Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Jumat, 14 November 2014

KENAIKAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) UNTUK SIAPA?


OLEH: FIRMAN (GEMA PEMEBEBASAN KOMSAT ITB)


Bahan bakar minyak (BBM) saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. BBM begitu berpengaruh terhadap hampir semua dimensi kehidupan. BBM dibutuhkan oleh kendaraan bermotor, transportasi massal termasuk kegiatan industri pun tidak luput menggunakan BBM. Ketika ada rencana kenaikan BBM bersubsidi maka, sontak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Berbagai pembicaraan di media social, media massa menyorot terkait dengan kebijakan tersebut. Penolakan secara langsung melalui aksi, seminar, audiensi juga terus bermunculan di berbagai daerah di seluruh Indonesia. 

Satu hal yang sebenarnya menarik untuk dilihat, siapa sebenarnya yang diuntungkan, jika terjadi kenaikan BBM bersubsidi? Banyak kalangan terutama pemerintah mengungkapkan manfaat jika BBM bersubsidi dinaikan, seperti APBN tidak akan terbebani oleh subsidi, kenaikan BBM ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, subsidi akan tepat sasaran jika dialihkan menjadi subsidi produktif, energi terbarukan bisa dikembangkan jika ketergantungan terhadap energi fosil dikurangi. Itulah alasan-alasan yang sering diungkapkan pemerintah diberbagai kesempatan untuk melegitimasi kebijakan yang sudah dicanangkan sejak lama. 

Berbagai alasan pemerintah tersebut sebenarnya hanya untuk menutup kedok besar di belakang mereka. Pencabutan subsidi BBM tidak lepas dari intervensi asing termasuk lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, ADB, G-20. Agenda terselubung pemerintah ini sebenarnya untuk memuluskan jalan Liberalisasi di sektor Migas. Sektor ini merupakan lahan basah sehingga sangat menggiurkan pihak swasta, baik swasta lokal maupun asing. Pihak swasta mengginginkan agar sektor hilir (sektor niaga dan distribusi di SPBU) juga diserahkan kepada mereka bukan hanya sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi). Sektor hulu saat ini praktis sudah dikuasai pemain swasta (asing) sebesar 85%, pertamina sebagai BUMN hanya menguasai 15%. 

Alasan-alasan konyol pemerintah tersebut sebenarnya terpatahkan satu persatu. Pertama, terkait APBN terbebani oleh subsidi BBM. Pemerintah sebenarnya tidak jujur dalam masalah ini, yang membebani APBN sebenarnya adalah cicilan utang (Rp 67 T) dan bunganya (Rp 150 T). Selain itu APBN digunakan untuk membiayai dana pelesiran presiden, kabinet, para anggota DPR, DPD ke luar negeri. Pemerintah tidak pernah mengatakan bahwa semua itu membebani APBN. Apa hasil yang didapat oleh rakyat atas kunjungan kerja, studi banding pejabat keluar negeri? Semua tidak ada manfaatnya bagi rakyat. APBN digunakan untuk menanggung kasus Lapindo, kasus BLBI, semua yang diuntungkan adalah komprador asing dan lokal. Sementara untuk rakyat mereka serba berhitung. Padahal APBN itu mayoritas berasal dari perasan tetesan keringat rakyat melalui pajak yang dipaksakan. 

Kedua: Kenaikan BBM untuk kesejahteraan rakyat. Inilah adalah alasan bodoh yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mana ada kesejahteraan lahir dari penderitaan rakyat. Ketika BBM dinaikan maka akan berefek domino terhadap kenaikan harga 9 kebutuhan pokok termasuk kebutuhan lainnya. Jangankan setelah BBM dinaikan, sebelum dinaikan pun sudah menstimulus kenaikan harga-harga di pasaran. Pemerintah mengatakan bahwa dengan menaikan BBM, seharga Rp 8500,- (semula Rp 6.500,-) maka akan menghemat APBN Rp 100 T. Pemerintah rela menjadikan rakyatnya terlunta-lunta dengan dampak jangka panjang akibat kenaikan BBM bersubsidi. Cara berfikir pemerintah ini tidak lepas dari paradigma berfikir liberal kapitalistik, yang menjadikan rakyat sebagai sapi perahan. Pemerintah harusnya mengayomi dan melindungi rakyatnya, bukan membiarkan rakyatnya dalam penderitaan jangka panjang.

Ketiga: Subsidi tidak tepat sasaran. Ini adalah alasan pemerintah tanpa data yang valid. Padahal berdasarkan SUSENAS (Sensus Ekonomi Nasional) tahun 2010 pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Dari total jumlah kendaraan di Indonesia yang mencapai 84 juta (2013), sebanyak 82% diantaranya merupakan kendaraan roda dua yang notabene kebanyakan dimiliki oleh kelas menengah ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan menyengsarakan rakyat, khususnya rakyat kelas bawah dan menengah.

Keempat: Alasan lain yang dikemukakan oleh pemerintah adalah energi terbarukan tidak berkembang akibat ketergantungan terhadap energi fosil serta harga BBM bersubsidi lebih murah. Konversi energi harusnya direncanakan dengan matang, pemerintah harusnya menghentikan ekspor gas dan batubara keluar negeri dan menjadikannya sebagai cadangan energi masa depan. Kalau pemerintah betul-betul ingin melakukan konversi energi. Terkait dengan energi terbarukan seperti biodisel, biofuel dan lain sebagainya harusnya dikelola dengan baik. Kalau negara memproduksi dalam kapasitas besar dan disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan dan kebutuhan masyarakat, maka harganya bisa murah dan akan sama dengan harga BBM bersubsidi. 

Alasan konyol dan primitif yang terus dikampanyekan oleh pemerintah tersebut harusnya tidak boleh membius mahasiswa, pemuda, dan pelajar. Semua komponen anak muda negeri ini harus membuang jauh cara berfikir liberal kapitalistik yang ditanamkan oleh doktrin pendidikan sekuler saat ini. Saatnya semua bergerak menyatukan satu pemikiran, bahwa yang diuntungkan dari kenaikan BBM bersubsidi ini adalah asing dan swasta lokal yang mengejar rente rupiah. Ingat saudaraku, ketika harga BBM bersubsdi dinaikan, maka tahun depan atau tahun selanjutnya, pemerintah akan terus menaikan harga BBM ini, sampai harga BBM sama dengan harga internasional. Ketika harga BBM Indonesia sama dengan harga BBM internasional, maka saudara semua akan menyaksikan bagaimana SPBU-SPBU asing akan menjamur di seluruh kota dan desa di Indonesia. Ketika itu terjadi, genaplah liberalisasi migas baik sektor hulu maupun hilir di Indonesia. Inilah yang diinginkan oleh mereka yang ngotot menaikan harga BBM bersubsidi. 

Solusinya tidak ada jalan lain selain mengembalikan semua kepemilikan umum baik itu migas, barang tambang harus dikembalikan kepada negara. BUMN yang harusnya mengelola semuanya bukan swasta (lokal maupun asing). Semua itu tidak akan bisa terjadi dalam negara yang pemimpinnya punya cara berfikir liberal kapitalistik dan tetap konsisten dengan sistem Kapitalisme demokrasi, tetapi hanya akan terjadi dalam negara yang sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya, yaitu KHILAFAH. Ketika negeri ini tetap komitmen pada kapitalisme demokrasi maka negeri ini tidak bisa lepas dari belenggu penjajahan baik oleh negara-negara maju maupun oleh lembaga-lembaga keuangan internasional, termasuk negeri ini tersandera dengan berbagai UU liberal yang menguntungkan segelintir orang di republik ini dan pihak asing.

Saatnya Mahasiswa, Pemuda, Pelajar menyatukan langkah untuk menyerukan Revolusi. Revolusi tanpa penindasan, revolusi putih tanpa kekerasan. Gema Pembebasan mengajak anda semua untuk bergabung dalam barisan perlawanan ini. Perlawanan yang anti penindasan dan anti perbudakan oleh sistem sampah buatan akal pikiran manusia.