Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Rabu, 21 Maret 2012

KEJUJURAN "SBY" DI BALIK CURHAT

OLEH : YOSAFATI GULO



Hampir semua media mengeritik SBY atas keluhannya di depan Kader Partai Demokrat, Minggu, 18 Maret 2012. Sampai hari ini, nyaris tak ada diskusi dan komentar yang mencoba mencari tahu atau memberi makna lain dari pernyataan-pernyataan SBY yang terkesan selalu mengeluh. Banyak yang bilang, “Presiden lemah, tidak tegas, loyo, ragu-ragu, mampunya curhat, dst.” Yang lain bilang, kalau Presidennya terus mengeluh, lantas rakyat meneluh kepada siapa lagi? Yang lain lagi bilang, “Pak Presiden, hentikan mengeluh. Lebih baik kerjakan tugas-tugas pokok daripada menghabis-habiskan waktu untuk memelas.
Bila komentar-komentar itu divisualisasi, maka sosok Presiden SBY sungguh tak sedap dipandang mata. Raut wajahnya amburadul, kacau, murung, dan seperti tak punya harapan untuk hidup. Pertanyaannya, apa benar demikian? Apa benar Presiden SBY hanya bisa curhat? Mengeluh? Putus asa? Lalu apa salahnya bila Presiden curhat? Bukankah di balik curhat, keluhan, bisa saja terselip makna keluhuran, ketinggian budi, kebersihan hati seorang Susilo Bambang Yudoyono? 

Presiden Jujur
Bagi saya, fenomena curhat Presiden SBY tidak sekedar curhat atau keluhan. Tampilannya memang demikian. Namun, di balik tampilan yang demikian ada sebuah makna dasar, asasi dari diri Presiden SBY, yaitu kejujuran. Kalau mau sebetulnya, Presiden bisa tampil selalu tegar dengan kata-kata meyakinkan publik. Beliau juga bisa menyembunyikan semua fakta perasaan tidak nyaman yang dialaminya dan membungkusnya dengan raut muka seorang Prajurit Tangguh. Atau bahkan raut muka seorang penembak jitu. Atau kalau ia mau, bisa juga membungkusnya dengan senyum model Suharto dulu. 

Tapi itu, tidak ia dilakukan. Ia memilih tampil apa adanya. Jujur! Semua perasaan manusiawi yang dirasakannya dibeberkan secara gamblang. Bagi saya, sikap tersebut jauh baik daripada seorang maling yang teriak maling. Ia berhasil menyatukan rasa, pikiran, dan perbuatan. Ia tidak berkamuflase sebagaimana biasa dilakukan banyak pemimpin negara dan partai politik. Beliau tidak membelah kepribadiannya menjadi dua atau lebih. Tidak bermanis-manis di depan publik, pada saat hatinya gundah.
Pertanyaannya, mengapa kejujuran dikeritik? Bukankah kejujuran dikehendaki oleh ajaran moral dalam semua agama, ilmu pengetahuan, hukum, adat, dan Pancasila? Bukankah seorang Presiden jujur seharunya menjadi idola bangsa?
Beliau sendiri menegaskan, bahwa dalam menaikkan BBM misalnya, ia bukan ragu-ragu atau tak berani. Tapi sebelum mengambil keputusan, beliau harus menghitung banyak hal secara matang. Ini perlu, agar persentase kenaikan nantinya tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sikap ini juga baik. Sebab, bangsa kita pasti tidak menghendaki Presiden bohong dan mengambil keputusan ngawur, bukan?

Percaya Kepada Rakyat
Pertanyaan selanjutnya, mengapa Presiden SBY mau curhat? Tentu saja banyak alasanya. Salah satu yang pokok menurut saya adalah manifestasi dari adanya sikap percaya Presiden kepada rakyat. Secara psikologis memang demikian. Tanpa ada rasa percaya, mustahil ada orang yang mau curhat di depan orang yang tidak ia percayai. Muda mudi yang sedang “PDKT” pun begitu. Pada tahap perkenalan, tak mungkin si cewek atau cowok langsung curhat. Curhat-curhatan hanya mungkin dilakukan si cewek atau cowok setelah yakin dan percaya terhadap pasangannya.
Ibarat dua sejoli tersebut, Presiden merasa begitu dekat dengan rakyat. Itulah sebabnya ia curhat. Perasaan ini pun tak salah. Sebab beliau menjadi Presiden sejak tahun 2004 semata-mata karena dipilih oleh rakyat. Rakyat percaya kepada beliau sehingga menjagokan dan memilihnya menjadi Presiden pada tahun 2004 dan 2009. Untuk mengimbangi kepercayaan yang diberikan rakyat, presiden pun merasa perlu membalas sikap percaya dengan sikap percaya.

Lantas, apa yang salah bila Presiden percaya kepada rakyat? Tidak ada, bukan?
Makna kepercayaan ini sebetulnya yang perlu dipahami. Dengan bicara jujur, secara tidak langsung sebetulnya Presiden SBY menyampaikan pengakuannya atas dirinya. Ia seolah berkata, “Inilah aku. Kalau engkau percaya padaku, terimalah aku apa adanya. Jangan terlalu banyak menuntut” Dalam bercinta pun kita sering katakan hal itu.
Kalau ada yang bilang bahwa curhat Presiden akan melemahkan rakyat, saya justru melihatnya lain. Curhat tersebut malahan memotivasi rakyat agar lebih kuat dan lebih tegar. Beliau memberitahukan keadaanya supaya rakyat tak perlu terlalu banyak menunutut. Ini mirip dengan pernyataan seorang kekasih kepada kekasihnya ketika berkata, “Aku memang begini sayang, jangan memaksa aku melakukan sesuatu di luar  keadaanku”. Ini kan sebuah pernyataan cinta terhadap rakyat bukan? Lalu mengapa disalahkan! ***

SUMBER :
http://filsafat.kompasiana.com/2012/03/21/kejujuran-sby-di-balik-curhat/