kalau dapat dikelola secara postif berimplikasi pada kemakmuran suatu bangsa begitu pula sebaliknya kalau gagal dikendalikan akan menjerumuskan tatanan bangsa dan potensial mengebiri hak-hak konstitusional warganegara. Salah satu ilmu yang memiliki objek kajian mengenai kekuasaan adalah politik (ilmu politik)[4] disamping Hukum Tata Negara (Kenegaraan). Banyak sarjana yang melihat bahwa kekuasaan sebagai inti dari politik, beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah merebutkan dan mempertahankan kekuasaan[5]. Joyce Mitchell dalam bukunya Political Analisys and Public Policy berpendapat bahwa Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society (politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya[6]. Sementara itu dalam pandangan Harold Laswell dalam buku Who gets what, when and how menjelaskan bahwa politik itu masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. Salah seorang teman alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Asnawy Mubarok, yang sekarang sedang beasiswa studi lanjut Program Pascasarjana Ilmu Politik di Universitas Diponegoro Semarang berpendapat bahwa esensi dari definisi politik adalah seni mengelola kekuasaan negara. Tidak hanya berhenti disitu bahwa anasir utama dari politik yakni kekuatan (power) sehingga kalau dapat meng-create people power maka dengan mudah dapat tatanan politik yang ada baik melalui peraturan hukum yang ada maupun dengan cara melanggar rule of the game itu sendiri. Dengan lain kata politik merupakan seni dan juga ilmu untuk mengelola (meraih) kekuasaan negara secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Pertanyaan filosofisnya, ”Mengapa ada kekuasaan?” Untuk menjawabnya berkelindan dengan teoretis asal mula negara dengan variasi pertanyaan kapan dan bagaimana lahir tidak ada yang tahu, hanya sebatas spekulasi ilmiah. Pasalnya jauh sebelum Yunani telah ada Hamurabi. Terbentuknya negara dengan kekuasaannya dapat dideteksi melalui teori Perjanjian Masyarakat (Du Contract Social). Pada intinya negara terbentuk karena masyarakat mengikatkan diri dalam satu perjanjian untuk membentuk organisasi yang bernama negara dengan mengangkat pemerintahan sebagai pengelolanya.
Semula manusia itu hidup dalam status naturalis yakni suatu keadaan yang tak ada pemerintahannya, masyarakat bebas-sebebasnya yang membuat kondisi masyarakat kacau balau karena yang berlaku hukum rimba (Sebenarnya hal tersebut terjadi kapan tak ada yang tahu). Thomas Hobbes menyebutmnya “Homo Homini Lupus” manusia memakan manusia yg lain seperti srigala. Dalam sebuah ilustrasi sederhana Jika dua orang membutuhkan hal yang sama, akan tetapi hanya satu orang yang memperolehnya, maka mereka akan saling bermusuhan, masing-masing pihak akan mencoba mengganggu dan menindas pihak lain untuk mencapai tujuan demi kelangsungan hidupnya[7] Pandangan ini mengetengahkan bahwa politik tersebut merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Politik masuk ke dalam kegiatan produksi, distribusi dan pemanfaatan sumber daya. Karena sejak dahulu, menurut prinsip ekonomi, kebutuhan manusia tidak terbatas, sementara alat pemenuhan kebutuhan sangat terbatas, maka politiklah (kekuasaan negara) yang kemudian dilihat sebagai salah satu cara untuk mengatasi hal ini.
Selanjutnya lahirlah negara yang lahir karena perjanjian masyarakat yang mana negara tersebut bersifat Totaliter (absolute) sebab masyarakat ingin aman maka semua hak (HAM) harus diserahakan pada negara. Negara bebas melakukan apa saja dengan mandat kekuasaan yang telah diberikan masyarakat kepadanya. Konseptual tersebut dikritisi oleh John Locke yang berargumen dengan persitiwanya sama ada homo homini lupus hanya saja karena negara lahir dari perjanjian masyarakat, maka negara harus demokrasi bukan absolute. HAM yg diserahakan hanya sebagian saja bukan semuanya yakni hak untuk mengatur agar keamanan lebih terjamin. Sedangkan untuk berbicara, hak untuk memilih, hak beragama tetap ada dalam masyarakat.
Dalam referensi kekuasaan, sesuai hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang. Seperti dikemukakan Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Karena itu, kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara: Pertama, adanya pembatasan kekuasaan organ negara, dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat yang saling mengimbangi/ mengendalikan; dan kedua: dengan adanya mekanisme pengawasan (control).
Perihal pembagian atau pemencaran kekuasaan ke dalam badan-badan negara yang terpisah, John Locke, membuat konsep tiga lembaga yakni Legislatif Eksekutif termasuk di dalamnya yudikatif dan Federatif[8]. Lain halnya dengan torinya Montesqieu yakni Legislatif, Eksekutif (federatif termasuk di dalamnya) dan Yudikatif. Dikontekskan dengan kondisi actual Indonesia telah memiliki sistem ketatanegaraan tersendiri. Saluran-saluran politik berupa suprastruktur politik tersebut dapat dimasuki setiap warga yang memiliki hak yang sama sebab Indonesia menganut demokrasi[9] dimana setiap orang berhak mendapat kesempatan menduduki jabatan politis tertinggi sekalipun. Hal tersebut kontradiktif dengan negara-negara otoriter yang berbentuk kerajaan (monarkhi) dengan sistem pewarisan (turun-temurun) dalam hal mengisi jabatan politis tertinggi.
Dengan demikian dapat ditarik benang merah bahwa eksistensi sebuah negara untuk menjadi sebuah keniscayaan. Selanjutnya bagamana mengelola kekuasaan negara tentu tidak segenap rakyat mengurusnya tetapi melalui mekanisme perwakilan yang merujuk pada paham kedaulatan rakyat. Agar wakil-wakil rakyat dlm mengelola negara bertindak atas nama rakyat, maka keniscayaan jika wakil-wakil rakyat itu ditentukan sendiri oleh rakyat melalui mekanisme Pemilu sebab rakyat benar-benar berdaulat memiliki otoritas (kekuasaan) tertinggi dalam memilih dan menentukan wakil-wakilnya dalam mengelola kekuasaan negara. Artinya Pemilu sebagai instrument demokrasi untuk melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa (elite politik) menjadi keniscayaan pula. Ingat filosofis padi “Apabila menanam padi maka tumbuh padi dan kemungkinan tumbuh rumput pula, sebaliknya jika menanam rumput hal yang mustahil tumbuh padi”. Pararel analogi itu Pemilu yang di desain demokratis perlu dikontrol mahasiswa maupun elemen-elemen yang peduali lainnya.
Mencermati perkembangan politik aktual hampir tiap hari disuguhi Pemilu baikl tataran lolal (Pilkada) maupun nasional yang pada tahun 2009 akan digelar Pemilu legislative dan Pemilu Presiden. Namun, faktanya banyak kompromi politik praktis. Sebagai tamsil untuk menentukan syarat capres dalam UU Pilpres yang sekarang sedang digodok di DPR sangat kompromistis masih berulang UU No.23 Tahun 2003. Masih hangat dalam ingatan kita tentang kompromi politik syarat capres itu. Sebut saja waktu itu ada 4 figur calon presiden yang berbasis pada partai politik yang berbeda-beda yang semuanya ada titik kelemahannya.
Pertama, Contoh yang mudah dalam rangka ingin menjegal Megawati untuk melaju dalam bursa calon presiden dari PDI Perjuangan dengan menetapkan persyaratan bahwa seorang calon presiden minimal berpendidikan Sarjana. Kedua, Untuk menjegal Akbar Tanjung dari partai Golkar maka dapat dibuat rumusan persyaratan seorang calon presiden haruslah tidak berstatus terdakwa yang diancam dengan 5 tahun penjara. Ketiga, Untuk menjatuhkan langkah Gusdur yang berasal dari partai PKB dibuat rumusan persyaratan seorang calon presiden haruslah tidak sedang menderita cacat fisik maupun cacat mental karena untuk menjadi orang nomor satu haruslah orang yang kesehatannya terjaga agar dapat menjalankan tugas kenegaraannya dengan baik. Keempat, Untuk menjegal Amin Rais dari PAN dapat dibuat rumusan persyaratan seorang calon presiden minimal didukung oleh 20% suara yang ada dikursi DPR. Seperti kita ketahui bersama bahwa PAN dalam pemilu 1999 memperoleh peringkat kelima dan hanya mendapat kursi di DPR sekitar 5%. Namun akhirnya karena adanya kompromi demi kepentingan politik praktis untuk merebut kekuasaan disepakati syarat capres yang minimalis. Sebenarnya kalau mau fair idealnya seorang calon presiden berpendidikan minimal sarjana, tidak berstatus terdakwa, tidak cacat fisik dan didukung oleh suara mayoritas.
Selain kompromi politik praktis sesaat itu, dalam Pemilu selalu diwarnai rona-rona Golput. Menilik sesaat sejarah perkembangan politik Indonesia, ternyata golput sudah ada sejak Pemilu yang pertama yaitu tahun 1955. Golput selalu ada dalam setiap Pemilu. Menarik untuk dikaji bahwa dari tahun ketahun Golput menunjukkan kecenderungan meningkat kecuali pada Pemilu pertama[10].
Pertanyaannya bagaimana korelasi Golput dengan demokratisnya Pemilu? Apakah kuantitas Golput paralel dengan kualitas demokratisnya Pemilu?? Dengan lain kata Golput banyak pemilu tidak demokratis atau jika jumlah sedikit maka Pemilu makin demokratis? Tentu saja perlu kajin mendalam, menurut penulis korelasi (hubungan) Golput dan demokratisnya Pemilu tidak dapat dinilai lbegitu saja dari besar-kecilnya Golput, Namun harus dilihat lebih jeli terkait sistem (aturan) main Pemilu itu sendiri. Manakala sistemnya tidak fair jika jumlah Golputnya sdikit tidaklah demokrtis, apalagi jumlah banyak makin kualitas demokratisnya dipertanyakan. Sebaliknya jika sistemnya fair maka jumlah golput banyak pun akan demokratis apalagi jumlah golputnya sedikit kualitas demokratisnya leboh sip.
Secara konseptual Golput dibagi menjadi tiga sebagai berikut: Pertama, Golput ideologis adalah segala jenis penolakan atas apa pun produk sistem ketatanegaraan hari ini. Golput jenis ini mirip dengan golput era 1970-an,yakni semacam gerakan anti-state, ketika state dianggap hanyalah bagian korporatis dari sejumlah elite terbatas yang tidak punya legitimasi kedaulatan rakyat. Bagi golput ini, UU pemilu, hanyalah merupakan rekayasa segelintir elite untuk melanggengkan kekuasaannya. Kedua, Golput Pragmatis, yakni golput yang berdasarkan kalkulasi rasional betapa ada atau tidak ada pemilu,ikut atau tidak ikut memilih, tidak akan berdampak atas diri si pemilih. Golput seperti ini mirip fardhu khifayah yakni orang-orang yang ikut memilih sudah mewakili suara rakyat secara keseluruhan. Tak heran jika ada orang tetap sibuk mencari nafkah pada hari H Pemilu. Sikapnya setengah2 memandang Pemilu, antara percaya dan tidak percaya. Ketiga, Golput Politis, adalah Golput yang dilakukan akibat pertimbangan politik karena sistemnnya merugikan mereka (percaya negara & Pemilu). Misal saat Gusdur menyatakan golput akibat “kezaliman” KPU dan IDI yang menyatakan tidak memenuhi syarat Capres. Bisa juga Golputnya para pendukung fanatik yang kalah dalam Pilkada putaran I dengan alasan calonnya tidak sesuai aspirasinya maka mereka lebih tidak milih.
Menyoal peran mahasiswa (kampus) dalam politik praktis itu paralel dengan tidak boleh terlibatnya TNI/Polri dalam politik praktis. Tentu saja yang dimaksudkan tak boleh terlibat politik praktis disini tepatnya lagi yakni politik kepartaian untuk merebutkan kekuasaan. Jikalau yang dimaksudkan politik sebagai hak warga negara, apalagi sebagai kewajiban, sudah tentu segenap warga negara bertanggung jawab menyelamatkan ”kapal” Inondesia jika sewaktu-waktu terdera badai supaya tidak tenggelam. Begitu pula mahasiswa bisa berpolitik secara proporsional tetapi tidak perlu terlibat politik praktis yang hanya memperjuangkan kepentingan konstituennya semata.
Sebagai centre of excellence, fungsi mahasiswa menjadi berbahaya jika main mata dengan partai politik. Otoritas ilmiah dan wibawa kampus digerogoti. independensi kaum intelektual akan menjadi the big question? Pada level mahasiswa, sebenarnya hal utama yang dapat dilakukan adalah membentuk paradigma berpikir kritis sebagai dasar pijakan bersikap yang jelas dan tegas menentukan kebijakan yang pro rakyat. Sudah menjadi rahasia umum, eksistensi organisasi kemahasiswaan yang telah menjadi onderbouw partai politik tertentu akan dapat mengubah warna kampus sesuai dengan warna partai, dalam arti orientasi dan kebijakannya. Hal ini sangat berbahaya, karena otoritas keilmuan civitas akademika digadaikan dan kalah dari kepentingan politik praktis. Kampus yang seharusnya menjadi pencerahan peradaban bangsa akan tereduksi oleh ”alat legitimasi” politis partai tertentu.
Proporsionalitas posisi mahasiswa seyogyanya sebagai oposisi permanen pemerintah, kontrol sosial masyarakat, dan selalu membela kepentingan rakyat banyak. Dengan politik praktis, peran ideal mahasiswa akan tersingkirkan. Apalagi ketika partai yang didukungnya berkuasa, praktis mahasiswa dengan politik praktisnya tidak dapat kritis terhadap pemerintah. Dalam kacamata penulis, untuk perbaikan bangsa, peran mahasiswa tidak perlu berpolitik praktis. Untuk memperjuangkan kepentingan politik pro rakyat dengan menggugat ketidakadilan sistem, dapat dilakukan melalui demonstrasi maupun retorika ”ilmiah”, dapat berwacana di media massa atau dalam forum lainnya. Ranah ilmiah inilah yang perlu digencarkan mahasiswa. Apalagi bagai mahasiswa yang memiliki afiliasi Pers Kampus, dengan kompetensi menulis yang dimilikinya menjadi keniscayaan untuk berwacana dengan argumentasi ilmiah mengkritisi setiap policy pemerintah supaya senantiasa terkawal pro rakyat. HIDUP MAHASISWA!!!

Kamis, 05 November 2009

REINKARNASI SUMPAH PALAPA : "QUO VADIS"

Setelah wafatnya Raden Wijaya tahun 1309 dan digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Jayanegara, Pemerintahan Kerajaan Majaphit sering dironrong oleh berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh para dharmaputra atau pejabat istana, antara lain ; pemberontakan Nambi tahun 1316, pemberontakan Semi tahun 1318 dan pemberontakan Kuti tahun 1319. Ketika terjadi pemberontakan Kuti inilah muncul nama Gajah Mada. Ia adalah anggota pasukan pengawal Raja Jayanegara yang berhasil menyelamatkan raja dalam peristiwa Bedander. Ketika itu Raja Jayanegara mengungsi dan sebagai imbalannya Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan dan selanjutnya menjadi Patih di Daha. Setelah Raja Jayanegara wafat digantikan oleh Tribhuwanatunggadewi dan tak lama terjadi pemberontakan Sedeng tahun 1331 dan berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai balasan jasanya Gajah Mada diangkat menjadi Perdana Menteri (Mangkubumi).
Pada saat dilantik inilah Gajah Mada mengucapkan suatu sumpah terkenal yang disebut Sumpah Palapa. Dalam sumpah itu, Gajah Mada bertekad untuk tidak beristirahat sampai seluruh Nusantara dipersatukan dibawah panji Majapahit. Gajah Mada wafat tahun 1364 dan hingga saat ini belum jelas dimana disemayamkan. Para pakar sejarah hingga saat ini masih menyangsikan siapa sebenarnya Gajah Mada itu !! dan dari mana asal muasalnya !!, serta dimana letak makam aslinya. Hingga saat ini para ahli arkiologis belum pernah ada yang melakukan penelitian masalah lokasi asli kuburan Gajah Mada sehingga letak Makam Gajah Mada yang sebenarnya hingga saat ini belum ada persis yang mengetahuinya. Disamping itu juga kedatangannya dikerajaan Majapahit masih dianggap misterius karena semua lembaran sejarah Indonesia sampai saat ini belum ada pragraf yang menjelaskan masalah ini.
Muncul pertanyaan ; “Apa hubungan Kerajaan Majapahit dengan Buton” ?!. Jawabnya adalah berdasarkan fakta sejarah Buton, mengkisahkan bahwa sejak awal tahun 1236 sampai tahun 1300-san, pulau Buton telah dimasuki oleh orang-orang besar dan sakti mandraguna. Seperti misalnya Sipanjonga orang sakti berasal dari suku Melayu negeri Pasai dengan membawa pembantu utamanya bernama si Tamanajo. Berikut si Malui dan si Sajawankati dari Melayu Pariaman, Musarafatul Izzati al fakhriy (Wa Kaa Kaa) dari negeri Yastrib Madina yang merupakan keturunan Saiyida Ali Bin Abithalib membawa bersama Muhammad Ali Idrus, Dun Kung Sang Hiang sebagai panglima perang kaisar tiongkok (kubilaikan) dan Sang Ria Rana seorang pujangga Melayu. Selanjutnya muncul pula 3 (tiga) Orang kakak beradik, yakni anak Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit masing-masing bernama Raden Sibatera, Raden Jatubun (Bau Besi) dan Lailan Mangrani atau putri Lasem dlsb.
Seluruh orang-orang besar dan sakti tersebut datang kepulau Buton dengan mereka mencarinya berdasarkan perintah bathin atau petunjuk yang diperoleh dari orang tua atau leluhurnya, datang bersama dengan masing-masing 40 kepala keluarga. Dalam sejarah Buton, Raja pertama Buton yakni Wa Kaa Kaa serta Raden Sibatera hanya meiliki anak yang bernama Bula Wambona, sedangkan Raden Jatubun dan putri Lasem tidak jelas disebutkan kawin dengan siapa dan punya anak bernama siapa. Sehingga muncul hipotesis dalam tulisan ini, bahwa premis Gajah Mada merupakan anak yang berasal dari salah seorang dari kedua anak Raden Wijaya tersebut yakni Raden Jatubun atau putri Lasem. Sebagai sintesis adalah bahwa Gajah Mada setelah dewasa diutus kembali ke kerajaan Majapahit untuk memperkuat pasukan perang disana. Mengapa di utus ke Majapahit !?, Karena penguasa kerajaan ini masih erat bertalian darah dengannya. Adapun masuknya ketiga kakak beradik anak Raja Majapahit tersebut ke pulau Buton adalah jauh hari sebelum wafat ayahandanya yakni Raden Wijaya tahun 1309. Sehingga secara analisis dapat dikatakan bahwa Gajah Mada lahir akhir abad XIII dan ketika muncul di Jawa tahun 1319 usianya sudah cukup dewasa.
Kedatangan ketiga anak Raden Wijaya itu ke pulau Buton bukan secara kebetulan tetapi merupakan petunjuk dan perintah bathin sang Raja Raden Wijaya yang diperoleh dari hasil pertapaannya, mengingat ketika itu kerajaan yang dipimpinnya mengalami banyak pemberontakan yang datangnya berasal dari orang-orang dalam Istana sendiri, dan diperintahkan anaknya untuk mencari pulau Buton ini. Adapun tujuannya ; pertama adalah untuk menyelamatkan ke tiga anaknya yakni Raden Sibatera, Raden Jatubun dan putri Lasem dari serangan pemberontak yang muncul dalam lingkungan pejabat istana. Dimana pulau Buton yang dipilih pada saat itu merupakan negeri yang relative aman dan kedua ialah untuk menyebarkan pemerintahannya dan pengembangan Bandar baru diwilayah lain disamping penyebaran keturunan. Adapun Raden Wijaya berpesan: “Berangkatlah anak-anakku, berangkatlah 20 generasi nanti akan kembali bersatu dengan Bangsa Leluhurmu yaitu dalam Kebangsaan Nusantara”
Di Desa Lasalimu terdapat Gunung Mada, konon diceritakan sebagai tempat mula kembalinya Gajah Mada setelah meninggalkan kerajaan Majapahit dengan membawa pasukan setianya sebanyak 40 orang. Sedangkan di kelurahan Majapahit di Batauga, konon dicerikakan sebagai tempat wafatnya Gajah Mada yang terdapat didalam satu liang bersama 40 orang pengikutnya. Mereka secara bersama-sama menguburkan/menimbunkan diri mendampingi mahpati Gajah Mada di dalam liang itu. Begitu setianya para prajuritnya tak mau berpisah jauh dengan sang mahpati Gajah Mada setelah wafat. Selama 40 hari dan 40 malam secara terus menerus gendang para perajurit mengiringi jasad sang mahpatih Gajah Mada di dalam liang tersebut dan setelah hari ke-41 bunyi genderang sekaligus hilang sunyi senyap ibarat ditelan bersama keheningan alam. Menandakan bahwa seluruh prajurit setia Gajah Mada yang ikut menguburkan diri bersama Gajah Mada diliang tersebut sudah wafat semua. Konon dikisahkan bahwa sampai dengan saat ini pada malam-malam tertentu masyarakat disekitar liang tersebut yang terdapat disalah satu Desa di Kelurahan Majapahit Kecamatan Batauga masih sering mendengar bunyi genderang para parajurit Gajah Mada itu sehingga daerah ini termasuk disakralkan oleh penduduk setempat.
Jika hipotesis ini benar, berarti tak salah lagi bahwa Gajah Mada adalah cucu Raden Wijaya. Gajah Mada selama berada di pulau Buton sejak kecil sampai menjelang dewasa dibawa bimbingan orang-orang sakti dan dia telah menimba ilmu bathin dan kanukragan yang amat dasyat. Setelah usia Gajah Mada dipandang cukup dewasa (usia 20 tahunan), barulah sang ayah mengutusnya kembali ke pulau jawa untuk memperkuat kerajaan pamannya yakni Raden Jaya Negara sebagai Raja Majapahit. Setelah selesai tugasnya dalam memperjuangkan bersatunya Nusantara dibawah Kerajaan Majapahit yang berlangsung selama kurang lebih 43 tahun. mahpatih Gajah Mada akhirnya ia kembali lagi ke pulau Buton pada tahun 1364 untuk menemui kembali kedua orang tuanya. (dalam sejarah tahun 1364 diberitakan Gajah Mada wafat).
Begitu besar makna sumpah Palapa bagi Gajah Mada sehingga diapun berjanji untuk tidak akan pernah tidur sebelum seluruh Nusantara dapat dipersatukan oleh kerajaan Majapahit----adalah merupakan suatu perjuangan yang amat berharga pada zamannya. “Apakah semangat juang Gajah Mada ini masih dimiliki oleh para pemimpin bangsa kita saat ini, dalam memperjuangkan tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia” ??. Masih dalam tanda Tanya besar, sebab gaya kepemimpinan para pejabat kita saat ini ialah lebih cendrung kebaratan, konsepsi pola pikir dan tingkah laku kepemimpinan lebih individualistik, postulat merupakan produk kapitalistis, liberalistis, komunistis. Bukannya gaya kepemimpinan berdasarkan doktrin sesepuh para leluhur yang amat tersohor pada zamannya yang bersahaja, adil dan sederhana itu. Kata orang kampung ; “Amat sayanglah para pemimpin kita saat ini mereka tinggalkan begitu saja kebudayaan nenek moyang kita dahulu, tanpa mau mereka dengan sungguh - sungguh untuk mempelajarinya. Padahal disana para nenek moyang kita amat kaya akan sifat, sikap, gaya dan ilmu kepemimpinan”.
Semangat juang mahpati Gajah Mada yang tertuang dalam Doktrin Perjuangan Gajah Mada, meliputi 15 (lima belas) Sumpah Palapa sebagai esensi dasar soko guru dalam melangkah memperjuangkan kesatuan seluruh nusantara dalam kekuasaan Majapahit. Adapun isi Sumpah Palapa yang dikutif dalam naskah Bung Karno yang ditanda tangani 1 Maret 1955 yang tertera dalam dokumen Doktrin Perjuangan Penyelesaian Amanah Rakyat, sebagai berikut :

1.VIJ N A
Vijna artinya sifat Bijaksana yang khidmat. Sikap ini mencerminkan rasa tabah dalam keadaan genting, namun tidak lupa daratan dalam keadaan senang. Sikap ini juga mendidik kita untuk rendah hati, tidak pongah dan takabur atau sombong. Kita tidak perlu putus asa ketika menderita, tetapi tidak perlu lupa diri dalam keadaan senang. Didalam diri yang Vijna, terdapat rasa bersahaja yang seimbang.

2.MANTRIWIRYA
Mantriwirya,artinya sifat ini mendidik kita untuk menjadi pembela buat yang tertindas, menolong bagi yang teraniaya. Kita harus berani karena benar dan takut karena salah. Sikap ini mendidik kita berani karena ada sesuatu yang pelu dibela, bukan sesuatu yang perlu kita tundukkan dan kita kalahkan. Sikap ini datang dari kesadaran fikir, rasa dan raga yang menyatu serta berkebenaran yang sejati. Bukan karena perasaan diri kuat dan perkasa. Kekuatan hanya bisa menundukkan dan mengalahkan tapi tak pernah berhasil menciptakan kebenaran dan keadilan.

3.WICAKSANENG NAJA
Wicaksaneng Naja,artinya sikap ini mendidik kita berjiwa patriotik dan demokratis. Terhadap kawan dan lawan kita harus bersikap terbuka dan jantan. Sikap ini mendidik kita jangan suka menari di atas bangkai dan kuburan lawan. Musuh yang jujur itu kadang lebih baik dari kawan yang munafik. Dalam diri manusia selalu ada hal yang baik dan buruk. Tehadap keadaan ini kita harus bersikap bijaksana dan terbuka.

4.MATANGGWAN
Matanggwan,artinya sikap ini bertalian dengan kepercayaan atau rasa kepercayaan. Kalau kita diberi kepercayaan atau amanah, janganlah kita bersikap ingkar atau cidera. Sebab kepercayaan adalah tanggung jawab yang harus kita penuhi. Kita dipercaya bukan lantaran kita kuat dan perkasa, tapi lantaran kita mampu bertangungjawab terhadap kepercayaan yang kita terima sebagai amanah dari orang lain.

5.SATYA BHAKTI APRABHOE
Satya Bhakti Aprabhoe artinya, adalah sikap yang berhubungan dengan loyalitas kita pada atasan, pimpinan dan kenegaraan. Satya Bhakti memang soal loyalitas, tetapi loyalitas musti lahir dari rasa kesadaran dan bukan mitos atau dogma pribadi. Satya bhakti adalah kode etik pengabdian. Berarti itu bukan kultus pemujaan suatu terhadap seseorang yang kebetulan berkuasa.

6.SARJANA PASAMO
Sarjana Pasamo artinya, ialah sikap perwira atau sikap kesatria yang paripurna. Kesatria yang bersikap paripurna (sarjana pasamo) berhati tabah terhadap goncangan apapun. Sementara dia tetap taat pada pimpinan yang baik. Sikap ini mendidik kita supaya tetap berwajah manis dan ramah, sabar dan teguh pada pendirian. Kita kadang harus ikhlas kehilangan sesuatu dan tidak merasa miskin karena memberikan sesuatu. Juga tidak merasa sudah puas karena mencapai atau memiliki sesuatu.

7.WIGNIWAS
Wigniwas artinya, adalah sikap yang membicarakan tentang kewibawaan. Sebenarnya kewibawaan itu terletak pada diri pemimpin yang pandai dan mahir. Dalam hal ini dituntut untuk mahir dalam ilmu historika dan logika. Untuk itu memerlukan pula beberapa ilmu diantaranya ; Kosmology, Konmogonie, Polemos, Egosentros, Logos dan Eros. Disamping itu juga pandai pidato dan mengerti ilmu jiwa lingkungan. Sikap ini menunjukan pada adanya sikap yang tegus dalam prinsip, berani dalam mengambil prakarsa dan tuntas jika suatu langkah sudah diambil.

8.DIROTSABA
Dirotsaba artinya, adalah sikap intensif dalam segala hal. Tekun dalam pada sesuatu yang diyakininya akan berhasil baik. Berkesungguhan dalam berfikir dan berbuat. Juga dalam hal ini tanpa harus kehilangan rasa yang manusiawi. Apapun yang direncanakan dan dikerjakan , cara mengerjakannya itu tetap sungguh-sungguh dan bukan iseng. Biarpun dalam beberapa hal mempunyai kelemahan dan kekurangan, Namun seorang kesatria tidak akan terpengaruh. Dan keadaan ini tidak akan membikin keperibadian dan kebesaran pribadi kesatria menjadi sirna. Jadi sifat ini mendidik kepada kita untuk tetap tegar dan mempengaruhi suasana ataupun lingkungan tanpa terpengaruh sedikitpun.

9.TANLALANO
Tanlalano artinya, ialah sikap manusia yang polos dalam duka dan suka, manusia harus tetap berwajah cerah. Manusia tidak perlu lari dari kenyataan ataupun lari dari dirinya sendiri, apapun yang menimpa dirinya. Sikap ini juga mendidik kita untuk tetap waspada tetapi waspada dan hati-hati yang tanpa dilandasi rasa benci, dengki, curiga dan prasangka. Mahpatih Gajah Mada mengatakan maksud dari pada diri yang Tanlalano adalah manusia itu harus selalu Setiti, Ngastiti, Surti dan Ati-ati. Tetapi tanpa dilandasi dengan hati yang ; Iri, Dengki, Srei, Dahwen, Panasten dan Patiopen.

10.TANSATRISNA
Tansatrisna artinya, sikap ini menunjukan pada sikap kita untuk tidak memihak sejak kita tahu bahwa jalan yang sebenar benarnya telah kita miliki. Mahpatih Gajah Mada mengatakan bahwa kebenaran itu ada 5 (lima) macam, antara lain :
• Kebenaran yang sejati
• Kebenaran yang dapat diterima oleh seluruh bangsa
• Kebenaran yang hanya dapat diterima oleh satu golongan saja
• Kebenaran yang palsu
• Kebenaran yang sesat.

Sikap Tansatrisna ini mendidik kita untuk tidak pilih kasih dan pandang bulu. Tidak selalu berselera untuk pamrih dan tidak punya pertimbangan buat kepentingan diri sendiri. Berarti pula kita tidak punya selera untuk pamrih.

11.DWIGNYATCIPTA
Dwignyatcipta Artinya, sikap ini mendidik kita sopan santun atau suatu watak yang sangat berbudaya. Dalam berhubungan dengan manusia sesama akan tampil sikap kita yang tahu akan tata krama dan berbudi luhur. Dalam sikap ini sangat menonjol sekali nilai demokratis. Jiwa Gajah Mada yang agung. Sikap ini mengajarkan kepada kita supaya siap dan sedia serta rela mendengar pendapat orang lain kendatipun pendapat itu tidak kita setujui.

12.SIH SAMASTHA BHOEA ERA
Sih Samastha Bhoea Era Artinya, sikap ini membicarakan mengenai nilai-nilai yang patriotik. Seorang pahlawan tidak hanya cukup asal berani saja secara fisik, mental dan ideologi saja. Seorang pahlawan mesti harus mempunyai hati dan akhlak pahlawan, berbudi dan berjiwa pahlawan. Disamping itu harus dapat membentuk generasi muda pahlawan. Sikap tersebut sebagai ciri pahlawan dan untuk membesarkan pahlawan. Tetapi membesarkan pahlawan tidak sama dan bukan mendewakan pahlawan dan memuja buta pahlawan itu.

13.GYNONG PRATITDYA
Gynong Prattitdya Artinya, sikap ini berbicara tentang watak moral yang tinggi. Manusia yang baik harus selalu mengerjakan yang baik dan harus dapat membuang jauh segala tingkah laku serta perbuatan yang buruk. Menurut keterangan Mahpatih Gajah Mada, baik itu adalah tingkat terendah, sedangkan urutannya ialah Baik, Bijaksana dan Bajiksana. Dalam hal ini juga berbicara tentang jiwa dan watak keterbukaan. Sebab cuma orang yang berwatak terbuka maka dia berani membuang segala yang buruk dalam dirinya.

14.SOEMANTRI
Soemantri Artinya, sikap ini mendidik kita supaya memperlihatkan sikap yang selalu sadar, setai, teguh bulat dan utuh. Pribadi yang sumantri adalah memperlihatkan kepaduan antara ; Loyalitas, Dedikasi, Kreativitas, Dinamika dan Integritas diri manusia. Manusia yang Soemantri adalah manusia yang selalu ketiga kesadaran yang menyatu. Kesadaran itu ialah Kesadaran pikir, Kesadaran Rasa dan kesaaran raga. Disamping itu juga mengetahui ketiga kehendak, yakni kehendak yang disadari, Kehendak yang didorong oleh nafsu dan Kehendak yang supra.

15.HANYAKEN MOESOEH
Hanyaken Moesoeh Artinya, sikap ini kita dididik untuk dapat mengetahui dengan jelas dan mengendalikan dengan jelas mengenai musuh itu. Yang sebenarnya musuh itu mempunyai gambaran dua dimensi, yakni musuh yang fisik/wadag disebut musuh luar yang kelihatan/dapat dilihat. Musuh ini mudah diketahui dan dapat dikendalikan. Sehingga dengan demikian sehingga musuh yang diluar ini dapat kita jadikan sahabat dapat juga kita jadikan syarat kesuksesan kita.
Namun dalam penguasaan musuh ini kita harus ingat bahwa kita menang tapi kalau bisa jangan ada yang merasa dikalahkan. Selanjutnya terdapat musuh yang tidak kelihatan yakni musuh yang bersarang didalam diri kita sendiri. Musuh inilah yang agak susah kita kendalikan dan apalagi kita musnahkan. Rumah dari musuh yang tersamar ini adalah keinginan (krenteg, karep serta tumindak ). Kesemuanya ini memerlukan emosi, yang mana didalam diri kita terdapat dua jenisnya, ialah 6 akar kejahatan emosi dan 6 akar budi luhur emosi.

Renungan Bung Karno:
Inilah nilai-nilai kesatriaan, nenek moyang kita, sementara kita masih dalam sikon yang mawas diri, ada baiknya kita jangan terpengaruh dengan kebudayaan asing yang berbau : Eropa, Arab, Amerika, Jepang, India dan Israel.
Kendatipun agamanya / ajarannya kita anut. Tetaplah kita harus melestarikan “kebudayaan nenek moyang”. Sebab kebudayaan adalah mencerminkan kepribadian suatu bangsa. Kita adalah bangsa yang besar, tetapi untuk memelihara suatu nilai kebesaran tidak tumbuh seperti jamur. Nilai yang besar haruslah kita gali, kita perjuangkan sampai menjadi akar dan watak yang hidup dalam diri kita.
Bila saja jiwa doktrin perjuangan Gajah Mada yang dikenal dengan Sumpah Palapa ini bisa reinkarnasi dan bersemayam dihati sanubari para pemimpin masa kini, pastilah bangsa ini akan memperoleh kehidupan kemasyarakatan yang tata tenteram karto raharjo. Semua jawabnya tergantung kepada kita semua, apakah masih kita mempercayai kebudayaan nenek moyang kita yang kuno itu, ataukah lebih mengutamakan kepercayaan kepada kebudayaan asing dengan alasan karena zaman sudah moderen ***

Selasa, 03 November 2009

KINERJA ASPAL BUTON BISA DITINGKATKAN : MELALUI LASBUTAG MODIFIED, PERMUKAAN JALAN BISA TAHAN 10 TAHUN" (BAGIAN KEDUA DARI DUA TULISAN)



Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Mijnbouwkundig Goelogish Onderzoek Oost Celebes (1924), diperoleh data bahwa mineral yang terdapat dalam satuan ± 80 % kandungan kapur dan fraksi pasir adalah terdiri dari : CaCOз=81,62% - 85,27%; MgCOз=1,98-2,25%; CaSOч = 1,25%-1,70%; CaS =0,17%-0,33%; SiO2 =6,95%-8,25%; Al2O3 + Fe2O3 = 2,15%-2,84%; Air Kristal=1,30 %-2,15% dan bahan lain=0,83%-1,12%. Sedangkan dalam perdagangan Asbuton dikenal dengan istilah : Asbuton B-10 (kadar bitumen/kb=9,0-11,4%), Asbuton B-13 (kb=11,5–14,5%), Asbuton B-16 (kb=14,6–17,9%), Asbuton B-20 (kb=18,0–22,5%), Asbuton B-25 (kb=22,6 – 27,4%), Asbuton B-30 (kb=27,5–32,5), Asbuton B-35 (kb=32,6–37,4%), Asbuton B-40 (kb=37,5 – 42,5 %) dlsb.
Dalam formulasi fisika-kimia Aspal Buton, diperoleh data bahwa Bitumen adalah terdiri dari unsur Asphalten+Malten. Asphalten adalah unsur aspal alam (aspal murni) Sedangkan unsur Malten ialah terdiri dari : Nitrogen Base + Acidaffins I + Acidaffin II + Paraffins. Oleh karena itu unsur Malten dalam Aspal Buton bisa diperbanyak dengan menambah fux oil buatan yang terdiri dari campuran dengan perbandingan tertentu antara aspal produksi Pertamina (AC) dan minyak tanah (korosin) yang besarnya perbandingan ini tergantung dari kebutuhan unsur Malten tersebut (Malten bisa bersenyawa addesif dengan Asphalten dan dapat mengikat batuan).
Pada beberapa tahun lalu, para praktisi dibidang jalan yang telah menggeluti laboratorium di daerah ini telah melakukan bebagai uji coba dan penelitian tentang penggunaan Lasbutag untuk bahan lapis aus permukaan jalan yakni dengan memodifikasi campuran dan hasilnya diperoleh relative cukup memuaskan. Pada tahun 1995 pada lokasi Proyek Peningkatan Jalan Wakuru-Tolandona-Wara yang dibiayai oleh APBD I, telah dilakukan uji coba sintesis Lasbutag Modified pada lapis aus jalan kota Lombe sepanjang 1,50 Km, dan diperoleh hasil kualitas lapis aus jalan dapat tahan sampai tahun 2005 (baca : 10 tahun ) yang mana sampai waktu tersebut belum ditemukan tingkat kerusakan jalan secara terstruktur. Padahal ruas jalan poros sepanjang 1,50 Km dalam kota Lombe ini jarang sekali dipelihara baik pemeliharaan rutin maupun berkala serta jalur jalan ini ramai dilintasi oleh kendaraan umum dan truk yang mengangkut penumpang dan barang yang menghubungkan Tampo dan Wara. Ini menandakan bahwa campuran Lasbutag Modified yang diterapkan disini cukup berhasil. Oleh karena itu bisa dikembangkan lagi guna memperoleh mutu konstruksi yang lebih baik dan tahan lama. Timbul pertanyaan ;”Bagaimana metode campuran yang diterapkan pada konstruksi lapis aus permukaan jalan tersebut sehingga Lasbutag Modified bisa berhasil baik di ruas jalan dalam Kota Lombe ini” ?! Sebagai jawabnya ialah bahwa pertama kali yang perlu diketahui ialah kadar Aspal Buton (Asphalten) dan kadar Malten yang akan dipakai pada proyek ini. Asbuton yang dipakai adalah B-16 dengan kadar Malten tertentu (kadar Malten harus diuji dilaboratorium). Setelah diketahui kadar Asphalten dan Maltennya, barulah kita menentukan perbandingan agregat yang memadai untuk mengimbangi kadar Aspal Buton ini yakni dengan memodifikasi campuran standar Lasbutag menjadi Lasbutag Modified dengan memberikan perbandingan 60 % Agregat (sirtu sungai) dengan 40 % Aspal Buton B-16. Sedangkan penambahan unsur Malten, yaitu dengan memberi 50 % AC 80/90+ 20 % Bunker Oil + 30 % minyak tanah sebagai bahan modifier buatan. Aspal Buton dan Agregat dicampur bersamaan pada mesin Molen dan diberikan modifier buatan sesuai takaran. Selanjutnya Lasbutag Modified tersebut diperam 3 x 24 jam sebelum dihampar. Penghamparan Lasbutag Modified ini pada permukaan jalan stenslaag yang sudah disiapkan terlebih dahulu sepanjang 1,50 Km, dimana permukaan stenslaag tidak boleh hancur, artinya permukaan masih memiliki poreus yang cukup untuk tempat mengikatnya Lasbutag Modified yang akan dihampar. Setelah dihampar dengan tebal ±5 Cm, lalu dipadatkan dengan Mesin penggilas roda besi bobot 8 ton sebanyak 5 ship. Hasilnya bisa masyarakat menyaksikan di ruas jalan kota Lombe sepanjang 1.50 Km yang kondisinya relative masih cukup baik hingga saat ini.
Berdasarkan dari hasil temuan ini, pada tahun 2002 penulis melakukan penelitian lanjutan pada Laboratorium Uji Bahan Jalan di Baddoka Makassar untuk menguji secara teoritis stabilitas yang terjadi pada Lasbutag Modified tersebut. Penelitian ini dinamakan Uji Stability Lasbutag Modified, dengan memakai Asbuton Kadar B-20. Pengujian dilakukan antara perbandingan Agregat tertentu dan Asbuton, dimulai dari parameter dasar sesuai spesifikasi Bina Marga yakni; 18% Asbuton : 82 % Agregat sampai dikembangkan menjadi ; 24 % Asbuton :76 % Agregat; 28 % Asbuton : 72 % Agregat; 35 % Asbuton : 65 % Agregat dan 45 % Asbuton : 55 % Agregat. Selain itu untuk menambah unsur Malten, diberi bahan peremaja, berupa flux oil buatan dengan perbandingan 70 % AC 80/90 berbanding 30 % minyak tanah (korosin). Berdasarkan hasil penelitian ini dengan menggunakan Marshall Test set diperoleh data bahwa stabilitas naik secara linier mulai 280 Kg/cm sampai 2400 Kg/cm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah satuan Asbuton dalam suatu campuran Lasbutag Modified terhadap agregat tertentu semakin didapatkan stabilitas yang baik dimana stabilitas bisa mencapai diatas 2000 Kg/cm. Stabilitas diatas 2000 kg/cm2 setara dengan stabilitas Hot Mix Aspal Cement (ATB, HRS-BC), sehingga kekuatan daya tahan sebagai lapis aus permukaan jalan bisa diandalkan. Hasil uji ini dihampar diatas permukaan aspal yang terdapat pada jalan poros di depan Laboratorium Bahan Jalan Baddoka kota Makassar sepanjang ± 50 m dengan lebar 2,00 meter, yang mana hingga saat ini kondisinya masih tetap baik. Kedepan masih diperlukan rekayasa dan penelitian lebih lanjut tentang Lasbutag Modified dengan menambah parameter uji berupa mengukur tingkat keausan, mengukur ketahanan dengan alat PRD dlsb sampai ditemukan campuran standard yang bisa diajukan menjadi NSPM dan diterbitkan SNI-nya. Para praktisi dalam melaksanakan penelitian di daerah ini masih mendapatkan banyak kendala, antara lain belum tersedianya instrumentasi laboratorium lengkap untuk rujukan pengujian, sehingga mereka masih enggan untuk menggelutinya. Sebagai solusi diharapkan mulai saat ini adanya keterlibatan pemerintah daerah untuk mendatangkan seperangkat alat uji Konstruksi lapis aus jalan lengkap berikut sarana gedung untuk digunakan para praktisi yang terdiri para unsur putra daerah untuk menekuni penelitian lebih lanjut masalah pemanfaatan Asbuton baik untuk bahan jalan maupun bahan tekhnologi industri. Sudah perlu dipikirkan pembentukan devisi Badan Penelitian dan Pengembangan Laboratorium Bahan Jalan dan Jembatan Direktorat Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yang di alokasikan di daerah ini. Mengapa harus dibuat devisi pengujian di daerah ini, tak lain memiliki dua alasan yakni ; pertama adalah mengambil hak kemerdekaan bagi daerah otonom untuk menentukan nasib sendiri dalam menentukan riset dan pengembangan----jangan saja dipusat yang memonopoli hak-hak riset dan pengembangan dengan segala fasilitasnya, agar daerah-daerah lain di luar pulau Jawa juga bisa selangkah lebih maju, kedua ialah agar supaya para praktisi kita lebih mudah melakukan penelitian karena tambang Aspal Buton relative cukup dekat guna pengambilan sample disamping itu hasil penelitian betul-betul murni tanpa adanya tekanan rekayasa hegemoni politik dagang dengan pihak-pihak tertentu. Mampukah pemerintah daerah melobi departemen terkait untuk dapat mendatangkan seperangkat peralatan laboratorium uji konstruksi lapis aus jalan serta mampukah para praktisi jalan yang berdomisili di daerah ini untuk bersaing dengan para pakar aspal yang ada di pulau Jawa guna mendapatkan temuan campuran lebih baik tentang pemanfaatan Aspan Buton sebagai bahan lapis aus jalan ?!. Sebagai jawabnya tentu ini semua tergantung dari kita semua sebagai putra daerah khususnya tertantang bagi lembaga-lembaga peneliti pada perguruan tinggi yang ada di daerah ini, mampukah kita berbuat untuk kemajuan negeri ini. ***

KINERJA ASPAL BUTON BISA DITINGKATKAN : "MELALUI LASBUTAG MODIFIED, PERMUKAAN JALAN BISA TAHAN 10 TAHUN" (BAGIAN PERTAMA DARI DUA TULISAN)


 OLEH : ALI HABIU


Aspal Buton yang dalam perdagangan sering dikenal dengan nama Aspal Batu Buton atau Butas, Buton Mastik Aspal (BMA), Buton Granular Asphalt (BGA) dan dalam praktek umumnya digunakan sebagai bahan pencampur agregat untuk keperluan lapis aus permukaan jalan, dan sampai saat ini dalam pelaksanaannya belum mendapat kinerja yang baik. Para Kontraktor yang bergerak dibidang jalan juga meragukannya, mengingat hasil pekerjaan mereka selama ini selalu mendapat temuan seperti : segregasi, pecah/retak dan lubang-lunbang sebelum usia konstruksi mencapai 3 tahun, akibat kualitas hasil pekerjaan rendah. Dari berbagai formula campuran Asbuton yang telah di jadikan Norma Standard dan Pedoman Manual/NSPM dan mendapatkan rujukan SNI (Standard Nasional Indonesia) atas berbagai temuan dari hasil uji pada Labiratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Bahan Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum untuk digunakan sebagai bahan lapis aus permukaan jalan, para pakar belum juga menemukan kualitas campuran yang sigifikan dapat tahan di atas 10 tahun. Berbagai macam formulasi campuran untuk bahan lapis aus permukaan jalan dari bahan Asbuton yang telah dihasilkan oleh para pakar tersebut antara lain : NACAS/Latasbum (Non Agregate Cold Asbuton Sheet/Lapis Tipis Aspal Buton Murni), AWCAS/Lasbutag (Agregate Weight Cold Asbuton Sheet/Lapis Asbuton Agregate), SCAS/Latabsir (sand Cold Asbuton Sheet/Lapis Tipis Asbuton pasir). Hingga saat ini pada kenyatannya berbagai campuran tersebut setelah dikerjakan di lapangan oleh para kontraktor, postulat pada umumnya belum ditemukan ketahanan lapis aus permukaan jalan di atas 3 tahun. Sehingga eksistensi hasil pekerjaan mereka sangat rawan terhadap temuan oleh para pemeriksa yang datangnya dari unsur BPK, BPKP, Irjen Departemen maupun Badan Pengawasan Daerah. Disamping itu juga jika ditinjau dari segi investasi, setelah dihitung akan diperoleh Benefid Cost Ratio lebih kecil dari satu sehingga pada kondisi demikian ini bila tidak mendapatkan metode lain maka pemakaian Asbuton tidak menguntungkan bagi Negara. Oleh karena itu, untuk menghindari temuan pemeriksa, para Kontraktor sangat enggan untuk mengerjakan sebuah proyek jalan apabila proyek tersebut menggunakan Asbuton sebagai bahan pencampur lapis aus jalan. Walapun Direktorat Jenderal Bina Marga telah mengeluarkan berbagai spesifikasi teknik untuk jenis campurannya serta dalam kontrak ikut ditawarkan pemakaian Asbuton tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya banyak Kontraktor diam-diam merubahnya dan menggantikan dengan Aspal Panas (hot mix) ATB (Asphalt Treated Base) atau Hot Roller Sheet Base Coarse (HRS-BC) yang ketahanan konstruksi jauh lebih baik karena campurannya menggunakan bahan asphalt cement (AC) produksi Pertamina. Dengan adanya penggantian konstruksi aspal ini berarti Kontraktor harus menambah suntikan dana dalam satu meter kubiknya sejumlah 300 ribu s/d 400 ribu rupiah, tetapi kontraktor cukup puas mengingat biaya tambahan tersebut bila menggunakan misalnya Lasbutag akan habis dengan sendirinya untuk dipakai biaya perbaikan pada masa pemeliharaan dan biaya intertainmen ketika waktu tim pemeriksa turun ke lapangan. Sekalipun demikian dalam penulisan back up data, kontraktor tetap melaporkan pemakaian Lasbutag sesuai kontrak.

Sudah banyak jatuh korban kawan-kawan para pemimpin proyek yang menangani jalan, dan kasus yang paling banyak terjadi adalah pada instansi Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sulawesi Selatan. Para atasan langsung disana sangat memaksakan kepada para pemimpin proyek untuk menggunakan Lasbutag, padahal kenyataan di lapangan kostruksi ini yang paling rawan mendapat temuan pemeriksa. Akibatnya banyak unsur pemimpin proyek masuk bui serta kena sanksi pemecatan sebagai PNS lantaran proyeknya gagal. Memang sangat antagonis persoalan Aspal Buton ini, ketika para pakar jalan yang berasal dari Balitbang Bahan Jalan dan Jembatan Direktorat Jenderal Bina Marga melakukan uji coba (trial and error) di lapangan pada berbagai ruas jalan tertentu di negeri ini, hasilnya relative cukup baik---meskipun ketahanan konstruksi tidak bisa menyaingi ketahanan konstruksi jika menggunakan aspal minyak (AC), misalnya ATB atau HRS-BC dimana ketahanan bisa mencapai 10 tahun. Sedangkan rata-rata ketahanan konstruksi lapis aus jalan bila menggunakan Asbuton umumnya hanya bertahan relatif 5 tahun saja. Padahal keadaan akan lebih parah lagi bila kontraktor yang melaksanakannya, hampir pada umumnya ditemukan pemakaian Asbuton menghasilkan kinerja konstruksi yang buruk yang mana ketahanan konstruksi lapis aus jalan yang telah mereka kerjakan hanya diperoleh rata-rata 3 tahun saja, setelah itu permukaan jalan sudah kembali rusak.
Dari berbagai forum diskusi ilmiah menyoal masalah Aspal Buton yang pernah diikuti oleh penulis, diperoleh data bahwa hampir semua pakar ahli dibidang aspal yang telah menggeluti berbagai uji coba campuran yang menggunakan Asbuton ini, hingga sekarang belum ditemukan suatu kinerja komposisi campuran yang dapat diandalkan dan bisa bersaing dipasaran, baik kualitas maupun harga jika dibandingkan dengan produk campuran yang menggunakan aspal minyak (AC) produksi Pertamina. Sehingga timbul pertanyaan ; “Apakah memang para pakar dibidang jalan di pulau Jawa yang telah menangani penelitian tentang campuran Asbuton ini telah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan produk campuran yang baik atau hanya kamuflase, mengingat adanya kepentingan politik untuk tidak memakmurkan daerah-daerah Kawasan Timur Indonesia, atau sebaliknya adanya pesanan ekonomi dari pabrik aspal Pertamina di Cilacap” ?!. Hingga saat ini kita belum mendapatkan jawaban yang pasti, sebab belum ada bargaining para praktisi jalan yang berada di daerah ini untuk mencoba menyoalnya dan melakukan riset ekonomi-teknologi untuk menguak tabir persoalan ini.
Secara konseptual teoritik pada dasarnya campuran beraspal adalah suatu kombinasi antara agregat dan Asbuton. Dalam campuran beraspal, Asbuton berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, sedangkan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis Asbuton dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking) dimana kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat Kohesinya diperoleh dari sifat-sifat Asphalten dan Malten yang digunakan. Oleh karena itu kinerja Asbuton untuk perkerasan beraspal sangat ditentukan oleh mutu bahan yang memenuhi syarat dan sifat-sifatnya.
Selanjutnya dilain pihak, masih banyak kalangan Kontraktor pelaksana di daerah ini belum mengetahui secara benar apa sebetulnya Aspal Buton itu, padahal tambang Asbuton ada dipelupuk mata mereka !. Oleh karena itu pada penulisan ini sekalipun mereka telah berpengalaman mengerjakan jalan namun tak ada salahnya untuk dijelaskan kembali bahwa Asbuton ialah batuan yang terdiri dari campuran antara ± 60 % s/d ± 80 % kapur+ fraksi pasir dan ± 40 s/d ± 20 % aspal yang terdapat di pulau Buton. Besarnya tingkat kandungan Asbuton tergantung dari lokasi tambang yang akan di eksploitasi serta kualitas sistem pengolaannya. Untuk tambang yang berasal dari Waisiu, Kabungka, Winto dan Wariti rata-rata memiliki kandungan aspal (Asphalten) antara 16% s/d 35%. Sedangkan tambang Aspal Buton yang berasal dari Lawele memiliki kandungan aspal (Asphalten) yang relative besar bisa mencapai 36% sampai 68%. ***