Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Rabu, 17 Februari 2010

TINJAUAN LPJKD SULTRA TERHADAP PENYUSUNAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN BAGI AREA PENAMBANGAN DI SULAWESI TENGGARA (Oleh Ali Habiu)

1.1. UMUM 
Sektor konstruksi adalah sektor strategis dalam perjalanan pembangunan bangsa. Posisi strategis tersebut dapat dipresentasikan oleh besaran-besaran keterkaitan kedepan (foward) dan ke belakang (backward) dengan sektor-sektor lain. Konstruksi sesungguhnya dapat dikonsepsikan dengan produk, proses dan pelaku sehingga membentuk ”meso economic system” baik pada ranah kluster, sektor, industri maupun jasa yang akan berperan dalam membangun sosial ekonomi bangsa (construction driven socio-economic development). Pengembangan jasa konstruksi menjadi keniscayaan atas konteks globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangan, demokratisasi dan otonomi daerah, kerusakan dan bencana alam ditengah transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi yang sedang terjadi saat ini ditengah-tengah pembangunan bangsa. Disisi internal disaat dinamika penguatan masyarakat sipil (sivil society) dan disisi eksternal ditengah pertarungan hegemoni global, penataan kelembagaan dan program pengembangan jasa konstruksi harus terus diupayakan untuk menjamin konstruksi Indonesia mampu menciptakan nilai secara berkelanjutan dan profesionalisme ditunjang daya saing yang proporsional. Lembaga pengembangan jasa konstruksi daerah (LPJKD) sebagai organisasi yang bertugas menjalankan pengembangan jasa konstruksi di daerah harus terus menerus ditingkatkan kapasitas operasionalnya dan dapat dijamin tata kelola organisasinya. Secara prinsipil implementatif tugas besar lembaga ini adalah menciptakan tri daya lembaga, yakni : (1).Construction governance, (2). Construction competency, (3). Construction competitiveness. Lembaga pengembangan jasa konstruksi daerah (LPJKD) saat ini tidak saja harus mampu mengawal rana konstruksi Indonesia dan Daerah hingga kokoh, handal dan berdayasaing tinggi tetapi juga harus dapat menjaga sistem konstruksi Indonesia dan Daerah agar tidak semakin deskruktif dan terdistorsi oleh akibat ketiadaan saling asih, asuh dan saling asah antar inter dan antar pemangku kepentingan. LPJKD pada ranah individual harus mampu membangun kompetensi SDM konstruksi dengan mengedepankan profesionalisme, serta pada konteksi internal organisasional harus mampu menciptakan sinergi dan integrasi nilai dari para pelaku sektor konstruksi, sedangkan pada konteksi eksternal organisasional harus mampu mengupayakan interaksi timbali balik saling menguntungkan antara pemangku kepentingan lain, dan pada konteksi internasional organisasional harus mampu membangun jaringan kerja sama dengan lembaga-lembaga di negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu LPJKD ditataran organisasinya saat ini dituntut harus mampu membangun konsolidasi dan profesionalisme agar mampu menjalankan tugas keprofesionalan dan tugas pelayanan publik sebagaimana tertuang dalam pasal 33 Undang-undang Jasa Konstruksi tahun 1999. Semua ini dapat terwujud dengan nyata apabila LPJKD dapat menunjukkan kemandirian dengan leadership yang tinggi dan didukung oleh SDM konstruksi profesional serta bergaining kemauan pemerintah daerah melalui lembaga Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah dapat ikut secara nyata mengambil bagian didalamnya dengan mengeluarkan kebijakan lingkungan mempengaruhi sektor sumber daya konstruksi maupun kebijakan dalam bentuk reel. Agar konsep partisipasi makin realistis dan kapasitas profesional makin partisipatif, kualitas produk makin baik, maka perlu ada upaya pemerintah daerah melalui lembaga yang relevan mau membuka diri secara signifikan agar isu strategis analisis dampak lingkungan lokasi rencana penambangan di daerah ini kedepan lebih tertangani secara signifikan dan proporsional. 
1.2. PERMASALAHAN 
Setiap pembukaan area tambang pasti akan didahului oleh kegiatan pembebasan lahan, pematangan tanah (land scoupe) kemudian akan disusul oleh kegiatan pembuatan akses road tambang kemudian pembangunan fasilitas penunjang. Dalam pembebasan tanah awalnya akan berhubungan dengan masalah sosial ekonomi masyarakat setempat dan kemudian setelah pematangan tanah serta pengelolaan tambang maka kemudian berhubungan dengan geo hidrologi dan geo teknik. Ketika pembahasan studi pada kedua hal ini maka perlu kehatia-hatian semua pihak karena perlu ada studi spesifik yang menyoal masalah pengaruh pengelolan tambang tersebut terhadap stabilisasi geo hidrologi dan geo teknik terhadap daerah bawah; apakah berpengaruh positif atau negatif. Banyak kasus-kasus yang terjadi di lapangan atas pengabaian kedua studi ini hingga dengan selang waktu yang relative tidak lama telah berdampak merusak ekosistem lingkungan tanah di daerah bawah yang berakibat bukan saja lokasi permukinan penduduk menjadi ambruk melainkan juga berdampak pada tata lingkungan tanah terbuka (open land) milik publik dan hutan serta inprastruktur jalan dan jembatan di daerah bawah menjadi failure akibat melorotnya stabilitas tanah. Struktur tanah bervariasi tergantung dari kondisi geologi daerah dimana lokasi penambangan dibuka. Pada daerah-daerah yang memiliki domain lapisan tanah anisotropik atau isotropik homogen atau tidak homogen yang merupakan lapisan kombinasi antara gravel, sand, silt, clay dan bukan full clay atau full silty atau silty clay dengan koefisien fearmibilitas maksimum sampai ke daerah bawah akan sangat rawan terhadap terganggunya stabilitasi tanah pada daerah bawah tersebut mengingat bahwa kombinasi lapisan tanah ini relatif memiliki transibilitas cukup tinggi serta storage water dan gradient hidrolik yang cukup besar kemudian berpotensi zone saturated. Dalam pembuatan Dokumen AMDAL yang dilegitimasi oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan di Daerah Sulawesi Tenggara tidak dicantumkan diskripsi tentang analisis stabilitas tanah dari suatu pembukaan area tambang. Tentunya pengelolaan tambang sangat tidak diharapkan akan berdampak pada daerah bawah dan jika hasil studi dalam dokumen ANDAL menunjukkan trend adanya potensi zone saturated pada daerah bawah maka diharapkan rekomendasi apakah tambang dapat di kelola dengan penyertaan pembangunan tekhnologi chimney drain (Craig, 1989: 62) untuk menormalkan permeabilitas tanah (piping) atau tidak dapat direkomendasi pengelolaan tabang karena tekhnologi tak dapat mengatasi seluruh permasalahan permeabilitas tanah lokasi tambang. Selain itu pembangunan sarana jalan tambang dalam lokasi tambang (internal road) maupun akses jalan tambang ke lokasi pelabuhan (eksternal road) merupakan bagian dari penanganan konstruksi yang harus memenuhi syarat sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah serta Pereturan Menteri. Tidak terkecuali perusahaan manapun termasuk perusahaan tambang yang sengaja mengelola pekerjaan jalan ini maka perusahaan tersebut harus memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU), Daftar Registrasi Badan Usaha (DRBU), Nomor Registrasi Badan Usaha (NRBU) dan terdaftar pada system teknologi informasi lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional (STI-LPJKN). Demikian pula Pembangunan Fasilitas Penunjang berupa pembanguan direksi keet, bangsal kerja serta pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup (top soil) juga pemotongan tanah pada daerah-daerah bukit perlu ada studi civil engineering yang dilaksanakan secara integrated mengingat kegiatan-kagiatan ini memiliki dampak pada stabilisasi daerah bawah yang cukup luas jika struktur tanah daerah lokasi tambang memiliki struktur sebagaimana telah diuraikan di atas. Negara kita adalah Negara hukum yang mana semua kehidupan warga Negara termasuk aktivitanya dilaksanakan berdasarkan aturan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pada pasal 43 disebutkan bahwa secara pidana berlaku sanksi hukum dengan kurungan 5 (lima) tahun penjara bagi perencana, pelaksana dan pengawas yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya mengakibatkan kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang dimaksud bisa karena usia bangunan tidak sesuai dengan rencana atau ambruknya bangunan mengakibatkan korban bagi manusia. Selain itu pada Bab VII mengenai Sanksi Administrasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu disebutkan pada pasal 113 ayat (1) pemilik dan/atau pengguna yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif, berupa : antara lain pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung atau perintah pembongkaran bangunan gedung. Pada ayat (2) disebutkan bahwa selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dikenakan sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun serta pada pasal (3) penyedia jasa konstruksi yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

 
Kerusakan Lingkungan Area Tambang Emas

1.3. KETERLIBATAN LPJKD 
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi memiliki peran strategis dalam pembinaan konstruksi di daerah masing-masing dalam wilayah republik Indonesia. Tanpa kecuali siapapun atau badan apapaun atau perusahaan apapun namanya yang ketika melakukan aktivitas bekerja melakukan konstruksi maka harus melalui pembinaan LPJKD sehingga pelaksanaan jasa konstruksi dimanapun di Negara ini dapat berjalan secara professional, tertib, lancar, transparan dan akuntabel. Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasannya yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Olehnya itu LPJKD Sultra dalam menjalankan fungsinya sebagaimana amanah Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi perlu perlibatan langsung untuk ikut merekomendir pragraf bagian ini dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan rencana area penambangan. 
1.4. KONSTRIBUSI LPJKD 
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Sultra harus dapat mengambil bagian dalam Tim Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Rencana Area Penambangan yang ada di wilayah pemerintahan provinsi Sulawesi Tenggara. Bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang penambangan yang menunjuk yayasan, badan atau perusahaan yang bergerak dibidang lingkungan yang memiliki kontrak pembuatan AMDAL harus melibatkan LPJKD Sultra dalam bagian Tim yang dibentuk oleh Yayasan, Badan atau Perusahaan tersebut melalui konfirmasi dan legilimasi pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memiliki lokasi tambang. Institusi Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota diminta mulai membuka kerja sama yang positif dengan LPJKD Sultra dalam pengendalian dampak lingkungan di daerah ini utamanya yang relevansi dengan dampak dari kegiatan pematangan tanah, pengupasan tanah pucuk tanah penutup (top soil), pembuatan jalan tambang mengingat seluruh kegiatan ini berpotensi merusak struktur tanah daerah bawah yang kemudian suatu kelak mengakibatkan premis runtuhnya sarana bangunan jalan dan jembatan, dan bangunan-bangunan permukiman penduduk lainnya. Oleh karena itu tenaga-tenaga ahli yang terdapat dalam Dewan Pengurus LPJKD Sulawesi Tenggara bersama Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah akan melakukan kajian teknis konstruksi berdasarkan pendekatan geo hidrologi dan geo teknik dengan mengadakan pengukuran-pengukuran di lapangan dan kemudian ikut terlibat dalam pembuatan dokumen AMDAL membuat analisis dan rekomedasi termasuk sistem pengendalian dan pengawasannya sehingga dokumen AMDAL yang dihasilkan betul-betul sesuai dengan kebutuhan lapangan. 
1.5. PENUTUP 
Diharapkan deskripsi konsepsional di atas dapat merupakan terobosan baru dalam mereformasi sistem informasi dampak lingkungan yang ada di daerah ini, utamanya dalam setiap rencana pembuatan dokumen AMDAL area penambangan yang saat ini lagi gencar-gencarnya di buka di Sulawesi Tenggara sebagai refleksi formal atas data satelit Amerika yang telah menunjukkan bahwa daerah ini memiliki sumber aneka tambang terbesar di dunia yang nantinya diharapkan dapat digarap dengan baik sehingga kelak dikemudian hari dapat dihindari terjadinya kemungkinan kemungkinan timbulnya bencana akibat pengelolaan tambang yang tidak melalui suatu pengendalian maupun pengawasan yang baik yang dapat merugikan masyarakat sulawesi tenggara---pengusaha untung…, rakyat buntung…!!!.*** 
----------------------------------------------------
Ir.L.M. Ali Habiu,AMts.,M.Si ( Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan LPJKD Sultra Priode 2008-2012)

Tidak ada komentar: