Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Selasa, 23 Februari 2010

KEADAAN/POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA (Oleh Ali Habiu)

Ketika kita ingin menyoal atau berbicara tentang keadaan atau potensi Sumber Daya Manusia Indonesia saat ini, maka kita tidak boleh terlepas dengan bagaimana kita berbicara tentang asal muasal patrimonial maupun matrimonial secara genetikal para manusia yang mendiami kepualauan di wilayah Republik Indonesia ini serta bagaimana sebetulnya perhatian pemerintah terhadap sistem pendidikan kita dewasa ini. Bila kita berbicara tentang Potensi Sumber Daya Manusia Indonesia ditinjau dari asal muasal spesifikasi asal mula manusia yang datang mendiami gugusan kepulauan nusantara ini adalah sangat beragam, hal ini ditandai dengan begitu banyaknya latar belakang ethnis dan genetikal asal keturunan manusia yang datang pada zamannya baik berasal dari Asia seperti Johor, Tobelo, Arab, Mongolia, Tibet, Jepang maupun Eropah seperti Portugis dan Belanda mendiami setiap pelosok bumi nusantara ini. Berdasarkan beberapa dari catatan sejarah mengemukakan bahwa manusia-manusia yang datang ke kepulauan nusantara ini pada zamannya pada umumnya mereka adalah pelarian dari suatu koloni kerajaan yang tak tahan oleh kesewenang-wenangan penguasa Raja di negerinya ketika itu, dan ada pula yang mamang sengaja datang akibat dari kemauan sendiri atau saudagar yang kebetulan terdampar armada atau kapal yang ditumpanginya saat itu. Hal ini diperkirakan terjadi pada abad VIII sebelum masehi (Sarlito Wicaksono,2005). Dengan menelusuri latar belakang asal penduduk nusantara ini, maka kita bisa melihat bahwa struktur masyarakat Indonesia berasal dari berbagai stratifikasi budaya dan asal keturunan dan genetikal yang membentuk struktur mental dan intelegensia, merupakan potensi Sumber Daya Manusia Indonesia. Bila saja rakyatnya diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara layak (gratis) oleh pemerintah dengan biaya murah tetapi sarana dan prasarana pendidikan yang disiapkan oleh pemerintah mempunyai kelengkapan yang memadai, maka dapat dipastikan bahwa manusia–manusia Indonesia suatu saat nanti akan memiliki potensi keilmuan sains dan teknologi yang bisa diandalakan karena pada dasarnya manusia Indonesia memiliki susunan anatomi sel otak yang baik (Supriyana, 2002). Akan tetapi cerita di atas hanyalah merupakan suatu konsep idealisasi bagaimana sebetulnya bangsa ini bias maju sangat tergantung dari kesiapan sumber daya manusianya. Selama pendudukan belanda 350 tahun sejak tahun 1645 lalu hingga kemerdekaan dicetuskna tahun 1945, bangsa ini tidak memiliki kesempatan untuk rakyatnya memperoleh pendidikan secara umum, kecuali hanya segelincir kecil saja para anak-anak keturunan keluarga priyai, bangsawan, raja, sunan, sultan dan para abdi dalam juga para ningrat atau para amtenar belanda. Sehingga jumlah manusia Indonesia yang memperoleh pendidikan sejak zaman kolonialisme pendudukan belanda hanya terbatas pada golongan tersebut, yang diperkirakan hanya 0,02 % s/d 1,2 % dari total penduduk ketika itu (sarlito Wicaksono, 2005). Oleh karena itu memang dapat dibayangkan sudah bahwa potensi keseluruhan Sumber Daya Manusia Indonesia saat ini boleh dikatakan masih mandul, sebab dengan hanya segelincir saja yang memperoleh pendidikan saat ini yang telah berlangsung selama 350 tahun atau setara tiga generasi, ditambah dengan efektivitas system pendidikan kita baru dimulai awal dekade 1970-an secara merata di seluruh pelosok nusantara walaupun perguruan tinggi negeri ternama seperti UGM, ITB, UNAIR, UNHAS, UNSRI, UI relatif sudah berdiri sejak awal tahun 1960-an, namun dari tahun 1960-an sampai 1970-an baik sistem, aturan adminstratif maupun fasilitas sarana dan prasarana pendidikan kita saat itu masih sangat terbatas, sehingga produk alumninya juga memiliki pengetahuan sangat terbatas. Memang kebanyakan para pakar pendidikan juga tidak sependapat secara keseluruhan bahwa pembentukan Sumber Daya Manusia Indonesia itu hanya semata mata karena produk pergurun tinggi, karena ada juga masyarakat kita yang hanya bermodalkan izasah SLTA atau ALTP, tetapi karena kemampuan dia untuk ber-otodidak maka dia juga menghasilkan potensi SDM yang bisa dibanggakan dimana lingkungan dia berada baik Regional, Nasional dan Internasional. Hal ini terdapat pada stratifikasi secara individual maupun komunal pada masyarakat golongan strata seni budaya dan sejarah seperti yang terdapat di pulau Bali, Solo, Jogyakarta, Tator, Hal ini diperkuat dengan pernyataan Dayak Monir HT dalam Ati Cahayani (2005) bahwa ada sejumlah nilai, terlepas dari lingkup budaya manapun, yang terkait dengan prestasi (pendidikan). Masyarakat kita saat ini dengan segenap potensi Sumber Daya manusia yang dimilikinya, tidak pernah akan mampu untuk menciptakan sesuatu penemuan ilmiah secara inharen baik dalam dunia sejarah, arkiologi, astronomi, geofisika, fisika-kimia, biologi, anatomi, sains dan teknologi jika selama itu pemerintah republik ini belum mampu menyediakan suatu lembaga formal yang dapat menjamin dan membiayai eksistensi seseorang pelaku dalam melakukan riset, rekayasa, value engineer dan penulisan-penulisan secara ilmiah. Demikian pula sarana buku-buku dari berbagai penerbit dan penulis yang telah terbit di berbagai belahan dunia harus mampu diciptakan dalam adopsi bahasa Indonesia dan pemerintah bisa mendistribusikan diberbagai perpustakaan baik perpustakaan umum, sekolah maupun perguruan tinggi. Sistem penerapan kurikulum pendidikan tinggi baik S-1, S-2 maupun S-3 di Indonesia, harus mampu menciptakan kepada anak didik agar menghasilkan manusia-manusia applied sciences bukan pure sciences sebagaimana produk yang dihasilkan perguruan tinggi di Indonesia saat ini atau kombinasi keduanya. Sudah bukan lagi rahasia umum dikalangan S-1 bahwa perolehan angka setiap mata kuliah dengan mendapat nilai A adalah bukan sepenuhnya hasil prestasi mahasiswa melainkan karena adanya campur tangan para dosen dengan menkatrol jumlah lulusan. Dia ingin menunjukkan kepada atasan (Dekan atau Rektor) bahwa yang bersangkutan seolah-olah sudah mampu untuk mengajar (bisa meluluskan mahasiswa di atas 80%) sehingga mendapat skor nilai baik (kredit point) dosen yang bersangkutan pada atasannya. Sementara di lain pihak para mahasiswa kadang kala dia tak mengerti sepenuhnya apa saja manfaat materi kuliah yang telah diajarkan oleh para dosen kepada mereka. Polemik semacam ini ternyata juga telah menembus benteng eksistensi lembaga pendidikan tinggi Universitas Halu Oleo. Disisi lain amat kasaf mata bahwa ada sebagian para mahasiswa program pasca sarjana (S-2) yang berlatar sosial ekonomi baik dan berstatus pejabat dilingkungan pemerintah daerah, masih senang atau terbiasa menerima beres tugas akhir mereka dengan bekerja sama dengan dosen tertentu, yang tanpa merasa risi sedikitpun penelitian tesis yang telah didapatkannya itu dipertanggungjawabkan tanpa canggung didepan majelis sidang yang terdiri dari penguji dan pembimbing dan memperoleh nilai baik. Padahal kalau mau jujur bahwa produk semacam ini adalah pada hakekatnya mematikan potensi SDM yang bersangkutan dan sekaligus melemahkan citra eksistensi lembaga perguruan tinggi Unhalu yang saat ini lagi mau naik daun. Benturan-benturan banyak kepentingan yang telah digambarkan sebagai contoh kecil diatas merupakan produk manusia di abad moderen ini, cenderung materialisme dan homo ekonomikus. Mereka sesungguhnya telah mencederai nilai nilai dan etika budaya bangsanya sendiri. Selama beberapa kutub permasalahan ini belum mampu Pemerintah Republik Indonesia mengaturnya, maka pemerintah jangan harap lebih banyak kepada rakyatnya; bahwa mereka masih belum mempunyai peluang untuk bisa maju. Dan oleh karena itu potensi SDM bangsa ini hanya akan dapat selalu berjalan harisontal dari tahun ke tahun----tidak banyak yang bisa diharapkan dan dibanggakan. Makin hari semakin kita semua anak negeri ini didepak oleh kemajuan bangsa-bangsa lain rumpun tetangga kita. 
Malu ahhh….........!!!

PENGEMBANGAN/PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA : DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL, POLITIK DAN BUDAYA (Oleh Ali Habiu)

Berbicara tentang pengembangan atau pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia pada hakekatnya kita berbicara mengenai sejauhmana pemerintah memberikan pelayanan dan fasilitas pendidikan kepada warganya, dan sejauhmana ethnologis budaya bangsa dapat dipertahankan sebagai soko guru etika budaya dan moralitas manunsia yang dan berbudi pekerti dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perolehan peningkatan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan formal, bukan merupakan satu-satunya sarana untuk mendidik manusia Indonesia menjadi manusia cerdas dan pandai, namun juga tak kalah pentingnya adalah bagaimana proses adaptasi pemberdayaan sosial budaya dimana manusia tersebut dibesarkan atau dibina oleh kedua orang tua atau sanak keluarga dapat mengembangkan kemampuan intelegensia dan moralitas sebagai manusia berbudaya, sehingga setiap individu memiliki identitas diri sebagai manusia Indonesia. Ciri khas manusia Indonesia sebagai manusia yang berahlak dan berbudaya yang amat tersohor pada zamannya, sekarang sudah semakin sirna ditelan oleh globalisasi perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang menjadikan manusia Indonesia saat ini menjadi homo ekonomikus (Suryadarminta,1982), mereka lupa akan budayanya yang begitu tersohor pada zamannya mengakibatkan prilaku manusia bangsa ini dewasa ini cenderung individualistik. Sejak dekade 1980-an kecenderungan sistem pendidikan kita lebih dominan mengadopsi muatan-muatan kurikulum sistem pendidikan negara Amerika Serikat dan Eropah Barat, padahal produk sistem pendidikan kita waktu itu yang merupakan adaptasi atau asimilasi dari kurikulum Eropah Timur, Eropah Tengah dan Belanda relatif sudah cukup baik dan memuaskan, tinggal saja bagaimana pemerintah menyesuaikan diri sesuai perkembangan zaman. Namun sistem pendidikan yang sudah baik itu dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat dari indoktrinasi pemikiran dari para menteri kita ketika itu yang dominan berasal dari lulusan universitas dari Amerika Serikat, sehingga pola-pola westernisasipun berjalan dengan sendirinya, merombak sedikit demi sedikit kurikulum sistem pendidikan nasional sampai mendapatkan kurikulum yang kita rasakan saat ini. Akibatnya para mahasiswa tidak mendapatkan link and match, setiap produk sarjana dari pendidikan tinggi, baik berasal universitas-universitas atau perguruan tinggi negeri/swasta menelorkan sarjana yang tidak siap pakai. Hal ini menandakan bahwa pembinaan Sumber Daya Manusia Indonesia melalui produk alumni pendidikan tinggi tidak dapat memberikan konstribusi secara signifikan terhadap pemberdayaan Sumber Daya manusia itu sendiri dalam memberikan konstribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Samudro wibawa (2005), membagi masyarakat menjadi dua, masyarakat kapitalistik dan masyarakat pra kapitalistik. Pembagian ini tentu saja sedikit berbau “sara” : bahwa masyarakat itu berkembang kearah kapitalistik, atau bahwa masyarakat kapitalistik itulah masyarakat yang “baik”. Pengamat lain mempunyai kacamata yang agak lebih netral : bahwa masyarakat terbagi ke dalam mereka yang moderen dan mereka yang tradisional. Sekalipun penyebutan seperti ini agak netral, pastilah dia juga menyimpan asumsi, bahwa moderen itu lebih baik dari pada tradisional. Adapula orang yang membagi masyarakat kedalam mereka yang bekerja di sektor formal dan mereka yang bekerja di sektor informal. Lagi-lagi pernyataan inipun implisit mengandung pemahaman, bahwa formal itu bagus dan kedalam situasi itulah masyarakat pada akhirnya harus berada, sedangkan informal itu jelek, kelas dua atau malu-maluin. Karenanya tukang becak harus digusur, pedagang asongan harus ditertibkan. Keprihatinan tersebut di atas dapat dilanjutkan dengan pernyataan bahwa pilihan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi selama ini telah menyingkirkan perhatian terhadap pengembangan potensi Sumber Daya Manusia sebagai individu. Setiap masyarakat, setiap warga negara berhak maju. Hidup memang harus begitu, tidak boleh sebaliknya seperti air yang mengalis kebawa atau seperti uap panas yang mengalis ke atas. Tetapi apakah maju itu ?. Samudro Wibawa (2005), memberikan kriteria untuk dapat membangun dirinya (membangun sumber daya manusianya) atau agar dapat masyarakat kita disebut sebagai komunitas dalam proses memajukan dirinya, maka berdasarkan pengalaman sejarah----secara individual maupun kolektif, manusia bangsa ini harus mempunyai karakter sebagai berikut : 
  • Berpikir dan bersikap logis, dalam arti bahwa kita dapat menjaga konsistensi antara tujuan dan cara, atau harus rasional, pragmatis. Sejak terbentuknya negara ini tahun 1945, hanya sedikit diantara warga bangsa ini yang mempunyai karakter seperti ini. Kebanyakan kita adalah orang-orang yang tidakk mempunyai tujuan, tidak punya rencana, membiarkan diri hanyut dalam arus dan mode kehidupan, yang saat ini sbagian besar ditentukan oleh negara-negara Amerika, Eropah dan Jepang. Ini harus kita tinggalkan. Setiap warga negara harus mempunyai tujuan dan bisa memikirkan secara sistematis bagaimana cara mencapainya, dengan dibarengi sikap serius dan pragmatis. Kita harus mampu mengevaluasi kerja kita dan harus mampu merubah tujuan sesuai dengan cita-cita bangsa, 
  • Disiplin dan kerja keras. Termasuk dalam hal ini adalah hidup secara hemat, jujur, sabar dan bersikap lebih banyak ekstrovert dari pada pemalu dan introvert . Kita juga perlu selekasnya meninggalkan gaya hidup yang gengsi-gengsian, dan projo oriented, menggantinya dengan tujuan dan prestasi oriented.
  • Ada kesempatan berkreasi. Masyarakat harus dapat menciptakan suasana social yang memungkikan secara individu untuk menampilkan gagasan dan merealisasikan ide-idenya. Hal ini agak problematis : Ide baru sering kali melawan nilai dan norma sosial. Pada kondisi demikian ini masyarakat harus dapat kompromistis. 
  • Terjaminnya kualitas. Kesempatan yang diberikan oleh masyarakat kepada individu haruslah diimbangi oleh setiap individu dengan menciptakan kreasi secara kualitas, tidak asal-asalan atau asal jadi. Disiplin, kerja keras dan kesungguhan hati pastilah menghasilkan karya-karya yang berkualitas. 
  • Kepastian hukum. Masyarakat juga harus dapat menjamin kepastian hukum. Hukum adalah aturan bersama, yang dirumuskan secara bersama, baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah pada semua tingkat dan antar kelompok masyarakat untuk dipakai buat kepentingan bersama. 
  • Transparansi proses politik dan birokratik. Kepastian hukum akan lebih terjaga, jika proses pembuatan aturan dan proses pelaksanaannya berlangsung secara kasat mata. Setiap individu harus diberi hak untuk melihat jalannya proses itu, tidak peduli apakah dia akan menggunakan haknya atau tidak.
  • Teladan kelompok elit, baik elit politik, ekonomi maupun budaya. Dalam sebuah sistem sosial yang demokratis, transparan dan bebas, sebenarnya kelompok elit tidak memainkan peran yang dominan dalam membentuk dan mengarahkan perkembangan masyarakat.
  • Jaminan sosial----hari tua, kesehatan pendidikan. Selain adanya kepastian hukum dan jaminan keamanan bagi setiap warga negara, setiap individu dalam masyarakat kita akan terdorong untuk melakukan atau menciptakan karya-karya kreatif yang berkualitas, jika ada system reward and punishment yang bagus. 
Proses sosial yang progressif tersebut di atas hanya dapat berlangsung secara relatif menyenangkan, jika persyaratan di bawah ini dapat dipenuhi, yakni : 
  1. Utang negara maupun utang swasta berada pada tingkat normal. Utang yang berkelebihan   akan menyengsarakan masyarakat secara keseluruhan, termasuk rakyat yang tidak berhutang, 
  2. Kondisi sosial, politik dan ekonomi dalam keadaan stabil, tidak dalam arti bahwa kehidupan masyarakat tenang tetapi tertekan. 
  3. Sistem pendidikan dan penelitian yang mantap dengan menciptakan link and match antara pendidikan tinggi dan kerja, sehingga universitas atau perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan sarjana berijazah, melainkan sarjana yang siap bekerja atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri

PERAN STRATEGIS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Oleh Ali Habiu)

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah factor sentral dalam sebuah organisasi. Bagaimanapun bentuk, tipe organisasi yang dibuat serta tujuan organisasinya, namun organisasi dibuat pada hakekanya mengandung berbagai visi untuk digunakan sebagai kepentingan manusia dan dalam pelaksanaanm misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Sehingga, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan organisasi. Selanjutnya Manajemen SDM adalah mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi institusi, lembaga atau perusahaan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara optimum. Oleh karena itu MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu manajemen (management of sciences) yang mengacu pada fungsi manajemen dalam pelaksanaan proses-proses planning, organizing, staffing, leadership dan contolling. Foulkes, dalam Rudy CT (2007), memprediksi bahwa peran SDM dari waktu ke waktu akan semakin strategis, yakni dituturkan sebagai berikut : “For Many years it has been said that capital is the bottleneck for a developing industry. I don’t think, this any longer holds true. I think it’s the work force and the company’s inability to recruit and maintanin a good work force that does constitute the bottleneck for foundation….. I think thiswill hold true even more in the future.” Berdasarkan prediksi Foulkes ini, maka pengembangan SDM saat ini digunakan sebagai terminology human capital yang semakin santer berkembang dikalangan pebisnis maupun para CEO belakangan ini. Dessler dalam Rudy CT (2007), mendefinisikan Manajemen Sumber Daya manusia sebagai berikut : “Strategic Human Resources management is the linking of Human Resource management with strategic role and objectives in order to improve bussines performance and develop organizational cultures and foster innovation and flexibility”. Dessler, mengingatkan kepada kita bahwa para manajer haruslah mengaitkan pelaksanaan MSDM dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan flekibilitas. Peran strategi SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber daya, dimana fungsi kelembagaan (perusahaan) adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas, adalah SDM strategis yang dapat memberikan nilai tambah (added value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan competitive advantage dari kelembagaan. Dengan demikian dari segi sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang maksimum yang dapat mengoptimumkan competitive advantage. Value added adalah SDM strategis yang menjadi bagian dari human capital suatu kelembagaan. Manajer masa kini dituntut untuk cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang berlangsung cepat. Tingginya dinamika atau cepatnya perubahan dapat tergambar dari total perdagangan impor dan ekspor Amerika Serikat pada tahun 1991 bernilai US $ 907 Milyar, meningkat pada tahun 1996 menjadi US $ 1400 Milyar. Menurut Andi Dungan (2006) Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :  Berbagai kemajunan tehnologi yang berlangsung sangat cepat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terutama dalam perkembangan telekomunikasi berupa CAD, CAM dan Robotika,  Pengaruh globalisasi, yakni perusahaan-perusahaan manufaktur Amerika Serikat mamanfaatkan pekerja buruh murah pada Negara-negara berkembang, dengan menelorkan produksi manufaktur multinasional seperti Toyota di AS, IBM di Jepang.  Pengaruh deregulasi, entry tariff dan lainnya oleh pemerintah, proteksi dan monopoli yang semakin berkurang menyebabkan munculnya berbagai perusahaan baru dalam bidang Telekomunikasi, Penerbangan, Bank dengan operasi biaya yang lebih kompentitif.  Demografi tenaga kerja global yang berubah, mengarah kepada work fource diversity, diskriminasi tenaga kerja semakin longgar, bertam-bahnya tenaga kerja usia tua dan tenaga kerja wanita,  Perubahan sistem sosio-politik seperti Rusia yang menjadi Kapitalis, RRT yang menjadi Negara Industri, serta berdirinya asosiasi-asosiasi regional seperti EU, NAFTA, APEC dan lain-lain, yang bertujuan antara lain untuk kerja sama ekonomi, liberalisasi dan deregulai perdagangan. Pergeseran-pergeseran yang telah disebutkan di atas akan berdampak kepada semakin banyaknya pilihan bagi konsumen ; terjadinya margers, joint venture dan bahkan divestasi dan menutup usaha; siklus hidup produk menjadi lebih pendek dan terjadi fragmentasi pasar. Fenomena-fenomena tersebut menimbulkan ketidakpastian sebagai tantangan dari tugas Manajer Sumber Daya Manusia. Perampingan personalia atau downsizing dan kecenderungan bekerja dalam team yang lebih mendasarkan kerjanya kepada proses, bukan lagi fungsi spesialisasi saat ini semakin menonjol. Istilah pemberdayaan yang kini digunakan dalam banyak aspek, juga sudah merambah ke Manajemen Sumber Daya Manusia. Pemberdayaan tenaga kerja dilaksanakan terutama bagi front line employes guna memberikan kepuasan maksimum kepada para pelanggan. Penerapan Manajemen saat ini telah banyak berubah dari keadaan 20 atau 30 tahun lalu, dimana human capital menggantikan mesin-mesin sebagai basis keberhasilan kebanyakan perusahaan. Piter Drucker dalam Jarvis Chris (2006) seorang pakar manajemen terkenal bahkan telah mengingatkan kepada kita dengan mengemukanan bahwa tantangan bagi para manajer sekarang adalah tenaga kerja saat ini cenderung tak dapat diatur seperti tenaga kerja masa lalu. Titik berat pekerjaan saat ini bergerak sangat cepat dari tenaga manual ke knowledge worker yang sudah menolak menerima perintah ala militer. Kecenderungan yang kini berlangsung adalah angkatan kerja kini dituntut memiliki pengetahan baru berupa knowledge-intensive, hightech, knowled geable, yang sesuai dengan percaturan dinamika perubahan yang tengah berlangsung. Tenaga kerja di sektor jasa di Negara maju dari tahun ke tahun makin meningkat juga tenaga paruh waktu atau part timer juga semakin meningkat. Pola yang berubah ini menuntut “pengetahuan baru” dan “cara penanganan baru” berupa penerapan manajemen yang baru. Bank teller, operator telepon, juru tik, semua kini telah menggunakan komputer sehingga penguasaan atas komputer bukan lagi fakultatif atau alternative tetapi mutlak bagi angkatan kerja white collar sekarang ini. Berlangsungnya progres globalisasi dan tekhnologi di Indonesia juga tidak ketinggalan . Perhatikan iklan Arthur Anderson atau Prasetyo Consulting, operator telepon, juru tik, semua kini telah menggunakan komputer sehingga penguasaan atas komputer bukan lagi fakultatif atau alternative tetapi merupakan kebutuhan mutlak bagi angkatan kerja white collar dewasa ini. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dinamika bisnis abad 21 saat ini mengandung higt tech knowledge based HR, strategic management, IT, e-bussines. Inilah merupakan tantangan manajer SDM saat ini dan tantangan pencari kerja abad 21. Lembaga pendidikanpun perlu berubah, perlu menyesuaikan diri sehingga dapat mengejar trend pangsa pasar--------mari tinggalkan paradigma lama agar kita tak tergilas oleh roda perkembangan zaman….., siapa takut!!?? 

Sumber:
1. Rudy C T : http://www.lawas.edu/~rudy/hrm/hompage-hrm.html 
2. Jarvis, Chris : http://sol.brunel.ac.uk/~jarvis/bola/personnel/index.htm1#pest. 
3. Andi Dungan : http://www.graceland.edu/~dungan/hrm/hompage.hrm.htm1

Rabu, 17 Februari 2010

TINJAUAN LPJKD SULTRA TERHADAP PENYUSUNAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN BAGI AREA PENAMBANGAN DI SULAWESI TENGGARA (Oleh Ali Habiu)

1.1. UMUM 
Sektor konstruksi adalah sektor strategis dalam perjalanan pembangunan bangsa. Posisi strategis tersebut dapat dipresentasikan oleh besaran-besaran keterkaitan kedepan (foward) dan ke belakang (backward) dengan sektor-sektor lain. Konstruksi sesungguhnya dapat dikonsepsikan dengan produk, proses dan pelaku sehingga membentuk ”meso economic system” baik pada ranah kluster, sektor, industri maupun jasa yang akan berperan dalam membangun sosial ekonomi bangsa (construction driven socio-economic development). Pengembangan jasa konstruksi menjadi keniscayaan atas konteks globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangan, demokratisasi dan otonomi daerah, kerusakan dan bencana alam ditengah transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi yang sedang terjadi saat ini ditengah-tengah pembangunan bangsa. Disisi internal disaat dinamika penguatan masyarakat sipil (sivil society) dan disisi eksternal ditengah pertarungan hegemoni global, penataan kelembagaan dan program pengembangan jasa konstruksi harus terus diupayakan untuk menjamin konstruksi Indonesia mampu menciptakan nilai secara berkelanjutan dan profesionalisme ditunjang daya saing yang proporsional. Lembaga pengembangan jasa konstruksi daerah (LPJKD) sebagai organisasi yang bertugas menjalankan pengembangan jasa konstruksi di daerah harus terus menerus ditingkatkan kapasitas operasionalnya dan dapat dijamin tata kelola organisasinya. Secara prinsipil implementatif tugas besar lembaga ini adalah menciptakan tri daya lembaga, yakni : (1).Construction governance, (2). Construction competency, (3). Construction competitiveness. Lembaga pengembangan jasa konstruksi daerah (LPJKD) saat ini tidak saja harus mampu mengawal rana konstruksi Indonesia dan Daerah hingga kokoh, handal dan berdayasaing tinggi tetapi juga harus dapat menjaga sistem konstruksi Indonesia dan Daerah agar tidak semakin deskruktif dan terdistorsi oleh akibat ketiadaan saling asih, asuh dan saling asah antar inter dan antar pemangku kepentingan. LPJKD pada ranah individual harus mampu membangun kompetensi SDM konstruksi dengan mengedepankan profesionalisme, serta pada konteksi internal organisasional harus mampu menciptakan sinergi dan integrasi nilai dari para pelaku sektor konstruksi, sedangkan pada konteksi eksternal organisasional harus mampu mengupayakan interaksi timbali balik saling menguntungkan antara pemangku kepentingan lain, dan pada konteksi internasional organisasional harus mampu membangun jaringan kerja sama dengan lembaga-lembaga di negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu LPJKD ditataran organisasinya saat ini dituntut harus mampu membangun konsolidasi dan profesionalisme agar mampu menjalankan tugas keprofesionalan dan tugas pelayanan publik sebagaimana tertuang dalam pasal 33 Undang-undang Jasa Konstruksi tahun 1999. Semua ini dapat terwujud dengan nyata apabila LPJKD dapat menunjukkan kemandirian dengan leadership yang tinggi dan didukung oleh SDM konstruksi profesional serta bergaining kemauan pemerintah daerah melalui lembaga Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah dapat ikut secara nyata mengambil bagian didalamnya dengan mengeluarkan kebijakan lingkungan mempengaruhi sektor sumber daya konstruksi maupun kebijakan dalam bentuk reel. Agar konsep partisipasi makin realistis dan kapasitas profesional makin partisipatif, kualitas produk makin baik, maka perlu ada upaya pemerintah daerah melalui lembaga yang relevan mau membuka diri secara signifikan agar isu strategis analisis dampak lingkungan lokasi rencana penambangan di daerah ini kedepan lebih tertangani secara signifikan dan proporsional. 
1.2. PERMASALAHAN 
Setiap pembukaan area tambang pasti akan didahului oleh kegiatan pembebasan lahan, pematangan tanah (land scoupe) kemudian akan disusul oleh kegiatan pembuatan akses road tambang kemudian pembangunan fasilitas penunjang. Dalam pembebasan tanah awalnya akan berhubungan dengan masalah sosial ekonomi masyarakat setempat dan kemudian setelah pematangan tanah serta pengelolaan tambang maka kemudian berhubungan dengan geo hidrologi dan geo teknik. Ketika pembahasan studi pada kedua hal ini maka perlu kehatia-hatian semua pihak karena perlu ada studi spesifik yang menyoal masalah pengaruh pengelolan tambang tersebut terhadap stabilisasi geo hidrologi dan geo teknik terhadap daerah bawah; apakah berpengaruh positif atau negatif. Banyak kasus-kasus yang terjadi di lapangan atas pengabaian kedua studi ini hingga dengan selang waktu yang relative tidak lama telah berdampak merusak ekosistem lingkungan tanah di daerah bawah yang berakibat bukan saja lokasi permukinan penduduk menjadi ambruk melainkan juga berdampak pada tata lingkungan tanah terbuka (open land) milik publik dan hutan serta inprastruktur jalan dan jembatan di daerah bawah menjadi failure akibat melorotnya stabilitas tanah. Struktur tanah bervariasi tergantung dari kondisi geologi daerah dimana lokasi penambangan dibuka. Pada daerah-daerah yang memiliki domain lapisan tanah anisotropik atau isotropik homogen atau tidak homogen yang merupakan lapisan kombinasi antara gravel, sand, silt, clay dan bukan full clay atau full silty atau silty clay dengan koefisien fearmibilitas maksimum sampai ke daerah bawah akan sangat rawan terhadap terganggunya stabilitasi tanah pada daerah bawah tersebut mengingat bahwa kombinasi lapisan tanah ini relatif memiliki transibilitas cukup tinggi serta storage water dan gradient hidrolik yang cukup besar kemudian berpotensi zone saturated. Dalam pembuatan Dokumen AMDAL yang dilegitimasi oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan di Daerah Sulawesi Tenggara tidak dicantumkan diskripsi tentang analisis stabilitas tanah dari suatu pembukaan area tambang. Tentunya pengelolaan tambang sangat tidak diharapkan akan berdampak pada daerah bawah dan jika hasil studi dalam dokumen ANDAL menunjukkan trend adanya potensi zone saturated pada daerah bawah maka diharapkan rekomendasi apakah tambang dapat di kelola dengan penyertaan pembangunan tekhnologi chimney drain (Craig, 1989: 62) untuk menormalkan permeabilitas tanah (piping) atau tidak dapat direkomendasi pengelolaan tabang karena tekhnologi tak dapat mengatasi seluruh permasalahan permeabilitas tanah lokasi tambang. Selain itu pembangunan sarana jalan tambang dalam lokasi tambang (internal road) maupun akses jalan tambang ke lokasi pelabuhan (eksternal road) merupakan bagian dari penanganan konstruksi yang harus memenuhi syarat sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah serta Pereturan Menteri. Tidak terkecuali perusahaan manapun termasuk perusahaan tambang yang sengaja mengelola pekerjaan jalan ini maka perusahaan tersebut harus memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU), Daftar Registrasi Badan Usaha (DRBU), Nomor Registrasi Badan Usaha (NRBU) dan terdaftar pada system teknologi informasi lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional (STI-LPJKN). Demikian pula Pembangunan Fasilitas Penunjang berupa pembanguan direksi keet, bangsal kerja serta pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup (top soil) juga pemotongan tanah pada daerah-daerah bukit perlu ada studi civil engineering yang dilaksanakan secara integrated mengingat kegiatan-kagiatan ini memiliki dampak pada stabilisasi daerah bawah yang cukup luas jika struktur tanah daerah lokasi tambang memiliki struktur sebagaimana telah diuraikan di atas. Negara kita adalah Negara hukum yang mana semua kehidupan warga Negara termasuk aktivitanya dilaksanakan berdasarkan aturan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pada pasal 43 disebutkan bahwa secara pidana berlaku sanksi hukum dengan kurungan 5 (lima) tahun penjara bagi perencana, pelaksana dan pengawas yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya mengakibatkan kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang dimaksud bisa karena usia bangunan tidak sesuai dengan rencana atau ambruknya bangunan mengakibatkan korban bagi manusia. Selain itu pada Bab VII mengenai Sanksi Administrasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu disebutkan pada pasal 113 ayat (1) pemilik dan/atau pengguna yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif, berupa : antara lain pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung atau perintah pembongkaran bangunan gedung. Pada ayat (2) disebutkan bahwa selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dikenakan sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun serta pada pasal (3) penyedia jasa konstruksi yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

 
Kerusakan Lingkungan Area Tambang Emas

1.3. KETERLIBATAN LPJKD 
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi memiliki peran strategis dalam pembinaan konstruksi di daerah masing-masing dalam wilayah republik Indonesia. Tanpa kecuali siapapun atau badan apapaun atau perusahaan apapun namanya yang ketika melakukan aktivitas bekerja melakukan konstruksi maka harus melalui pembinaan LPJKD sehingga pelaksanaan jasa konstruksi dimanapun di Negara ini dapat berjalan secara professional, tertib, lancar, transparan dan akuntabel. Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasannya yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Olehnya itu LPJKD Sultra dalam menjalankan fungsinya sebagaimana amanah Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi perlu perlibatan langsung untuk ikut merekomendir pragraf bagian ini dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan rencana area penambangan. 
1.4. KONSTRIBUSI LPJKD 
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Sultra harus dapat mengambil bagian dalam Tim Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Rencana Area Penambangan yang ada di wilayah pemerintahan provinsi Sulawesi Tenggara. Bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang penambangan yang menunjuk yayasan, badan atau perusahaan yang bergerak dibidang lingkungan yang memiliki kontrak pembuatan AMDAL harus melibatkan LPJKD Sultra dalam bagian Tim yang dibentuk oleh Yayasan, Badan atau Perusahaan tersebut melalui konfirmasi dan legilimasi pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memiliki lokasi tambang. Institusi Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota diminta mulai membuka kerja sama yang positif dengan LPJKD Sultra dalam pengendalian dampak lingkungan di daerah ini utamanya yang relevansi dengan dampak dari kegiatan pematangan tanah, pengupasan tanah pucuk tanah penutup (top soil), pembuatan jalan tambang mengingat seluruh kegiatan ini berpotensi merusak struktur tanah daerah bawah yang kemudian suatu kelak mengakibatkan premis runtuhnya sarana bangunan jalan dan jembatan, dan bangunan-bangunan permukiman penduduk lainnya. Oleh karena itu tenaga-tenaga ahli yang terdapat dalam Dewan Pengurus LPJKD Sulawesi Tenggara bersama Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah akan melakukan kajian teknis konstruksi berdasarkan pendekatan geo hidrologi dan geo teknik dengan mengadakan pengukuran-pengukuran di lapangan dan kemudian ikut terlibat dalam pembuatan dokumen AMDAL membuat analisis dan rekomedasi termasuk sistem pengendalian dan pengawasannya sehingga dokumen AMDAL yang dihasilkan betul-betul sesuai dengan kebutuhan lapangan. 
1.5. PENUTUP 
Diharapkan deskripsi konsepsional di atas dapat merupakan terobosan baru dalam mereformasi sistem informasi dampak lingkungan yang ada di daerah ini, utamanya dalam setiap rencana pembuatan dokumen AMDAL area penambangan yang saat ini lagi gencar-gencarnya di buka di Sulawesi Tenggara sebagai refleksi formal atas data satelit Amerika yang telah menunjukkan bahwa daerah ini memiliki sumber aneka tambang terbesar di dunia yang nantinya diharapkan dapat digarap dengan baik sehingga kelak dikemudian hari dapat dihindari terjadinya kemungkinan kemungkinan timbulnya bencana akibat pengelolaan tambang yang tidak melalui suatu pengendalian maupun pengawasan yang baik yang dapat merugikan masyarakat sulawesi tenggara---pengusaha untung…, rakyat buntung…!!!.*** 
----------------------------------------------------
Ir.L.M. Ali Habiu,AMts.,M.Si ( Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan LPJKD Sultra Priode 2008-2012)