Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Sabtu, 30 Juli 2011

LIBERALISME, SOSIALISME, ATAU.... ?

OLEH : LESTARI AGUSSALIM

 

Ku curi sebuah kisah dari dunia imajinasi. Kisah ini menceritakan tentang suatu dunia yang terdiri dari jutaan planet, dihuni oleh miliaran manusia. Planet-planet ini telah rusak, sudah tidak dapat menopang kehidupan. Setiap planet disediakan satu pesawat mini yang hanya berkapasitas satu penumpang. Pesawat yang dapat membawa penumpang ke dunia lain yang menjanjikan. Pesawat ini hanya bisa digunakan sekali saja. Terjadi pertempuran antar manusia, dan dipastikan hanya satu orang yang bisa selamat dari setiap planet.  Pesawat-pesawat itu mempunyai program otomatis yang dapat membawa penumpangnya ke dunia yang menjanjikan, yaitu bumi. Berbagai macam tipe manusia membanjiri bumi, membangun suatu peradaban. Tetapi lagi-lagi bumi yang kaya ini akan musnah jika diekploitasi tanpa memeliharanya. Manusia beranak-pinak dan terjadi konflik-konflik karena ingin menguasai sumberdaya alam. Manusia terbagi menjadi dua kubu, ada yang kaya dan ada pula yang miskin. Tetapi Jumlah manusia yang miskin justru jauh lebih banyak daripada yang kaya. Parahnya, si kaya dan si miskin tidak saling meringankan.

Beberapa pihak mulai menyadari bahwa jika manusia tidak dididik dan diatur maka nasib bumi akan sama dengan kehidupan di planet sebelumnya, dimana meraka harus bertarung kembali untuk melanjutkan hidup, tetapi sangat banyak nyawa yang harus dikorbankan untuk menyelamatkan satu nyawa. Muncul berbagai pemikiran untuk menyelamatkan umat manusia dan Bumi. Ada dua kelompok pemikir besar yang ekstrim, yaitu kelompok yang mempercayai bahwa dunia akan seimbang dengan sendirinya tanpa ada pihak ketiga yang mengatur. Mereka percaya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin akan semakin kecil dengan sendirinya. Kelompok kedua berpikir hal itu tidak mungkin terjadi karena sifat serakah manusia lebih besar daripada kepedulian antar sesama. Mereka berpikir bahwa harus ada pihak ketiga yang bertanggung jawab untuk menciptakan pemerataan kejahteraan melalui pemerataan pendapatan dan kepemilikan sumberdaya.

Kedua kelompok ini sangat ekstrim. Konsep kelompok kedua memiliki masalah, yaitu ‘incentive problem’ yang dapat membuat orang-orang menjadi malas. Kalaupun ada yang berusaha berkerja keras pada akhirnya pendapatan dan kesejahteraannya diambil sedemikian rupa sehingga sama dengan yang tidak bekerja keras.  Jadi benarkah pemerataan pendapatan adalah solusi? Melihat kedua mazhab besar ini tidak bisa menjadi solusi kehidupan manusia, muncul beberapa pihak yang menawarkan suatu konsep yang lebih bisa diterima, yaitu biarkan semua orang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerintah memberikan perhatian khusus untuk mengatasi kemiskinan. Dengan begini masih ada insentif bagi orang-orang untuk berusaha tanpa harus mengambil manfaat yang berlebihan atas usaha mereka. Sehingga distribusi pendapatan dan kesejateraan dari orang yang kaya ke yang miskin tidak terlalu memberatkan yang kaya.

Pihak ketiga ini berfikir adanya ketimpangan kesejahteraan bukanlah masalah jika tidak ada orang yang hidup dibawah garis kemiskinan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, mendapat akses terhadap pendidikan dankesehatan. Sudah menjadi hukum alam bahwa orang yang berusaha lebih produktif akan memperoleh manfaat yang lebih besar  tetapi tidak dengan mengambil manfaat itu dari hak orang lain. Jika sunatullah ini di lawan maka wajar jika terjadi krisis besar di Amerika Serikat tahun 1930 dan di Rusia pada tahun 1991.

 Pemikiran untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih sejahtera terus berkembang. Tidak hanya didasarkan pada data-data statistik tetapi juga harus disesuaikan dengan realitas. Suatu kemunduran jika terjebak kepada dua paham ekstrim kaku yang menjamuri pemikiran kita saat ini. Ide-ide cemerlang bisa muncul dari siapa saja, usia berapapun dan golongan apa saja. Setiap ada masalah yang baru akan dikuti oleh solusi yang baru. Sama seperti virus dan antivirus, setiap ada virus pasti ada antivirus yang baru. Bedanya dengan kehidupan manusia, terkadang dengan adanya suatu masalah justru disusul oleh masalah baru karena kesalahan kebijakan sebagai output dari pemikiran manusia. Jadi, dibutuhkan partisipasi dan peran aktif masyarakat untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah makro maupun mikro dibidang masing-masing.