Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Jumat, 21 Mei 2010

PROVINSI BUTON RAYA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH : "MENGAPA BUTON HARUS JADI SEBUAH PROVINSI"?

Bagian Kedua dari Dua Tulisan

Oleh : Ali Habiu *)


Inilah Salah Satu Penggagas Provinsi Buton Raya Ketika dia Masih Menjabat Sekretaris Jenderal PB KKIB Pusat Makassar. !?.

         Adapun sebagai contoh, misalnya salah satu faktor penyebabnya kelambatan tersebut adalah tidak didukungnya kota ini dengan keberadaan letak ke pelabuhan yang representatif termasuk juga dalam aspek pengembangannya karena lokasi kepelabuhanan di daerah ini tidak ditunjang oleh ketahanan aspek geo toritorial dan geo strategis serta aspek Neotika Internasional. Selain itu juga letak Tata Ruang pusat-pusat pertumbuhan ekonomi antar kota relatif secara ekonomis tidak mudah dijangkau karena penyebaran penduduk yang tak merata di samping tidak tersedianya assets Sumber Daya Alam yang memadai. Sehingga potensi equilibrium daerah ini yang di harapkan dapat menunjang Budget Life antar daerah Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara untuk dipakai dalam substitusi pembiayaan pembangunan sebagai Gross Working Capital tak dapat lebih banyak diharapkan selama masa provinsi ini berdiri.
Kini waktupun telah pupus berjalan dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun-ketahun tanpa kita sadari semua kini berdirinya Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara sudah memasuki usia ke 46 tahun suatu usia yang terbilang telah memasuki masa uzur tetapi disana sini belum ada perkembangan signifikan yang menjadi kebanggaan kita dan secara relatif hingga saat ini juga belum ada perkembangan signifikan yang menjadi kebanggan kita yang secara relatif hingga saat ini juga belum menunjukkan adanya eksistensi potensi sektor andalan daerah ini yang menjadi kebanggaan yang membentuk citra daerah (image) dan dapat dijadikan kontribusi ekonomi makro terhadap stimulansi ekonomi mikro antar daerah diwilayah provinsi ini. Mungkin gambaran yang terjadi ini merupakan hukum karma yang telah ditimpakan Tuhan YME kepada kita semua dimana harus kita bisa menerimanya karena akibat atas kebodohan kita sendiri.

 Beranjak dari perspektif sejarah di atas, tibalah saat yang tepat serta telah lama dinanti-nantikan oleh semua elemen-elemen, tokoh-tokoh Masyarakat, Mahasiswa dan Pemuda, Organisasi-organisasi Kemasyarakatan yang bernaung dalam Paguyuban Arisan serta seluruh Masyarakat Buton yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia menuntut adanya kebebasan politik untuk menentukan nasib sendiri sebagaimana substansi amanah Undang-Undang Nomor :  32 tahun 2003 tentang Otonomi Daerah untuk kembali memperjuangkan daerahnya dalam mempertahankan kebesarannya sebagaimana substansi eksistensi kejayaan pemerintahan Kerajaan dan Kesultanan pada zamannya yang amat tersohor itu dalam bingkai Negara Kesstuan Republik Indonesia untuk menjadikan daerah ini menjadi sebuah provinsi yang otonom.
Berdasarkan analogi dari pembelajaran paradigma pengalaman perjalanan sejarah daerah ini sebagaimana telah diuraikan diatas, sungguh apa yang telah dijalani kita rasakan sangat pahit mengingat sejak tahun 1945 lalu sesungguhnya segenap Bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya dan dalam batang tubuh UUD-45, ada komitmen bersama untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia dari kaum penjajah (baca:Belanda) untuk tiak diberi ruang sedikitpun kepada mereka untuk kembali menjajah Negeri kita ini serta ikut mensejahterakan kehidupan bangsa. Tetapi pada kenyataannya apa sebenarnya yang terjadi di Negeri Buton adalah ssungguhnya telah kembali mengalami penjajahan (baca: penindasan politik) di atas bangsanya sendiri setelah berakhir masa penjajahan Belanda oleh para golongan tokoh-tokoh politik tertentu dari kalangan ABRI asal Sulawesi Selatan. Hegemoni politik yang dilakukan oleh sebagia para politisi asal Sulawesi Selatan ketika itu telah memanfaatkan unsur-unsur kekutaan tentara yang berasal dari jajaran Komando Daerah Militer IV Hasanuddin untuk mengsubordinasi Pemerintahan zaman Bupati Muhammad Kasim yang mana sejak tahun 1969 lalu, Buton diissukan sebagai basis Partai Komunis Indonesia. Padahal semua orang tau bahwa modul operandi issue ini adalah sarat dengan muatan rekayasa politik dengan tujuan agar dapat mengambil alih kekuasaan Pemerintahan, mengingat ada kekhawatiran sebagian dari tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Selatan agar cepat terbentuknya sumber daya Buton dan harus dapat dipatahkan dengan suatu cara “power show” dalam hal in kekutaan militer.
 Sebagai dampak dari permainan politik ini, pada masa itu telah terjadi penekanan dimana-mana baik diberikan kepada rakyat maupun kepada semua tokoh-tokoh masyarakat Buton sehingga telah menelan banyak korban mental adalah Bupati Muhammad yang dirongrong oleh kalangan Militer dan karena dia merasa kecewa dituding sebagai dalang PKI.”Dia meninggal akibat gantung diri dalam penjara dan mulai saat itu figur Bupati harus dari kalangan ABRI dalam memerintah daerah ini”.
Bisa dibayangkan begitu parahnya sistem pemerintahan yang ada saat itu membuat beban mental masyarakat pada tingkat absurd sampai-sampai mereka semua takut untuk mengeluarkan pendapat atau berbuat kegiatan apapun (baca:depolitisasi) karena takut dituduh PKI. Keadaan ini merupakan suatu tragedi sejarah yang amat memilukan segenap hati nurani massyarakat Buton mengingat di zaman kemerdekaan, mengapa? Masih ada sistem penjajahan yang melampaui batas kekejaman kolonial Belandayang dilakukan kepada sesama anak bangsa. Adapun sistem pemerintahan dari pigur Bupati kalangan ABRI mulai tumbangnya Bupati Muhammad Kasim tahun 1969 lalu hingga sekarang diperkirakan telah berlangsung selama kurun waktu 41 tahun lamanya atau berakhir tepatnya pada tahun 2002 lalu. Adapun pigur Bupati masa itu dari kalangan Militer adalah terdiri dari: Kolonel Arifin Sugianto, Kolonel M. Hamzah, Letkol Hakim Lubis dan terakhir Kolonel Saidu. Suatu tragedi sejarah yang telah menyengsarakan kehidupan masyarakat Buton dan hal ini tidak mudah dilupakan oleh seluruh Rakyat Buton di manapun mereka berada, terutama bagi keluarga mereka yang menjadi korban fitnah sebagai anggota PKI. Pada kondisi stagnan demikian ini turut dimanfaatkan oleh sistem rekruitmen anggota ABRI dan Kepolian di wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara dimana yang diterima adalah lebih dominan mereka yang berasal dari putra asli daerah Sulawesi Selatan serta daerah-daerah lain di luar Buton dan ditempatkan masing-masing pada institusi Kodim, Koramil, Polres dan Polsek diseluruh wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Buton secara permanen sehingga yang terjadi adalah proporsi personal lembaga ini hampir 95 persen berasal dari luar Buton sementara putra asli daerah (putra Buton) hanya menempati porsi kurang lebih 5 persen saja, suatu perbandingan yang tak realistik sebagai suatu daerah otonom.
Berdasarkan dari pengalaman yang amat berharga ini, seluruh komponen rakyat Buton kini sudah menyadari bahwa sudah saatnya untuk bangkit mengejar indoktrinasi politik yang berlangsung sekitar 40 tahun itu. Dan saat ini fenomenapun telah berkembang dimana-mana ditengah-tengah kehidupan masyarakat Buton baik lokal maupun perantauan yang tersebar diberbagai provinsi di Indonesia. Mereka semua bercita-cita ingin menjadikan negerinya maju mengejar ketinggalan selama kurun waktu hampir 40 tahun lamanya itu dengan memperjuangkan berdirinya Provinsi Buton Raya. Cita-cita yang amat mulia ini bukanlah suatu hal yang mustahildan sekedar wacana tapi benar-benar serius, realistik dan sedang digarap, sangat memungkinkan prospek perkembangan daerah ini ke depan mengingat dewasa ini telah didukung oleh suatu potensi sumber daya konkret berupa adanya sumber daya manusia yang handal dan sumber daya manusia yang strategis.
Di bidang sumber daya manusia, daerah Buton potsulat telah mencetak tingkat Doktor (S3) sekitar 38 orang termasuk yang sedang kuliah di Luar Negeri dari berbagai disiplin ilmu, Tingkat Magister (S2) sekitar 400 orang sudah termasuk bagi mereka yang sedang menyelesaikan kuliah dengan berbagai disiplin ilmu dan secara Nasional tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada sektor Sumber Daya Alam, secara strategis pulau Buton keseluruham memiliki cekungan minyak terbesar di dunia dan uranium terbesar di dunia (pimer deposite) dan hal ini merupakan profit oriented bagi para investor dan sebagai sektor andalan dalam prospek pembiayaan korelasi mikro ekonomi antar daerah dalam lingkup Povinsi Buton Raya. Sedangkan pada sektor penunjang adalah terdapatnya: 4 lokasi tambang pasir besi, 1 lokasi tambang titanium, 1 lokasi Geo Termal kapasitas 650.000 mega watt untuk pembangkit Listrik, 1 lokasi Geo Air kapasitas 100.000 mega watt untuk pembangkit Listrik, 4.000.000 metrik ton Aspal Buton (Butas) untuk bahan sintetik, sementasi dan aspal modified, 5 lokasi wisata pantai setara Hoga, 13 lokasi tambang emas, 3 lokasi tambang intan berlian dan sebagainya.
Pencetus pertama kali adanya wacana peningkatan status pemerintahan dari Kabupaten menjadi Provinsi dimulai dari hasil diskusi panel yang berkembang pada saat berlangsung Rapat Kerja Daerah Pengurus Besar Kerukunan Keluarga Indonesia Buton pusat Makassar yang berlangsung hari senin tanggal 7 Mei 2001 lalu bertempat di Aula Rapat Kantor Wilayah Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan yang dihadiri oleh pengurus dan para pakar dari berbagai disiplin ilmu asal negeri buton dengan mengembangkan diskusi adanya kekecewaan sebagian tokoh-tokoh masyarakat Buton selama ini, disamping juga mengamati aspirasi dari berbagai elemen masyarakat dan tuntutan global Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Hasil diskusi ini dimasukkan dalam Notulen hasil rapat kerja dan di keluarkan dalam bentuk Rekomendasi Nomor: 25/R/KKIB/PM/V/2001 tanggal 16 Mei 2001, di tanda tangani oleh Ketua Umum (Drs.H. La Hibu Tuwu,M.Si) dan Sekretaris Jenderal (Ir.L.M.Ali Habiu,AMts.,M.Si); dikirim dan ditujukan kepada semua elemen, tokoh-tokoh Mahasiswa, Pemuda, Masyarakat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia termasuk juga kepada para formatur pemekaran Kabupaten Bombana, Wakatobi, Buton Utara dan Gulamas serta Pemerintah Daerah yang isinya mengajak semua pihak segera berbenah diri dalam mempersiapkan berdirinya Provinsi Buton Raya dengan misi waktu paling lama 10 tahun kedepan terhitung mulai tahun 2002 s/d 2010 dimana diharapkan misi itu sudah dapat terpenuhi. Adapun tindasan Rekomendasi tersebut ditujukan kepada Wakil Presiden RI, Ketua DPR RI, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta Gubernur dan para Bupati /Walikota se-Sulawesi Tengggara serta DPRD untuk menjadikan bahan dukungan seperlunya.
Memang disadari bahwa untuk mencapai hal tersebut bukanlah suatu pekerjaan yang mudah tetapi tentunya diharapkan berkat kerja keras, keyakinan dan seiring doa memohon perlindungan Tuhan YME, Insya Allah tidak lama lagi cita-cita ini dalam menjadikan Buton sebagai sebuah Provinsi yang memiliki legitimasi yang kuat untuk mengelola hasil-hasil perut buminya sendiri dalam mensejahterakan kehidupan rakyatnya dan membiayai pembangunan daerahnya kelak bukanlah suatu hal mustahil. Tentu itu semua dapat terwujud apabila semua pihak-pihak yang berkepentingan mulai saat ini lakukan kerja keras serta kerja sama satu sama lain sangat diharapkan. Perkuatan lembaga-lembaga sosial yang telah banyak tersebar di tanah air dewasa ini perlu makin diaktifkan, digalang dan dikonsolidasi secara nasional menjadi suatu kekuatan marginal. Di samping itu pula perlu mengajak semua pihak untuk segera mendirikan lembaga-lembaga otonom setara LSM, Yayasan, Forum atau Badan yang bergerak secara independen membidangi kegiatan ilmiah berupa kajian-kajian potensi daerah ini untuk kelak dapat dijadikan lanadasan ideal dalam menyikapi dan menggarap potensi sumber daya alam negeri ini sebagai salah satu soko guru perolehan devisa daerah. Di lain pihak juga diminta dukungan moral semua unsur yang merasa memiliki jiwa kebutonan (baca: Butuni) dimana cita-cita ini telah tersurat di dalam buku emas buton dijanjikan sebagai suatu negeri yang akan jaya dimasa akan datang “Buktuni mautil jam’ah”. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi mereka yang berkepentingan dalam Pemekaran Kabupaten WAKATOBI, Kabupaten Bambaea, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton Tengah dan sebagainya untuk tidak lagi mempersoalkan hal-hal yang tidak prinsipil dalam mempersoalkan penentuan letak Ibu Kota Kabupaten. Tetapi tentunya kami mengajak kepada semua pihak marilah lebih arif dan bijaksana dan dalam menentukan letak Ibu Kota Kabupaten sebaiknya disesuaiakan dengan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang yang berlaku sehingga tidak akan menimbulkan kontroversial dalam pemekarannya. Termasuk juga tak lupamari kita doakan dan mohonkan kehadirat Tuhan YME, semoga para wakil-wakil kita yang menduduki kuri DRPR Sultra hasil pemilihan tahun 2004 nanti dengan jumlah kuota sekitar 17 orang itu benar-benar dengan hati nurani serta rasa panggilan jiwa yang besar ikut mendukung citas-cita mulia ini dalam memperjuangkannya di tingkat legislatif dan tentunya tak lupa diminta pula barakati-nya Wolio yakni: Baluwu, Peropa, Dete, dan Katapi and Sipanjonga, Sijatubun, Simalui, sijawangkati untuk senantiasa mengutuk (baca :laknatullah) bagi mereka siap saja putra daerah asli buton yang berkhianat.
Bangsa kita adalah bangsa yang besar bukan bangsa Tempe demikian kata Bung Karno dalam suatu kesempatan pidatonya. Oleh karena itu kami mengajak semua pihak untuk dapat saling hormat-menghormati, mendudukan persoalan pada proporsi yang benar, menghilangkan indoktrinasi, intimidasi dan deskriminasi serta salah sangka diantara sesama anak negeri, sesama anak bangsa dan saling dukung mendukung dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan saling menunjang dalam membangun daerah masing-masing. Mari bersama kita bahu membahu memperjuangkan cita-cita mulia Bangsa Indonesia yakni menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasilaan UUD-45 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam hal ini sudah barang tentu tidak bisa terpisahkan dengan cita-cita mulia anak negeri yakni mendirikan Povinsi Buton Raya (baca : bukan sultra raya kepulauan) yang pada hakekatnya bukanlah dendam kusumat anak negeri Butuni tapi adalah melainkan perpektif sejarah masa lampau yang harus diluruskan.
Merupakan kewajiban kita semua sebagai warga negara yang baik dan sebagainya sesama anak bangsa untuk mendukung terwujudnya cita-cita mulia ini dalam waktu sesingkat mungkin. Jangan lagi mengikuti jejak ALI MAZI yang ketika dipercaya oleh Rakyat Buton untuk memimpin Sulawesi Tenggara 2003 s/d 2008 lalu dia sama sekali tidak mau memikirkan aspirasi masyarakat Buton untuk menproklamirkan sebuah provinsi Buton Raya karena ambisi pribadi menginginkan gubernur masa jabatan ke dua kali di sultra padahal peluang konstelasi politik ketika itu ada ditangan dia, hal ini sangat mengecewakan kita semua.
Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah masih mungkin sebuah provinsi Buton Raya diproklamirkan sementara undang-undang baru yang mengatur pemekaran wilayah sudah semakin ketat dan pada konvensi kenegaraan yang telah dievaluasi oleh Kementerian Dalam negeri dan Otonomi Daerah menyimpulkan bahwa dari hampir 250 daerah pemekaraan di Indonesia ternyata yang efektif hanya terdapat hampi 30 % saja dan selebihnya asal mau memekarkan karena kepentingan sesaat bukan atas kepentingan rakyat. Oleh karena itu, benarkan pemekaran Buton Raya adalah atas kepentingan Rakyat ?! ****

*) Penulis Ketua Umum Lembaga Kabali.