Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Kamis, 06 Januari 2011

PENTINGYA INTEGRASI DALAM MASYARAKAT MAJEMUK : "Suatu Tinjauan Dalam Konteks Integrasi Kehidupan Antar Agama di Indonesia"

OLEH : ALI HABIU


Didalam masyarakat mejemuk yang hidup berbagai suku bangsa, agama dan rasial, integrasi sangat diperlukan, bila tidak ada integrasi didalamnya maka akan timbul kelompok-kelompok ekstrim sayap kanan dan sayap kiri yang sering kali membuat keonaran serta separatisme. Masyarakat mejemuk yang terdapat di Negara Indonesia yang dalam membentuk kelompok didasarkan atas kesamaan budaya, agama, ethnis dan bahasa. Pada dasarnya integrasi dalam kehidupan masyarakat muncul dengan saling menjaga keseimbangan untuk mendekatkan pergaulan antara sesama manusia. Integrasi sosial adalah suatu proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda yang ada dalam kehidupan komunitas sehingga diperoleh suatu kodisi kehidupan yang serasi bagi masyarakatnya.
Indonesia sebagai Negara yang memiliki jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa, diperkirakan sebanyak 220 juta jiwa beragama islam dan selebihnya agama Kristen, Hindu, Budha dan Konhucu. Pada momen kehidupan masa kini integrasi antara Islam dan non Islam khususnya Kristen sangat sulit didapatkan ditengah-tengah kehidupan Bangsa dan Negara. Mengapa hal ini bisa terjadi, antara lain disebabkan oleh disatu sisi pemahaman ajaran agama islam bagi sebagian besar kaum mislimin di Indinesia menganut faham syareat/aqidah yakni dengan melihat paradoks islam sebagai apa adanya seperti kontekstual apa yang telah diriwayatkan oleh perjalanan para Rasul atau Nabi dengan menggaris bawahi pemahaman terjemahan asli Alquran dan Hadist secara teoritis sebagai harga mati dan melihat diluar golongan ini sebagai golongan kafir. Di sisi lain golongan non Islam seperti Kristen (katolik dan protestan) tidak secara murni lagi mengembangkan ajaran kitab perjanjian lama oleh Bernabus, melainkan kitab-kitab Injil yang postulat sudah dimodifikasi oleh para missionaries Kristen sekitar abad XVI di Roma sehingga golongan ini melihat golongan diluar agama mereka sebagai Gembala yang harus dapat dipengaruhi untuk dapat masuk agama Kristen (katolik atau protestan).
Sebagaimana yang diriwayatkan Kitab Injil (Matius 28 : 19-20) dalam Hanz Pinsel (2002), “Karena itu pergilah, jadikanlah semua Bangsa muridku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarilah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu.”
Kitab Injil (Yohanes 13 :34), “Aku memberi perintah baru kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi”
Dalam Kitab Injil, (Petrus 5: 1-7) dalam Hanz Pinsel (2002), “Aku menasehatkan para penatua diantara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Jangalah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu, Maka kamu apabila gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota yang tidak dapat layu.”
Dalam Kitab Injil (Paulus : 5) dalam Hanz Pinsel (2002), “Pertahankalah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah sementara yang baik terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang..”
Hans Pinsel (2002) mengatakan bahwa Yesus tidaklah mengembangkan agama Kristiani menjadi gerakan diseluruh dunia, melainkan para pengikutnyalah yang melakukannya.
Sehingga dengan demikian itu dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di Negara Indonesia sangat sulit untuk hidup berdampingan secara damai kedua aliran agama ini antara Islam pundamentalis dengan Kristen modern disebabkan adanya fenomena faham kafir dan faham gembala.
Dalam pengembangan ajaran Islam di dunia, diperkirakan mulai pertengahan abad XVI para missionaries dan militan yahudi telah secara bertahap membuat Hadist-Hadist palsu untuk membuat pertentangan dalam ajaran Islam dalam rangka program Kristenisasi dan Yahudisasi di seluruh dunia. Hingga tahun 1998 lalu menurut Imam Mesjid Nabawi yakni Sjech Abdullah telah menyampaikan kepada para petinggi Islam sebagai kasusistik, sebagaimana dikemukan oleh Ustaz Najam Al Idrus salah seorang ketua dewan Musrid Tarikat Naksabandyah di Sulawesi Selatan mengatakan bahwa jumlah Hadist palsu yang telah berkembang di Dunia sebanyak 6664 Hadist yang perlu diwaspadai oleh ummat islam. Kata ustaz ini bahwa perbedaan antara Hadist asli dan Hadist palsu sangat sulit sekali dibedakan, kecuali hanya orang yang telah mendapat rahmat dan memiliki mata bathin yang bisa membedakannya. Tetapi sepintas katanya bahwa secara kontekstual Hadist paslu ini bisa diamati pada isi pesan yakni materinya banyak memuat atau mengajak pertentangan. Sementara dilain pihak para golongan Islam pundamentalis yang konteksi pemahaman hanya berupa pendalaman syareat Islam secara harpiah telah banyak terjebak oleh Hadist-Hadist palsu ini, Hal ini tanpa disadari bisa merupakan sumber inspirasi perpecahan dalam batang tubuh Islam di Indonesia dan berbias pada perasaan ummat Islam dendam pada golongan di luar Islam terutama golongan Kristen dan Yahudi.
Al Quran (surat Yunus : 44), “Innallaha Laa Yadzlimunnaasa Tsaian Walaa Kinnannasa Anfusahum Yadzlimuun”. artinya : Sesungguhnya Allah tidak buat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
Pada Surat Al Hijr (40), “Qala Rabbi Bimaa Agwaitanii La’Zayyinanna L:ahum Fiilardhi walaa Ugwi Yannahum Ajmaiin.” artinya : Iblis berkata : Ya Tuhanku oleh sebab engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka (baca: kaum muslimin) memandang baik (baca: segala perbuatan buruk, maksiat) di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua.
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari hari di Indonesia, kita akan jumpai dimana-mana lokasi tempat transaksi maksiat seperti : Cape, Restoran, Panti Pijat, Salon Kecantikan, Lokalisasi WTS, PSK, bahkan Hotel, Motel dan lain sebagainya, bila diamati orang-orang yang hilir-mudik datang melakukan atau menjajagan seks hampir pada umumnya adalah golongan Islam, sangat sedikit sekali atau hampir tidak pernah dijumpai golongan Kristen pada tempat tersebut. Sehingga hal ini dalam mencermati perkembangan kualitas Islam di Indonesia kondisi ini dapat dijadikan sebagai studi kasus dalam hubungannya dengan ketahan moralitas manusia Islam dalam konteks integrasi bangsa.
Demikian pula masuknya Narkoba di Indonesia sebagai suatu alat subordinasi pengrusakan akhlah, moral anak-anak bangsa oleh pengaruh indoktrinasi politisasi global golongan tertentu juga akan melemahkan kekuatan lslam di Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk pemeluk Islam yang terbesar di kawasan Asia Fasipik. Dalam visualisasi media cetak dan elektonik yang setiap hari menyiarkan kasus Narkoba ini, hampir sebagian besar pecandu yang diberitakan, diketemukan adalah orang yang berasal dari golongan Islam.
Pengaruh subordinasi politisasi global oleh Negara-Negara Adi Kuasa yang menjadikan agama sebagai legitimasi persaingan antar agama di dunia akan semakin melemahkan integrasi antara kehidupan agama di Indonesia terutama kerukunan antar integrasi kehidupan Islam dan Kristen.
Bagi perkembangan kehidupan agama Hindu, Budha dan Konhocu di Indonesia yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda, dijamin perkembangannya di Negara Indonesia yakni berdasarkan pasal 29 UUD-45, pasal (2). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Golongan ini telah mengalami perkembangan dalam lingkungan sesama anggotanya dan ketiga agama ini dalam kehidupan sosial kemasyarakatan berjalan sebagaimana apa adanya dengan tidak menjadikan agama sebagai alat politik agar orang lain dapat ikut masuk agama mereka. Dan kelebihan ketiga golongan ini bahwa dimana mereka berada selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga integrasi kehidupan Hindu, Budha dan Konhucu dalam kehidupan masyarakat Indonesia mendapat tempat yang baik di tengah-tengah masyarakat dimana mereka berada.
Pada kondisi kehidupan masyarakat yang semakin fluralistik di Negara Kesatuan Republik Indonesia maka akan semakin sulit diperoleh integrasi, walaupun misalnya saja di pulau Bali sudah dipraktekkan bagaimana sistem integrasi suku ini terhadap suku lain bisa diterapkan namun pada hakekatnya disharmonisasi antara kelompok juga tak bisa dihindari dalam kehidupan masyarakatnya akibat adanya kepentingan-kepentingan dari golongan agama tertentu.
Adanya perjuangan kelompok Islam pundamentalis yang dimotori berbagai kelompok organisasi agama tertentu di Indonesia yang menginginkan secara politik seluruh sistem kehidupan Bangsa dan Negara berdasarkan penegakan syareat Islam adalah merupakan suatu kemunduran cita-cita Bangsa Indonesia setelah dengan damai Panca Sila dan UUD-45 sebagai dasar falsafah Bangsa Indonesia dan merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah semakin sirna dari konteks kehidupan kebangsaan kita, ibarat telah ditelan badai zaman fanatis-materialisme. Sementara itu dalam konteks demokratisasi dan reformasi ala-faham liberalistis dan radikalistis seperti yang telah berkembang dan kita rasakan sekarang ini dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa kita sadari telah berdampak menggusur norma-norma Panca Sila dan UUD-45. Demikian pula tekanan kaum pundementalis Islam untuk menegakkan syareat Islam yan menurut mereka sebagai idealisasi satu satunya solusi dalam mengatasi berbagai kemelut sosial, politik, ekonomi dan kemasyarakat di Negara ini juga semakin mengaburkan norma-norma Panca Sila dan UUD-45.
Bisa kita bayangkan apa jadinya Bangsa dan Negara ini suatu kelak bila tidak memiliki filosophi groundslaag atau dasar Negara, yang bisa berarti Negara Indonesia kedepan bisa bubar karena tidak lagi ada orang yang mau menghormati dasar Negara yang mengatur seluruh sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yakni Panca Sila dan UUD-45.
Berdasarkan fakta sejarah, bahwa perjuangan syareat Islam telah diakomodir oleh pemerintahan Bung Karno sejak berdirinya Konstitusi RIS tahun 1950, dengan memasukannya salah satu pasal pada UUDS–50, yakni penegakan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Konstitusi RIS dengan sistem demokrasi perlementer seperti berlaku kebanyakan di negara-negara barat waktu itu adalah telah merubah wajah pasal 29 UUD-45, yaitu telah merubah sistem pemahaman agama dalam kalangan Islam ketika itu dan hal ini telah bertahan selama kurun waktu 9 (sembilan) tahun lamanya sampai berakhir setelah dibanbacakannya Manifesto Politik tanggal 17 Agustus 1959 oleh Bung Karno, yakni kembali ke UUD-45. Hal ini menandakan bahwa perjuangan syareat Islam telah pernah dilaksanakan di Indonesia pada kurun waktu tahun 1950 sampai 1959 yang ketika itu pemerintah menganggap bahwa penegakan syareat Islam bagi Bangsa Indonesia yang memiliki kehidupan sosial kemasyarakatan yang sangat majemuk akan makin memperparah persatuan dan kesatuan Bangsa ketika itu karena adanya golongan-golongan agama yang mendominasi sistem politik bangsa. Oleh karena itu dalam konteks integrasi dengan mempertimbangan perjalanan sejarah yang begitu panjang dalam mendirikan dan mempertahankan keutuhan NKRI, sebaiknya seluruh kekuatan politik kita dalam sistem kehidupan Bangsa dan Negara saat ini kembali secara benar dan utuh pada pemahaman kepada Panca Sila dan UUD-45 sebagai sumber dari segala sumber hukum tanpa reserve.
Konteksi penyebaran Islam ala-tauhid yang telah dikembangkan oleh para Sunan atau Wali pada awal masuknya ajaran Islam di Indonesia sekitar abad IX lalu yang dilakukan secara damai dengan berpandangan bahwa seluruh kehidupan manusia, mahluk lain dan alam jagad raya ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, malah saling bertergantungan dan saling hormat-menghormati. Penyebaran ajaran agama Islam di Indonesia ketika itu para Wali atau Sunan mengajarkan kepada manusia pada empat tingkatan pemahaman secara paripurna yakni pemahaman syareat, hakikat, tarekat dan ma’rifat sehingga pemahaman agama tidaklah diartikan sepenggal-sepenggal sebagaimana yang dijumpai saat ini. Pengembangan ajaran Islam ketika itu menjadikan suasana antar golongan damai dalam kehidupan kemasyarakatannya.
Pada konteks pengembangan ajaran Islam yang mengegakkan pemahaman Syareat, Hakikat, Tarikat dan Ma’rifat terkesan pada dasarnya agama islam adalah agama intergrasi karena melihatnya agama lain (non islam) sebagai agama Allah dan orang-orang yang menganutnya sebagai manusia ciptaan Tuhan YME yang harus dikasihi dan saling mengasihi dan menganggap agama Islam sebagai agama Allah bagi yang memeluknya. Sebaliknya bila pengembangan ajaran agama Islam hanya menegakkan Syareat saja maka terkesan bahwa ajaran Islam bukanlah agama integrasi, karena melihatnya agama lain (non islam) secara ektrim sebagai agama Kafir dan bukan agama Allah dan orang-orang yang menganutnya dilihatnya sebagai lawan yang harus dimusnahkan dan menganggap agama Islam adalah agama terbaik dimuka bumi ini.
Dalam ajaran Tauhid sebagaimana disebutkan oleh Hasr Seyyed Hossein (1975) dalam bukunya Ideals and Realities of Islam, Bostom Beacon Press, menjelaskan bahwa Islam itu adalah suatu konsep universal yang mencakup manusia dan alam semesta yang terdapat disekelilingnya dan meliputi segala sesuatunya. Tauhid dalam tulisan Hasr itu merupakan penegasan metafisis tentang keesaan Allah yang mutlak juga merupakan mekanisme integrasi sebagai suatu alat untuk menjadi suatu keseluruhan dan mewujudkan kesatuan mendasar dalam seluruh kehidupan dalam alam semesta ini.
Ridla M. Rasyid (1987) dalam bukunya Wahyu Ilahi kepada Muhammad, Terjemahan Jakarta Pustaka Jaya, mengatakan bahwa Al Quran mengajarkan upaya untuk kembali pada kesatuan ummat manusia dan melarang perpecahan.
Pada masa Orde Baru yang tidak memberikan kesempatan bagi berdirinya partai yang berdasarkan Islam dipandang telah menyempitkan ruang gerak Islam dan umat Islam di Indonesia. Dilain pihak , kebijaksanaan pemerintahan Orde Baru ketika itu menilai bahwa masalah utama yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia yang mendirikan suatu Negara berketahanan sehingga dapat berdiri terhormat ditengah bangsa-bangsa di dunia. Untuk itu diperlukan proses integrasi yang kuat dalam tubuh bangsa, Hal ini tidak mungkin akan tercapai jika dunia politik ditandai dengan kekacauan dan ketidak stabilan yang terus menerus, seperti yang telah dialami masa liberal dulu (konstitusi RIS-1950) dan masa kini.
Pada penutup tulisan ini akan diingatkan bahwa integrasi adalah masalah penting dalam ajaran Islam, Ajaran Tauhid mengagajarkan bahwa integrasi harus terjadi dalam diri manusia sehingga dia akan menjadi suatu pribadi yang utuh. Integrasi termanifestasi dalam alam semesta dan juga harus menjadi ajaran pokok dalam kehidupan ummat manusia sehingga semua bersaudara dalam kemanusiaan terlepas dari perbedaan perbedaan agama yang ada. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, integrasi diwujudkan untuk menjadikan kebaikan dan ketaqwaan sebagai tolok ukurnya.
Penilaian terhadap proses integrasi politik di Indonesia, bagi pengikutnya harus diukur dari peluang ajaran Islam untuk memanifestasikan berdirinya dalam masyarakat dan mengejewantahkan keunggulan dan kelebihan ajarannya itu untuk kepentingan manusia. Dengan pengalaman yang tepat umat Islam yang memenuhi syarat untuk mengemban keunggulan ajaran Islam membuktikan kepada dunia bahwa melaksanakan ajaran Islam itu bukan saja baik bagi ummat Islam tetapi juga baik untuk seluruh umat manusia di Indonesia.
Negara Indonesia bukanlah Negara Islam melainkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam integrasi kehidupan berbangsa dan bernegara tatanan sosial telah diatur oleh Panca Sila dan UUD-45 sebagai sumber dari segala sumber hukum, dalam pelaksanaannya tinggal kembali kepada kita semua sebagai warga bangsa maukah kita secara konsekuen mentaatinya atau kita lebih memilih missi agama dalam kehidupan di Negara ini---wallahu a’lam bishabab***