Oleh : Ali Habiu
Semenjak kita memasuki orde reformasi mulai tahun 1988 lalu, seluruh kehidupan organisasi sosial mulai dari organisasi pemuda, pelajar, mahasiswa, sampai organisasi politik tidak lagi mengakui adanya azas tunggal yakni Panca Sila sebagai dasar falsafah Negara republik Indonesia. Kecuali hanya yang masih tersisa yakni pada organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yakni diakui pada setiap upacara tanggal 17 setiap bulannya mereka masih membacakan teks Panca Sila disertai seluruh peserta upacara. Demikian juga dalam acara memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia setiap tanggal 17 Agustus, naskah Panca Sila masih tetap dibacakan oleh Ketua MPR dan diikuti oleh seluruh peserta upacara secara khidmad Pada organisasi keagamaan, misalnya Front Pembela Islam (FPI) dasar falsafah organisasi mereka adalah Al Qur’an dan Hadist. Organisasi ini baru dikatakan sukses jika bisa memperjuangkan syareat islam kepada siapapun, misalnya demo-aksi dengan melakukan kegiatan pemberantasan tempat-tempat maksiat seperti judi dan pelacuran tanpa kompromi dan membabi buta. Sebagai alasan bahwa judi dan pelacuran bertentangan dengan ajaran syareat islam, olehnya itu harus dibasmi. Sementara mereka hidup dan mengembangkan organisasinya di Negara Republik Indonesia yang nota bene seluruh sendi prikehidupan belandaskan Panca Sila yang berkeTuhanan Yang Maha Esa dan berPersatuan Indonesia.
Lain halnya dengan penyebaran kristenisasi melalui pogram menggembala domba yakni dengan mendatangi orang-orang miskin, dengan demo-aksi memberi modal, menjamin kehidupannya lalu menarik mereka masuk agama Kristen sebagai mana disebutkan dalam ceramah dengan judul Strategi Global Penghancuran Ummat Islam oleh Ustaza Irine Handoyo. Sementara Penggembala tadi hidup di Negara Indonesia yang memegang azas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Belum lagi para aktivis organisasi mahasiswa yang kadang sudah merasa benar sendiri dengan membenarkan konsep teoritikal yang telah meraka pelajari, lantas sebentar-sebentar mereka turun ke jalan atau ke kantor-kantor pemerintah melakukan demonstrasi, padahal mereka hidup di bumi Panca Sila yang menganut faham, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Fenomena munculnya rancangan Undang-Undang anti Pornografi dan Porno aksi (RUU-PP) yang kini banyak menuai tantangan dari hampir sebagian besar penduduk di negeri ini, adalah tidak lain merupakan produk dari golongan tertentu sebagai patro client untuk memukul rata kehendak berdasarkan syareat islam. Padahal Negara ini didiami oleh berbagai ethnis suku bangsa dan berbagai budaya serta berKetetuhanan Yang Maha Esa dan berPersatuan Indonesia. Sehingga jika dipaksakan RUU-PP di undangkan maka potensi konflik horizontal antar ethnis dan budaya tak dapat dihindari, dapat memecah belah pri kehidupan bangsa dan Negara.
Munculnya perbedaan penafsiran RUU-PP pada dramatikal penegakan syareat islam ala Gusdur yang mewakili islam fundamentalis dan Habib Rizqi berorientasi islam teoritis tak lain menggambarkan bahwa sesungguhnya dizaman yang makin edan ini pemahaman kita tentang islam tidak lagi paripurna sebagaimana asal mula ajaran yang dikembangkan oleh para sunan atau wali allah ketika membawa ajaran ini masuk ke Indonesia abad IX silam. Ketika itu ajaran islam itu amat sempurna yakni dengan mengembangkan ajaran secara berjenjang mulai dari syareat, hakikat, tarikat dan ma’rifat yang pada dasarnya tak ada pertentangan satu dengan lainnya. Sementara itu, saat ini kita semua diperhadapkan pada konplikasi masalah antara pemahaman syareat saja yang konon hanya sebagai lapisan luar dari sebuah pemahaman ajaran islam seutuhnya. Ketika pada hari senen tanggal 19 juni 2006 lalu pemerintah mengumumkan secara serempak kelulusan para adik-adik kita yang telah mengikuti ujian nasional, perayaan sebagai simbol kemenangan bagi mereka yang telah lulus dilakukan dengan oret-oret baju dengan cat, pawai kompoi kendaraan sampai pesta miras dan seks. Tanpa disadarai bahwa budaya ini adalah produk westernisasi bangsa barat disaat secara nasional kita semua tidak lagi diajarkan mata pelajaran Moral/Budi Pekerti serta Adab Kemasyarakatan. Padahal nenek moyang kita dahulu kala telah ajarkan para kakek,nenek, dan kedua orang tua kita tentang adat istiadat dan budaya nusantara secara turun temurun sebagaimana azas Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Ketika pemerintah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN, ternyata di lapangan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah pelaksanaan KKN makin tak terkendali yang membuat perbedaan mencolok antara kehidupan sosial ekonomi para pejabat dengan rakyat jelata.
Sementara itu mereka para pejabat hidup di sebuah Negara yang berlandaskan Panca Sila yang mengandung azas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dan seubrik masalah sosial, politik dan kemasyarakatan yang kini sedang dihadapi oleh bangsa ini yang mana dalam penulisan ini tidak disebutkan satu persatu. Hampir semua kejadian itu berpotensi munculnya perpecahan antar ethnis, desintegrasi bangsa dan distorsi budaya bangsa. Pada peringatan hari lahirnya Panca Sila 1 Juni 2006 lalu, presiden republik Indonesia Susilo Bambang Yudiyono merayakannya dengan memberi pidato politik yang isinya mengutarakan perlunya kembali Panca Sila dijadikan dasar kehidupan bangsa dan negara setelah sejak tahun 1988 lalu atau selama 8 tahun lamanya kita semua meninggalkannya. Untunglah pak SBY segera menyadarinya, ketika bangsa ini memasuki era reformasi pemahaman dasar philosofische gronslag Negara RI hampir saja hilang ditelan oleh dasyatnya gelombang neo liberalisme dan neo kapitalisme.
Panca Sila pada hakekatnya adalah merupakan jiwa bangsa Indonesia dan merupakan sifat pribadi rakyat kita atau merupakan kepribadian rakyat Indonesia dalam lingkungan kenegaraan. Tidak mudah mendirikan sebuah Negara, apalagi Negara kita ini diperebutkan dengan perjuangan dan pengorbanan, sehingga pada saat sidang pertama Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Bangsa Indonesia (BPPKBI) tanggal 29 mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dengan pokok acara membicarakan apa yang akan dipakai sebagai dasar Indonesia Merdeka. Ada macam-macam pendapat yang dikemukakan selama sidang yang berlangsung 3 hari tersebut, namun usulan Bung Karno yang materinya secara gaib didapatkan saat dia diasingkan oleh Belanda di pulau Digul Ende, tepatnya dibawah pohon beringin ketika beliau merenungkan persiapan kemerdekaan Negara ini. Maka didepan Badan Penyidik itu Bung Karno mengutarakan dan mengusulkan Lima Sila sebaiknya dipakai sebagai dasar Indonesia Merdeka. Dan Lima Sila itulah yang dinamakan Panca Silka dan 1 Juni 1945 dianggap sebagai hari lahirnya Panca Sila.
Sesudah itu perkembangan lima dasar panca sila ternyata mengalami kemajuan dalam pri kehidupan masyarakat ketika itu, sehingga tak lama kemudian Panca Sila resmi dicantumkan dalam dokumen-dokumen bersejarah dan resmi dicantumkan dalam Mukkadimah UUD-45 dan mulai berlaku tanggal 18 Agustus 1945. Oleh karena itu retrospeksi Bapak Presiden Susilo bambang Yudiyono ketika membacakan pidato Politiknya dalam memperingati hari lahirnya Panca Sila 1 Juni 2006 ini perlu disikapi dengan serius oleh seluruh bangsa Indonesia, karena Panca Sila itu merupakan dasar berdirinya Negara ini yang harus tetap dipedomani secara konsisten dalam kondisi perubahan orde apapun, agar seluruh sistem prikehidupan dalam berbangsa dan bernegara berdasarkan norma-norma yang telah diatur oleh Panca Sila.
Adapun diskripsi teoritis pemahaman nilai-nilai pasal demi pasal dalam Panca Sila itu menurut Drs.Soekarno dalam bukunya Tata Negara Republik Indonesia (1960) dapat diuraikan sebagai berikut :
- Ketuhannan yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa terletak pada sila pertama yang bermakna bahwa Tuhan YME tidak bisa dipersekutukan dengan apapun, DIA adalah zat tertinggi dan mengatur seluruh kehidupan. Dengan adanya dasar Ketuhanan yang Maha Esa berarti Negara RI mengakui dan percaya adanya Allah SWT, Tuhan YME. Juga Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing serta untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 UUD-45). Mengenai kebebasan beragama ini, Bung Karno dalam pidato lahirnya Panca Sila tanggal 1 Juni 1945 antara lain mengatakan ….”yang islam menyembah tuhannya menurut petunjuk ajaran Nabi Muhammad SAW, yang Kristen menyembah tuhannya menurut petunjuk yang diajarjan oleh Nabi Isa Al Masih, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab Sidarta Gautama. Dengan demikian itu jelaslah bahwa Negara kita yang terdiri dari ribuan pulau, ribuan suku dan adat istiadat ini menghendaki agar kehidupan beragama dapat berjalan tenteram, rukun dan damai serta salin hormat menghormati satu sama lainnya. Ketuhanan Yang Maha Esa mengilhami seruruh kehidupan manusia karena dia adalah zat yang menggerakkan roh jiwa dalam tubuh manusia.
- Kemanusiaan Yang Adil Dan beradab Dasar ini lahir karena pandangan hidup yang menganggap bahwa semua manusia yang hidup dimuka bumi ini adalah sama; mereka adalah sama-sama berasal dari ciptaan Tuhan YME dari setetes air mani bersenyawa dengan indun telur dan dihamilkan, keluar dari rahim ke dunia melalui pintu yang sama yakni vagina. Pandangan demikian ini menimbulkan pengertian yang luas bahwa manusia dalam mendiami muka bumi ini sesungguhnya tidak terikat oleh batas batas Negara atau bangsanya sendiri, melainkan selalu membuka pintu bagi persahabatan dunia atas dasar sama derajat. Dengan demikian atas dasar ini pula akan menentang faham kebangsaan yang sempit seperti yang dianut oleh Hittler. Dasar pandangan ini tidak membenarkan adanya penjajahan dimuka bumi karena bertentangan dengan pri kemanusiaan dan pri kebangsaan serta hak dari setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam pri kehidupan manusia senantiasa mengandung faham adil dan bijakasana serta penuh tata krama dengan sikap peradaban yang tinggi. Tata krama sosial dan sikap peradabannya dibina melalui sistem adat istiadat, tradisi dan budaya setiap golongan atau kelompok masyarakat. Oleh karena itu dalam setiap hubungan antar manusia dari berbagai golongan agama, ethnis dan budaya senantiasa berkeadilan dan beradab dan saling hormat menghormati, harga menghargai satu dengan lainnya.
- Persatuan Indonesia. Paham Persatuan Indonesia atau Kebangsaan adalah suatu dasar faham yang dapat menimbulkan persatuan yang seerat-eratnya antar semua warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik itu Warga Negara Indonesia (penduduk asli) maupun Warga Negara Asing (pendatang). Sehingga dengan demikian itu kita tidak menganut faham perbedaan antara suku-suku bangsa, golongan dan agama, tetapi kehidupan berbangsa kita berdasar satu tekad yakni cita-cita bersama memajukan kehidupan bangsa dan negara. Walaupun di atas sudah dikatakan bahwa manusia diseluruh dunia ini adalah sama, sama-sama machluk Tuhan dan semuanya merupakan satu keluarga besar, ini tidak berarti bahwa tidak perlu adanya dasar kebangsaan Indonesia. Dasar kebangsaan ini perlu sekali. Dengan dicantumkannya faham Prikemanusiaan disamping faham Kebangsaan berarti faham kebangsann Indonesia bukanlah faham kebangsaan yang sempit yang hanya mengangungkan bangsanya sendiri dan merendahkan bangsa lain. Tetapi adalah suatu dasar kebangsaaan yang menuju kepersaudaraan dunia, hormat-menghormati satu sama lain walaupun lain suku maupun agama. Dengan demikian Persatuan Indonesia bukan untuk kepentingan sesuatu golongan tertentu saja melainkan untuk segala golongan dan seluruh warga Negara. Dan ditujukan kearah hidup berdampingan berdasar atas sama derajat antar bangsa-bangsa dan ber upaya melaksanakan terciptanya perdamaian dunia yang kekal dan abadi (pasal 35 dan 36 UUD-45).
- Kerakyatan Sila ke-4 dari Panca Sila menurut UUD-45 ini lengkapnya adalah “kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawatan/ Perwakilan”. Yang dimaksud dengan kerakyatan ialah dasar demokrasi. Oleh karena itu dengan mencantumkan dasar kerakyatan sebagai salah satu sila dari Panca Sila itu, jelaslah bahwa Republik Indonesia menganut fahan Demokrasi. Ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi untuk mengatur Negara dan rakyat tidaklah terletak pada tangan seorang atau beberapa orang, melainkan terletak ditangan seluruh rakyat yang dipimpin oleh kebijaksanaan melalui perundingan atau musyawarah yang dilakukan oleh wakil-wakil yang duduk di MPR, DPR (DPD) yang telah dipilih oleh rakyat. Dalam pengertian simbolik kekuasaan yang tertinggi dalam roh jiwa batang tubuh manusia untuk mengatur diri manusia adalah akal pikiran dan roh jiwa, sehingga manusia dapat berlaku bijaksana, mufakat dan demokratis. Bagi Bangsa Indonesia, sebenarnya soal demokrasi itu bukanlah barang baru. Ia sudah lama hidup dan menjadi watak serta kebiasaan yang dijunjung tinggi oleh para leluhur nenek moyang kita. Suatu demokrasi yang berdasar atas meusyawarah atau mufakat saling menghormati antar pendapat yang berbeda-beda. Dalam UUD-45 yang belum direvisi, pada pasal 1 mengatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk republik. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
- Keadilan Sosial. Sila ke-5 Panca Sila lengkapnya adalah “keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Yang dimaksud dengan keadilan sosial ini adalah dasar yang bertujuan untuk menciptakan persamaan, kesejahteraan harta dan benda. Dengan jalan menghilangkan perbedaan yang besar dan mencolok antara kemakmuran yang dimiliki oleh warga Negara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu azas keadilan sosial ini juga sering disebut azas kesejahteraan atau azas yang menghendaki tidak adanya kemiskinan dalam Negara. Dengan demokrasi dalam lapangan politik saja tidaklah cukup, sebab justru kaum kapitalis akan merajalela menimbulkan orang yang kaya makin kaya dan orang miskin makin banyak yang terlantar. Oleh karena itu demokrasi yang dipakai di Indonesia yang oleh Bung Karno dinamakan Demokrasi Terpimpin, tidak hanya demokrasi dalam lapangan politik saja, melainkan juga meliputi demokrasi ekonomi yang menghendaki kesamaan kesejahteraan harta benda bagi warga negaranya. Dan juga demokrasi sosial yang memandang sama kepada segenap golongan masyarakat, baik apakah dia itu rakyat jelata yang miskin papa, maupun dia itu dari golongan ningrat atau dari golongan orang kaya, penguasa atau konglomerat.
Oleh karena itu modul materi P-4 yang pernah diajarkan dan dianggap gagal dimasa kekuasaan orde baru perlu diperbaharui kembali dengan merevisi atas semua muatan materi yang tidak relevan dengan seluruh budaya prikehidupan bangsa Indonesia yakni dengan membuat modul yang bertendensi sosio-religius bermuatan budaya nusantara dan budaya manusia beragama ala Indonesia. Modul itu kita namakan pendidikan Moral dan Budi Pekerti serta pendidikan Adab Kemasyarakatan sebagai wujud pengamalan seluruh rakyat Indonesia terhadap Panca Sila. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar