OLEH: FIRMAN (GEMA PEMEBEBASAN KOMSAT ITB)
Bahan bakar minyak (BBM) saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok bagi
masyarakat. BBM begitu berpengaruh terhadap hampir semua dimensi
kehidupan. BBM dibutuhkan oleh kendaraan bermotor, transportasi massal
termasuk kegiatan industri pun tidak luput menggunakan BBM. Ketika ada
rencana kenaikan BBM bersubsidi maka, sontak menimbulkan pro kontra di
masyarakat. Berbagai pembicaraan di media social, media massa menyorot
terkait dengan kebijakan tersebut. Penolakan secara langsung melalui
aksi, seminar, audiensi juga terus bermunculan di berbagai daerah di
seluruh Indonesia.
Satu hal yang sebenarnya menarik untuk
dilihat, siapa sebenarnya yang diuntungkan, jika terjadi kenaikan BBM
bersubsidi? Banyak kalangan terutama pemerintah mengungkapkan manfaat
jika BBM bersubsidi dinaikan, seperti APBN tidak akan terbebani oleh
subsidi, kenaikan BBM ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, subsidi akan
tepat sasaran jika dialihkan menjadi subsidi produktif, energi
terbarukan bisa dikembangkan jika ketergantungan terhadap energi fosil
dikurangi. Itulah alasan-alasan yang sering diungkapkan pemerintah
diberbagai kesempatan untuk melegitimasi kebijakan yang sudah
dicanangkan sejak lama.
Berbagai alasan pemerintah tersebut
sebenarnya hanya untuk menutup kedok besar di belakang mereka.
Pencabutan subsidi BBM tidak lepas dari intervensi asing termasuk
lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, ADB,
G-20. Agenda terselubung pemerintah ini sebenarnya untuk memuluskan
jalan Liberalisasi di sektor Migas. Sektor ini merupakan lahan basah
sehingga sangat menggiurkan pihak swasta, baik swasta lokal maupun
asing. Pihak swasta mengginginkan agar sektor hilir (sektor niaga dan
distribusi di SPBU) juga diserahkan kepada mereka bukan hanya sektor
hulu (eksplorasi dan eksploitasi). Sektor hulu saat ini praktis sudah
dikuasai pemain swasta (asing) sebesar 85%, pertamina sebagai BUMN hanya
menguasai 15%.
Alasan-alasan konyol pemerintah tersebut
sebenarnya terpatahkan satu persatu. Pertama, terkait APBN terbebani
oleh subsidi BBM. Pemerintah sebenarnya tidak jujur dalam masalah ini,
yang membebani APBN sebenarnya adalah cicilan utang (Rp 67 T) dan
bunganya (Rp 150 T). Selain itu APBN digunakan untuk membiayai dana
pelesiran presiden, kabinet, para anggota DPR, DPD ke luar negeri.
Pemerintah tidak pernah mengatakan bahwa semua itu membebani APBN. Apa
hasil yang didapat oleh rakyat atas kunjungan kerja, studi banding
pejabat keluar negeri? Semua tidak ada manfaatnya bagi rakyat. APBN
digunakan untuk menanggung kasus Lapindo, kasus BLBI, semua yang
diuntungkan adalah komprador asing dan lokal. Sementara untuk rakyat
mereka serba berhitung. Padahal APBN itu mayoritas berasal dari perasan
tetesan keringat rakyat melalui pajak yang dipaksakan.
Kedua: Kenaikan BBM untuk kesejahteraan rakyat. Inilah adalah alasan
bodoh yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mana ada kesejahteraan lahir
dari penderitaan rakyat. Ketika BBM dinaikan maka akan berefek domino
terhadap kenaikan harga 9 kebutuhan pokok termasuk kebutuhan lainnya.
Jangankan setelah BBM dinaikan, sebelum dinaikan pun sudah menstimulus
kenaikan harga-harga di pasaran. Pemerintah mengatakan bahwa dengan
menaikan BBM, seharga Rp 8500,- (semula Rp 6.500,-) maka akan menghemat
APBN Rp 100 T. Pemerintah rela menjadikan rakyatnya terlunta-lunta
dengan dampak jangka panjang akibat kenaikan BBM bersubsidi. Cara
berfikir pemerintah ini tidak lepas dari paradigma berfikir liberal
kapitalistik, yang menjadikan rakyat sebagai sapi perahan. Pemerintah
harusnya mengayomi dan melindungi rakyatnya, bukan membiarkan rakyatnya
dalam penderitaan jangka panjang.
Ketiga: Subsidi tidak tepat
sasaran. Ini adalah alasan pemerintah tanpa data yang valid. Padahal
berdasarkan SUSENAS (Sensus Ekonomi Nasional) tahun 2010 pengguna BBM
65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke
atas, dan hanya 2% orang kaya. Dari total jumlah kendaraan di Indonesia
yang mencapai 84 juta (2013), sebanyak 82% diantaranya merupakan
kendaraan roda dua yang notabene kebanyakan dimiliki oleh kelas menengah
ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan menyengsarakan
rakyat, khususnya rakyat kelas bawah dan menengah.
Keempat:
Alasan lain yang dikemukakan oleh pemerintah adalah energi terbarukan
tidak berkembang akibat ketergantungan terhadap energi fosil serta harga
BBM bersubsidi lebih murah. Konversi energi harusnya direncanakan
dengan matang, pemerintah harusnya menghentikan ekspor gas dan batubara
keluar negeri dan menjadikannya sebagai cadangan energi masa depan.
Kalau pemerintah betul-betul ingin melakukan konversi energi. Terkait
dengan energi terbarukan seperti biodisel, biofuel dan lain sebagainya
harusnya dikelola dengan baik. Kalau negara memproduksi dalam kapasitas
besar dan disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan dan kebutuhan
masyarakat, maka harganya bisa murah dan akan sama dengan harga BBM
bersubsidi.
Alasan konyol dan primitif yang terus dikampanyekan
oleh pemerintah tersebut harusnya tidak boleh membius mahasiswa, pemuda,
dan pelajar. Semua komponen anak muda negeri ini harus membuang jauh
cara berfikir liberal kapitalistik yang ditanamkan oleh doktrin
pendidikan sekuler saat ini. Saatnya semua bergerak menyatukan satu
pemikiran, bahwa yang diuntungkan dari kenaikan BBM bersubsidi ini
adalah asing dan swasta lokal yang mengejar rente rupiah. Ingat
saudaraku, ketika harga BBM bersubsdi dinaikan, maka tahun depan atau
tahun selanjutnya, pemerintah akan terus menaikan harga BBM ini, sampai
harga BBM sama dengan harga internasional. Ketika harga BBM Indonesia
sama dengan harga BBM internasional, maka saudara semua akan menyaksikan
bagaimana SPBU-SPBU asing akan menjamur di seluruh kota dan desa di
Indonesia. Ketika itu terjadi, genaplah liberalisasi migas baik sektor
hulu maupun hilir di Indonesia. Inilah yang diinginkan oleh mereka yang
ngotot menaikan harga BBM bersubsidi.
Solusinya tidak ada jalan
lain selain mengembalikan semua kepemilikan umum baik itu migas, barang
tambang harus dikembalikan kepada negara. BUMN yang harusnya mengelola
semuanya bukan swasta (lokal maupun asing). Semua itu tidak akan bisa
terjadi dalam negara yang pemimpinnya punya cara berfikir liberal
kapitalistik dan tetap konsisten dengan sistem Kapitalisme demokrasi,
tetapi hanya akan terjadi dalam negara yang sesuai dengan tuntunan Allah
dan rasul-Nya, yaitu KHILAFAH. Ketika negeri ini tetap komitmen pada
kapitalisme demokrasi maka negeri ini tidak bisa lepas dari belenggu
penjajahan baik oleh negara-negara maju maupun oleh lembaga-lembaga
keuangan internasional, termasuk negeri ini tersandera dengan berbagai
UU liberal yang menguntungkan segelintir orang di republik ini dan pihak
asing.
Saatnya Mahasiswa, Pemuda, Pelajar menyatukan langkah
untuk menyerukan Revolusi. Revolusi tanpa penindasan, revolusi putih
tanpa kekerasan. Gema Pembebasan mengajak anda semua untuk bergabung
dalam barisan perlawanan ini. Perlawanan yang anti penindasan dan anti
perbudakan oleh sistem sampah buatan akal pikiran manusia.