Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Minggu, 26 Februari 2012

PEMBANGUNAN JEMBATAN "BAHTERAMAS" TERANCAM BATAL


OLEH : WARTAWAN MEDIA
Kendari (ANTARA News) - Pembangunan jembatan "Bahteramas" di mulut Teluk Kendari, Provinsi Sulawesi Tengara, terancam batal karena penawaran anggaran yang diajukan calon rekanan melebihi pagu yang tersedia yakni sekitar Rp750 miliar.

"Kalau para rekanan tetap mengajukan penawaran di atas pagu anggaran yang tersedia, jelas megaproyek itu akan sulit dilaksanakan," kata Kepala Dinas Pekerjaan umum Provinsi Sultra Dody Djalante di Kendari, Sabtu.
Selain masalah harga penawaran, proyek jembatan yang didanai pemerintah China ini juga terbentur masalah ganti rugi lahan milik warga yang terkena proyek.

Pemerintah Kota Kendari yang bertanggung jawab dengan masalah pembebasan lahan warga, kata dia, hingga saat ini belum juga menyelesaikan masalah ini.

"Kami tidak paham mengapa masalah pembebasan lahan itu belum selesai-selesai juga, sedangkan dana untuk membayar biaya ganti rugi kepada warga senilai Rp21 miliar sudah disiapkan sejak 2010," katanya.
Jika masalah pembebasan lahan itu terus berlarut-larut, jelas Dody, negara donor China yang akan membiayai proyek itu akan mengalihkan dananya ke daerah lain di Indonesia.

"Kita harapkan Tim Sembilan segera menyelesaikan masalah ganti rugi lahan, sehingga proyek raksasa jembatan yang diberi nama "Bahteramas" ini bisa segera dilaksanakan," katanya.

Menurut Dody, bangunan rumah atau ruko warga di Kota Lama adalah milik 95 keluarga, sedangkan di Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli milik 17 keluarga.

Dody tidak menyebutkan bahwa nilai ganti rugi yang akan diberikan kepada masing-masing keluarga, namun dana yang disiapkan melalui APBD Provinsi Sultra senilai Rp21 miliar lebih.
"Dana itu disiapkan sejak 2010 lalu, karena saat itu pembangunan jembatan diperkirakan dimulai pertengahan 2011 ini," katanya.
Namun karena kelambanan Tim Sembilan menyelesaikan pembayaran ganti rugi lahan, kata dia, pembangunan proyek terancam tertunda, bahkan bisa batal.
Proyek jembatan yang menghubungkan mulut Teluk Kendari (Kota Lama dengan Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli) itu memiliki bentangan sepanjang 1.400 meter dan lebar 50 meter.

Menurut Dody, jika jembatan itu dapat diselesaikan, akan menjadi ikon wisata sekaligus menjadi objek wisata di Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sultra.
Pembangunan jembatan `Bahteramas` merupakan salah satu dari tiga megaproyek yang digagas Gubernur Sultra, H. Nur Alam.
Dua proyek lainnya yakni pembangunan Masjid di Tengah Teluk Kendari dan Rumah Sakit Bertaraf Internasional di Kecamatan Baruga, Kota Kendari.  (ANT-227/R007/K004)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011


Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

INILAH.COM, Kendari - Lagi-lagi, tender proyek pembangunan Jembatan Bahteramas, menemui jalan buntu. Masalahnya, penawaran yang diajukan, nilaihnya di atas pagu anggaran.
Pada tender pertama, pihak kontraktor memberikan penawaran sebesar Rp 900 miliyar dari pagu anggaran sebesar Rp 620 miliyar. Sementara pada tender kedua, pihak kontraktor memberikan penawaran yang jauh lebih kecil dari penawaran pertama yaitu Rp 800 miliyar.

Menurut Kepala Dinas (Kadis) PU Provinsi Sultra, Dody P. Djalante, Pemprov Sultra akan mendiskusikan mekanisme pengerjaan Jembatan Bahterans selanjutnya, ke Kementerian PU.
“Insya Allah pada hari senin depan (28/11, red),saya dengan bapak gubernur akan ke Kementerian PU,” ujar Dody di Kendari, Selasa (22/11).

Sebab, jika merujuk pada aturan lama, jika tender telah gagal dua kali, maka proses selanjutnya akan dilakukan penunjukkan langsung (PL).

Namun, lanjut Dody, kesimpulan akhirnya seperti apa itu tergantung keputusan dan arahan dari Kementerian PU.

“Karena sekarang juga sudah ada Perpres baru, apalagi ini kan program luar biasa antara pemerintah pusat dengan negara lain,” terangnya.

Menurutnya, bisa saja Kementerian PU menambahkan pagu anggaran Jembatan Bahteramas, yang bersumber dari APBN sehingga pagu Jemabatan Bahteramas bisa lebih tinggi. 

Sehingga, jika nantinya Kementerian PU memutuskan untuk agar tender ketiga dilakukan, pihak kontraktor sudah dapat melakukan penawaran dan loby dengan Pemprov karena pagu anggaran pembangunan Jembatan telah ditingkatkan. [ipe]



Kamis, 23 Februari 2012

BANJIR BOMBANA : "PT. BILLY INDONESIA HARUS BERTANGGUNGJAWAB"


Headline
 
OLEH : MEDIA SULTRA

Sindikasi - Senin, 20 Februari 2012 | 22:00 WIB
INILAH.COM, Kendari - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra meminta kepada PT. Billy Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Bombana agar bertanggung jawab atas terjadinya banjir di tiga desa di kabupaten tersebut.

Direktur Walhi Sultra Hartono mengatakan, banjir yang terjadi di Desa Dongkala, Lambale dan Tapuhaka Pulau Kabaena karena bak penampung air (cekdam) PT Billy meluap. Akibatnya, tiga desa itu kebanjiran dan menghanyutkan jembatan menuju SD Lambale. Akibatnya beberapa siswa tidak bisa ke sekolah.
Menurutnya, banjir yang terjadi di Kelurahan Lambale, Dongkala dan Desa Tapuhaka merupakan bukti ketidak becusan pemerintah daerah dan perusahaan tambang dalam mengelola lingkungan.
Selain itu, kejadian tersebut sangat berbanding terbalik dengan apa yang digambarkan perusahaan tersebut terkait penanganan lingkungan pasca tambang.
“Olehnya itu, tidak ada alas an, pemerintah Kabupaten Bombana untuk tidak melakukan Moratorium tambang di Kabaena sebelum bencana lain menyusul di pulau itu,” katanya saat dihubungi via email.
Hartono menjelaskan, kehadiran perusahaan tambang di Kabaena semestinya telah memberikan kesejahteraan bagi waga sekitar perusahaan. Namun fakta yang terjadi berkata lain, karena kehadiran perusahaan tambang justru menimbulkan konflik horizontal antara yang pro maupun yang kontra.
Ia menilai, hadirnya perusahaan tambang di daerah ini hanya menguntungkan sekelompok orang, dan perusahan tambang hanya dijadikan ‘ATM’ bagi oknum pemerintah dan pihak keamanan. Sementara rakyat sekitar hanya menjadi penonton dan menikmati belas kasihan dari perusahaan saja.
Berdasarkan data yang ia milki, Pulau Kabaena terdapat 32 izin konsesi pertambangan dengan luas lahan 64.840 Ha. Sementara luas Pulau Kabaena 86.769 ha. Artinya, 74% wilayah Pulau Kabaena yang berada dalam administrasi Kabupaten Bombana telah dijadikan konsesi pertambangan.
“Dari 32 izin pertambangan tersebut, delapan perusahaan telah mengantongi izin produksi dan lima perusahaan sudah melakukan pengapalan,” paparnya.
Untuk itu, ia mendesak pemerintah daerah Kabupaten Bombana agar segera menghentikan segala aktivitas pertambangan di Pulau Kabaena. Sebab, hadirnya pertambangan di daerah itu menyebabkan bencana di Kabaena.
“Kami menilai Pemerintah Bombana dan perusahaan tambang telah gagal membuktikan janji bahwa pengelolaan tambang di Kabaena telah memenuhi standar pengelolaan lingkungan. Untuk itu, sudah saatnya pemerintah daerah menggali aset lokal yang lebih ramah lingkungan dalam mengupayakan peningkatan PAD maupun kesejahtraan warga di Pulau Kabaena maupun Bombana secara umum,” jelasnya. [mor]

Rabu, 15 Februari 2012

PULUHAN BURUH PT. WAKATOBI RESORT MENGGELAR AKSI MOGOK KERJA


OLEH : DPP FSPBI SULSEL  


Sekitar pukul 10.00 wita pagi tadi Selasa, 7 February 2012 puluhan buruh yang mengenakan seragam kaos merah memadati lokasi sekitar Lapter Maranggo (Air Strip Maranggo) milik PT.Wakatobi Resort. Kedatangan puluhan buruh itu bukannya untuk menyambut para wisatawan asing tamu PT.Wakatobi Resort yang bergerak dibidang parawisata diving (jasa penyelaman yang menyajikan keindahan panorama alam dibawah laut Wakatobi).


Tapi kedatangan puluhan buruh yang mengatasnamakan Serikat Perjuangan Buruh Indonesia PT.Wakatobi Resort (SPBI PT.WR) ini adalah untuk menggelar aksi mogok kerja di depan bandara milik PT.Wakatobi Resort. Sekitar 50an (lima puluhan) buruh ini membawa puluhan bendera merah (bendera organisasi red) dan puluhan petaka yang berisi tuntutan mereka serta membawa 2 (dua) spanduk kain merah yang bertuliskan masing-masing,”We Are Want To Claim About The Overtime Because It Has Along Time Ago Unpayment By.PT.Wakatobi Resort” dan “Jamsostek Iss Insurance For All Labour At PT.Wakatobi Resort So Jamsostek Must Be Payment By.PT.Wakatobi Resort”.

Aksi ini berlangsung hingga pukul 14.30 wita, setelah itu puluhan buruh PT.Wakatobi Resort itu pulang ke sekretariat mereka di Kelurahan Waha, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Utara (Sultra) yang jaraknya sekitar 5 KM (lima kilo meter) dari Lapter Maranggo. Setibanya di secretariat mereka puluhan buruh ini menggelar rapat evaluasi dan menyusun strategi taktik (stratak) terkait agenda aksi lanjutan yang rencana pada Rabu, 8 February 2012 akan mereka laksanakan di plataran PT.Wakatobi Resort di Pulau Tolandono (Onemobaa), Desa Lamanggau, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Prov.Sultra.

Ketika dikonfirmasi Sekretaris SPBI PT.WR Ahmad Ode Tarani mengatakan bahwa dalam aksi ini mereka menuntut sejumlah hak-hak normative mereka yakni Jamsostek, Upah Lembur, Cuty Haid yang merupakan kewajiban perusahan yang harus diberikan kepada buruhnya namun tidak dilaksanakan. “Kami menggelar aksi mogok ini sebagai akibat dari gagalnya perundingan-perundingan yang telah kami lakukan dengan pihak perusahaan guna membahas sejumlah hak-hak normative kami”, ujar Ahmad menjelaskan.

Ahmad juga menjelaskan bahwa selain tidak memenuhi kewajiban perusahaan dalam memenuhi hak-hak burunya yang teah diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan UU No.3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, pihak perusahaan juga melanggar UU No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dimana perusahaan telah melakukan sejumlah praktek pelanggaran undang-undang dengan menurunkan jabatan dan upah (gaji) para buruh yang bergabung menjadi pengurus atau anggota SPBI PT.WR, tegas Ahmad.

Selain itu Ahmad juga menjelaskan bahwa sikap anti serikat dan praktek pembrangusan serikat (union buisting) juga dilakukan oleh management PT.Wakatobi Resort dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap dirinya sehari setelah memasukkan Surat Penyampaian Mogok Kerja keperusahaan, tutur Ahmad sembari menjelaskan bahwa hal itu melanggar UU No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Ahmad juga menegaskan bahwa aksi mogok kerja yang mereka gelar ini akan terus berlangsung sampai tuntutan mereka terpenuhi, bahkan kata Ahmad bahwa mereka telah memasukkan Surat Penyampaian Mogok mereka ke perusahaan dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsos Nakertrans) selama 1 (satu) bulan penuh terhitung sejak Selasa, 7 February s/d Rabu, 7 Maret 2012.

Sesuai pantuan kami dilapangan aksi tersebut mendapat pengawalan yang cukup ketat dari aparat kepolisian Polsek Tomia dan Polres Wakatobi yang dipimpin langsung oleh Kapolsek Tomia IPTU. La Ode Sahabuddin Sambo dan Kabag Min Polres Wakatobi AKP.La Husen. Selama aksi ini berlangsung hingga kini Selasa, 7 February 2012 malam belum ada kabar bahwa aka nada perundingan antara pesrta mogok kerja dengan pihak perusahaan, bahkan selama aksi berlangsung tidak terlihat seorangpun dari pihak perusahaan yang mencoba berkomunikasi dengan para buruh yang mogok. 

Reaksi: 

BURUH PT. WAKATOBI RESORT MENGGELAR AKSI MOGOK KERJA DI ATAS LAUT




Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh puluhan buruh PT.Wakatobi Resort (PT.WR) yang diprakarsai oleh Serikat Perjuangan Buruh Indonesia PT.Wakatobi Resort (SPBI PT.WR) pada hari kedua dan ketiga (Rabu, 8 February 2012 & Kamis, 9 February 2012, red) agak unik, pasalnya kalau aksi mogok kerja yang dilakukan oleh buruh pada umumnya di belahan dunia ini hampir semuanya dilakukan diatas darat, namun buruh PT.WR yang menggelar aksi mogok kerja pada tanggal, 8 & 9 February 2012 agak berbeda karena mereka (buruh PT.WR, red) menggelar aksi mogok kerja diatas perahu milik nelayan yang mereka tumpangi.
Aksi terapung diatas laut itu terpaksa dilakukan karena para buruh PT.WR yang hendak melakukan aksi mogok kerja di depan Long Hause (Rumah Panjang) yang merupakan tempat pusat kegiatan aktivitas wisatawan asing tamu PT.WR sesuai Surat Penyampaian Mogok Kerja SPBI PT.WR yang disampaiakan kepada Management PT.WR dan Dinas Sosial Tenagakerja & Transmigrasi (Dinsos Nakertrans) Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang juga ditembuskan ke Kapolres Wakatobi di Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Prov.Sultra.
Namun pada saat puluhan buruh PT.WR tersebut hendak berlabuh di dermaga milik PT.WR yang berada tepat di depan Long Hause PT.WR puluhan aparat kepolisian dari Polsek Tomia dan Polres Wakatobi menghalau dan melarang para buruh yang hendak melakukan aksi mogok di depan Long Hause. “Kalian tidak boleh berlabuh disini, apalagi mau aksi didepan Long Hause”, ujar Kapolsek Tomia IPTU La Ode Sahabuddin Sambo kepada para buruh yang hendak mogok didepan Long Hause sembari mengatakan bahwa pihak perusahaan tidak mengijinkan.
Lebih jauh IPTU Sahabuddin mengatakan bahwa jika kalian mau aksi silakan aksi diatas perahu saja tepatnya didepan dermaga, asal kalian tidak sandar di daratan yang merupakan lokasi perusahaan, tegasnya. Hal inilah yang membuat sekitar 50an (lima puluan) buruh PT.WR yang mogok kerja nekat melakukan aksi mogok nya dengan mengapung diatas air laut (diatas perahu, red).
Puluhan buruh PT.WR yang nekad melakukan aksi diatas perahu itu, melakukan aksinya dengan membentangkan spanduk merah yang berisi tuntutan mereka sembari memajang puluhan petaka yang berisi seruan dan tutatan, sambil mengibarkan puluhan bendera organisasi mereka yang semuanya berwarna merah.
Nampak terlihat bendera yang dikibarkan para buruh PT.WR yang menggelar aksi mogok kerja itu diantaranya bendera Serikat Perjuangan Buruh Indonesia PT.Wakatobi Resort (SPBI PT.WR), Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia (FSPBI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD), Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI), Komite Solidaritas Nasional (KSN).

Menyayangkan Ulah Polisi

Sementara itu sejumlah kalangan menyayangkan ulah aparat kepolisian yang menginterfensi para nelayan untuk tidak memuat dengan perahu mereka (nelayan, red) para buruh yang hendak menyebrang menuju pulau Tolandono Onemobaa, Desa Lamanggau, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk melakukan aksi mogok kerja di PT.Wakatobi Resort (PT.WR).
Menurut pengakuan sejumlah nelayan yang biasanya memuat penumpang yang ingin menyebrang menggunakan perahu nelayan, bahwa pada Rabu, 8 February 2012 sekitar pukul.07.00 wita di Pelabuhan Waitii, Desa Waitii, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Prov.Sultra pagi itu Kapolsek Tomia IPTU La Ode Sahabuddin Sambo bersama sejumlah anggotanya mendatangi puluhan nelayan yang lagi stand bay di pelabuhan Waitii, langsung mengancam para nelayan akan ditangkap dan proses oleh polisi kalau ada yang memuat para buruh PT.WR yang hendak menyebrang kepulau Tolandono (tempat PT.WR berada, red).
“Polisi (Kapolsek Tomia dan anak buahnya, red) mengancam akan menangkap dan memproses kami di kantornya jika kami memberikan jasa tumpangan (memuat dengan perahu, red) para buruh PT.WR yang mau mogok disebrang”, ujar para nelayan yang nampak ketakutan memuat buruh PT.WR yang hendak menyebrang ke pulau Tolandono tempat PT.WR berada.
Lebih lanjut puluhan nelayan itu mengatakan bahwa ulah polisi yang melarang mereka memuat buruh PT.WR itu sangat merugikan mereka, “sikap polisi yang asal main tangkap itu kalau kami memuat kalian kesebrang (ke pulau tempat PT.WR berada, red) adalah contoh sikap otoriter dan tidak manusiawi”, kata para nelayan mencibir kelakuan polisi yang menakut-nakuti mereka sembari meminta maaf kepada para buruh PT.WR yang ingin menumpangi perahu mereka.
Kecaman atas ulah polisi yang melarang dan menakut-nakuti para nelayan yang hendak memuat para peserta aksi mogok yang hendak menggelar aksi mogok di PT.WR juga dilontarkan berbagai kalangan masyarakat di Kecamatan Tomia dan Tomia Timur. Sala satunya adalah Syamsi warga Kelurahan Bahari, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, Prov.Sultra Ia (Syamsi, red) mengatakan bahwa pihaknya menyangkan jika ada oknum polisi di era sekarang ini yang masih suka menakut-nakuti warga akan ditangkap tanpa alasan yang jelas, apa lagi jika hanya karena mereka (nelayan, red) mencari nafkah dengan memuat atau memberi tumpangan kepada para buruh yang mau menyebrang ke pulau dimana PT.Wakatobi Resort, tegas Syamsi.
Kecaman juga dilontarkan oleh sala satu tokoh nelayan asal Pulau Tolandono di Desa Lamanggau, yang mengatakan bahwa kenapa polisi melarang nelayan mencari nafka tambahan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya yang mau memuat buruh yang hendak mogok kerja di PT.WR, dan apakah polisi mau menanggung kebutuhan para nelayan itu jika mereka tidak memuat para buruh itu, ujar sala satu pimpinan nelayan di Desa Lamanggau itu sambil berkata kepada para nelayan bahwa jangan mau ditakut-takuti oleh siapa pun termasuk polisi, sembari mengatakan silakan mencari nafkah asalkan halal dan tidak bertentangan dengan hukum dan ajaran agama kita.
Namun beruntung diantara puluhan nelayan yang biasanya mangkal dipelabuhan Waitii untuk memberikan tumpangan kepada masyarakat yang ingin menggunakan jasa tumpangan perahu mereka untuk menyebrang dari pulau ke pula, jika mereka tidak pergi melaut mencari ikan, ada yang memberanikan diri untuk memuat para peserta aksi mogok yang mau menuju pulau tempat PT.WR berada sehingga pada Rabu, 8 February 2012 para buruh PT.WR jadi menggelar aksi mogok di depan PT.WR (Long Hause) milik PT.WR kalaupun aksinya dilakukan diatas air (perahu, red) karena dilarang mendarat dilokasi perusahaan oleh aparat kepolisian dari Polsek Tomia dan Polres Wakatobi.

Aksi Mogok Kerja Buruh PT.Wakatobi Resort Masih Terus Berlanjut

Hingga hari keempat aksi mogok buruh PT.Wakatobi Resort (PT.WR) Jumat, 10 February 2012 masih terus berlangsung karena belum ada perundingan antara para buruh PT.WR dengan Management PT.WR. Pada hari keempat, aksi mogok kerja yang dilaksanakan oleh Serikat Perjuangan Buruh Indonesia PT.Wakatobi Resort (SPBI PT.WR) kembali digelar di Lapter Maranggo (Air Strip Maranggo) milik PT.WR sama seperti pada waktu hari pertama aksi mogok itu digelar pada Selasa, 7 February 2012.
Menurut Sekretaris SPBI PT.WR Ahmad Ode Tarani bahwa aksi mogok kerja ini akan berlangsung selama satu bulan penuh jika tuntutan para buruh PT.WR belum terpenuhi. “Aksi ini akan terus berlangsung selama sebulan penuh teritung sejak Selasa, 7 February 2012 sampai Rabu, 7 Matret 2012 dan akan kami perpanjang lagi jika belum ada penyelesaian terkait dengan tuntutan kami”, kata Ahmad.
Ahmad juga menekankan bahwa aksi ini akan dilaksanakan secara bergantian di Lapter Maranggo/Air Strip Maranggo (bandara milik PT.WR, red) dan di Pulau Tolandono, Desa Lamanggau, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Prov.Sultra (tempat PT.WR berada, red).