OLEH : YOSAFATI GULO
Hampir
semua media mengeritik SBY atas keluhannya di depan Kader Partai
Demokrat, Minggu, 18 Maret 2012. Sampai hari ini, nyaris tak ada diskusi
dan komentar yang mencoba mencari tahu atau memberi makna lain dari
pernyataan-pernyataan SBY yang terkesan selalu mengeluh. Banyak yang
bilang, “Presiden lemah, tidak tegas, loyo, ragu-ragu,
mampunya curhat, dst.” Yang lain bilang, kalau Presidennya terus
mengeluh, lantas rakyat meneluh kepada siapa lagi? Yang lain lagi
bilang, “Pak Presiden, hentikan mengeluh. Lebih baik kerjakan
tugas-tugas pokok daripada menghabis-habiskan waktu untuk memelas.
Bila
komentar-komentar itu divisualisasi, maka sosok Presiden SBY sungguh
tak sedap dipandang mata. Raut wajahnya amburadul, kacau, murung, dan
seperti tak punya harapan untuk hidup. Pertanyaannya, apa benar
demikian? Apa benar Presiden SBY hanya bisa curhat? Mengeluh? Putus asa?
Lalu apa salahnya bila Presiden curhat? Bukankah di balik curhat,
keluhan, bisa saja terselip makna keluhuran, ketinggian budi, kebersihan
hati seorang Susilo Bambang Yudoyono?
Presiden Jujur
Bagi
saya, fenomena curhat Presiden SBY tidak sekedar curhat atau keluhan.
Tampilannya memang demikian. Namun, di balik tampilan yang demikian ada
sebuah makna dasar, asasi dari diri Presiden SBY, yaitu kejujuran. Kalau
mau sebetulnya, Presiden bisa tampil selalu tegar dengan kata-kata
meyakinkan publik. Beliau juga bisa menyembunyikan semua fakta perasaan
tidak nyaman yang dialaminya dan membungkusnya dengan raut muka seorang
Prajurit Tangguh. Atau bahkan raut muka seorang penembak jitu. Atau
kalau ia mau, bisa juga membungkusnya dengan senyum model Suharto dulu.
Tapi
itu, tidak ia dilakukan. Ia memilih tampil apa adanya. Jujur! Semua
perasaan manusiawi yang dirasakannya dibeberkan secara gamblang. Bagi
saya, sikap tersebut jauh baik daripada seorang maling yang teriak
maling. Ia berhasil menyatukan rasa, pikiran, dan perbuatan. Ia tidak
berkamuflase sebagaimana biasa dilakukan banyak pemimpin negara dan
partai politik. Beliau tidak membelah kepribadiannya menjadi dua atau
lebih. Tidak bermanis-manis di depan publik, pada saat hatinya gundah.
Pertanyaannya,
mengapa kejujuran dikeritik? Bukankah kejujuran dikehendaki oleh ajaran
moral dalam semua agama, ilmu pengetahuan, hukum, adat, dan Pancasila?
Bukankah seorang Presiden jujur seharunya menjadi idola bangsa?
Beliau
sendiri menegaskan, bahwa dalam menaikkan BBM misalnya, ia bukan
ragu-ragu atau tak berani. Tapi sebelum mengambil keputusan, beliau
harus menghitung banyak hal secara matang. Ini perlu, agar persentase
kenaikan nantinya tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sikap ini juga
baik. Sebab, bangsa kita pasti tidak menghendaki Presiden bohong dan
mengambil keputusan ngawur, bukan?
Percaya Kepada Rakyat
Pertanyaan
selanjutnya, mengapa Presiden SBY mau curhat? Tentu saja banyak
alasanya. Salah satu yang pokok menurut saya adalah manifestasi dari
adanya sikap percaya Presiden kepada rakyat. Secara psikologis memang
demikian. Tanpa ada rasa percaya, mustahil ada orang yang mau curhat di
depan orang yang tidak ia percayai. Muda mudi yang sedang “PDKT” pun
begitu. Pada tahap perkenalan, tak mungkin si cewek atau cowok langsung
curhat. Curhat-curhatan hanya mungkin dilakukan si cewek atau cowok
setelah yakin dan percaya terhadap pasangannya.
Ibarat
dua sejoli tersebut, Presiden merasa begitu dekat dengan rakyat. Itulah
sebabnya ia curhat. Perasaan ini pun tak salah. Sebab beliau menjadi
Presiden sejak tahun 2004 semata-mata karena dipilih oleh rakyat. Rakyat
percaya kepada beliau sehingga menjagokan dan memilihnya menjadi
Presiden pada tahun 2004 dan 2009. Untuk mengimbangi kepercayaan yang
diberikan rakyat, presiden pun merasa perlu membalas sikap percaya
dengan sikap percaya.
Lantas, apa yang salah bila Presiden percaya kepada rakyat? Tidak ada, bukan?
Makna
kepercayaan ini sebetulnya yang perlu dipahami. Dengan bicara jujur,
secara tidak langsung sebetulnya Presiden SBY menyampaikan pengakuannya
atas dirinya. Ia seolah berkata, “Inilah aku. Kalau engkau percaya
padaku, terimalah aku apa adanya. Jangan terlalu banyak menuntut” Dalam
bercinta pun kita sering katakan hal itu.
Kalau
ada yang bilang bahwa curhat Presiden akan melemahkan rakyat, saya
justru melihatnya lain. Curhat tersebut malahan memotivasi rakyat agar
lebih kuat dan lebih tegar. Beliau memberitahukan keadaanya supaya
rakyat tak perlu terlalu banyak menunutut. Ini mirip dengan pernyataan
seorang kekasih kepada kekasihnya ketika berkata, “Aku memang begini
sayang, jangan memaksa aku melakukan sesuatu di luar keadaanku”. Ini
kan sebuah pernyataan cinta terhadap rakyat bukan? Lalu mengapa
disalahkan! ***
SUMBER :
http://filsafat.kompasiana.com/2012/03/21/kejujuran-sby-di-balik-curhat/