Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Minggu, 20 Desember 2009

MENGENANG SAAT-SAAT REVISI PEMPINAN DPD PARTAI GOLKAR SULAWESI TENGGARA (Oleh Ali Habiu)

Tak pelak lagi kini sebagian besar pengurus maupun simpatisan Partai Golongan Karya Sulawesi Tenggara sangat kecewa dengan tidak berhasilnya para jargon-jargon kadernya yang diusung beberapa waktu lalu sebagai calon Bupati, Wali Kota maupun Gubernur ke ajang Pilkada tidak bisa memenangkan pemilihan tersebut, padahal mereka para calon adalah pigur pilihan dan sudah didukung oleh kekuatan penuh mesin politik Golkar namun tokh juga gagal. Hal ini yang menjadi kontroversial semua pihak baik kader maupun pengurus; “sebetulnya ada apa ini”!. Sulawesi Tenggara ketika masa Orde Baru dikenal sebagai lumbungnya Golkar dan setiap pelaksanaan pemilihan umum selalu memenangkan dengan pemilih mayoritas, kini para kader terpaksa harus menelan kekecewaan yang amat besar atas tidak berhasilnya para calon kepala daerah dari utusan Golkar untuk memenangkan pemilihan kepala daerah yang ditengarai telah berlangsung selama lima tahun belakangan ini. Dalam konteks publik hal ini mestinya patut dipertanyakan ada apa sebetulnya yang terjadi dilevel pengurus DPD-I Partai Golkar ini ditingkat provinsi !?. Apakah memang program konsolidasi organisasi kesemua pelosok di daerah ini tidak pernah berjalan efektif atau adakah konflik internal organisasi dilevel pengurus provinsi sebagai soko guru DPD-II, ataukah memang ketua DPD-I partai ini bukan sejatinya kader Golkar (baca: kader yang mengakar rohnya Golkar) sehingga dia tidak mengerti betul konstelasi organisasi kegolkaran baik secara teoritik, kontekstual maupun substansial sehingga roda organisasi tidak bisa dijalankan dengan baik?. Atau apa memang betul ketua DPD-I Golkar saat ini memang tidak pernah memiliki jam terbang yang cukup dalam memimpin organisasi kekaderan, organisasi kemasyarakatan dan semacamnya atau organisasi politik selama masa hidupnya.! . Hal ini publik kader Golkar Sultra mempertanyakan secara serius, sebab dizaman reformasi saat ini tantangan Partai Golkar semakin kompleks dengan banyaknya saingan-saingan secara militansif muncul berasal dari partai lain, sehingga memang pimpinan DPD-I Golkar di daerah ini harusnya dipegang oleh seseorang asal kader yang betul-betul jiwanya sudah menyatu rohnya Golkar, memiliki loyalitas dan integritas yang tinggi tehadap organisasi, punya dedikasi, disiplin dan professionalisme yang pernah dibuktikan dengan berbagai tingkat penjejangan kader yang dimiliki oleh orang tersebut baik lokal, regional  maupun nasional,  serta lamanya jam terbang dipengurusan dan adanya pengakuan dari pihak lain. Jika seorang pimpinan DPD-I Partai Golkar Sultra tidak memiliki kreteria tersebut, maka jangan banyak bermimpi akan mampu menjalankan roda organisasi dengan baik dan ada baiknya kuburkanlah mimpi-mimpi indah itu, sebab bila dipaksakan maka postulat sudah dapat dipastikan akan membawa “runtuhnya eksistensi organisasi ini dihari-hari akan datang “
Secara konseptual teoritik ada beberapa pendekatan kepemimpinan untuk menjadi renungan bagi para pemimpin organisasi Golkar, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Salusu (2003) dalam studi kepemimpinan pada umumnya dikenal ada empat pendekatan, yakni : (1). Pendekatan sifat kepemimpinan. Dalam pendekatan ini dibahas tentang sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, dimana yang membedakannya dengan bukan pemimpin. Pendekatan ini mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Dalam pendekatan sifat, terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensial pada kepemimpinannya yang efektif. Hal ini dapat diukur dengan membandingkan orang yang tampil sebagai pemimpin dengan yang tidak menjadi pemimpin. Kemudian dapat juga dibandingkan sifat pemimpin efektif dan yang tidak efektif. Ternyata kedua pendekatan itu, para peneliti gagal untuk menyimpulkan mana sifat yang jelas berkaitan dengan kepemimpinan yang sukses, (2).pendekatan gaya kepemimpinan. Terdapat tiga katagori kepemimpinan seperti yang dikembangkan oleh Gatto (1992) yaitu gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisifatif dan gaya delegasi. Pada Gaya Direktif pada umumnya ketika organisasi membuat keputusan-keputusan penting pemimpin banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Suatu keputusan terpusat pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan pengurus untuk berkreasi dan bertindak walau telah diizinkan. Gaya Konsultatif, gaya yang dibangun di atas gaya direktif, kurang otoriter dan lebih banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasihat kepada pengurus dalam rangka mencapai tujuan.  Gaya Partisifatif bertolak dari gaya konsultatif yang bisa berkembang kearah saling percaya antara pemimpin dan bawahan.  Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan anggota pengurus untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggungjawab mereka. Pemimpin banyak memberi kepercayaan kepada pengurus untuk proses pengambilan keputusan, Gaya Delegasi, yaitu gaya yang mendorong kemampuan pengurus untuk mengambil inisiatif. Kurang kontrol pimpinan disini sehingga gaya ini bisa berjalan apabila pengurus dapat memperlihatkan kompetensi untuk mengejar tujuan organisasi. (3).pendekatan situasional kepemimpin. Dalam pendekatan ini, para peneliti ternyata menemukan bahwa faktor-faktor determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan sangat bervariasi tergantung pada situasi dimana pemimpin itu berada dan pada keperibadian pemimpin itu sendiri. Sasaran umum tidak satupun gaya yang efektif untuk semua situasi. Penelitian menjelaskan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik. Oleh karena itu disarankan pemimpin harus dapat merubah gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi, serta (4).pendekatan fungsional kepemimpinan. Disini lebih ditekankan kepada prilaku pemimpin, bahwa sesuatu prilaku pemimpin dapat memberi sumbangan pada pencapaian tujuan kelompok, jika prilakunya buruk maka tujuan yang akan dicapai buruk atau gagal demikian sebaliknya.
Berdasarkan gambaran teoritis kepemimpinan di atas maka dapat disimpulkan bahwa berhasil tidaknya organisasi sangat tergantung dari keperibadian seorang pemimpin apakah memiliki sifat baik atau sifat buruk, dan sejauhmana pemimpin mempercayai bawahannya mau berkonsultasi dan menerima pendapat bawahan serta tidak otoriter artinya tidak sekehendak hati untuk main hakim sendiri dengan memecat para pengurus yang tidak sejalan alur pikirnya tanpa melalui proses persuasi, motivasi dan edukasi (pembinaan kader) dan musyawarah. 
Pada hari selasa 25 Maret 2008, Harian Kendari Ekspres pada halaman depan telah memuat deadline “Musdalub Harga Mati”. Disini Ridwan sebagai tokoh Golkar Sultra yang sudah terbina/teruji kekaderannya selama 20 tahunan belakangan ini yang mana kariernya dioraganisasi ini dimulai dirintis dari tahun 1990-an dengan menduduki pengurus biro kepemudaan DPD-I Golkar Sultra bersama kawan-kawan dari 9 DPD-II Golkar, antara lain : Muna, Konsel, Konawe, Kolut, Kota Kendari, Bombana dan tokoh-tokoh papan atas DPD-I Golkar Sultra menggegas untuk segera diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) sebagai harga mati dalam rekstrukturisasi kepengurusan    DPD-I Golkar Sultra. Adapun alasan  Ridwan Cs diadakannya Musdalub DPD-I Golkar Sultra yang termuat dalam deadline tersebut adalah bahwa mereka merasakan selama Ali Mazi memimpin Partai Golkar Sultra berdasarkan realitas nyaris tak ada prestasi yang menguntungkan Partai Golkar. Menurut Ridwan Cs, Pelaksanaan Musdalub Golkar telah diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) partai, yakni apabila terdapat  2/3 dari jumlah pengurus DPD-II Golkar Sultra menghendaki pelaksanaan Musdalub, maka telah memenuhi syarat atau qorum organisasi, sehingga secara organisatoris Musdalub mesti dilaksanakan. Hendaknya sdr. Ali Mazi yang nota bene dalam konteks opini publik yang telah tersebar di daerah ini dilansir sebagai orang yang telah banyak berpengalaman dibidang organisasi maka disarankan sebagai pimpinan yang baik dan professional mestinya tawaran ini dapat diterima dengan lapang dada dan mau bersaing secara jentelmen, mengingat bahwa pada dasarnya kepengursan Partai Golkar ialah kepengurusan kolektif bukan individual dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Disinilah akan diuji kabar ketenaran anda apakah memang benar anda ahli dalam berorganisasi atau tidak alias hanya kabar burung saja alias indoktrinasi politik yang sengaja dibangun dan dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mempengaruhi opini ruang publik para kader Golkar sultra.  Saya sebagai pemerhati Partai Golkar sangat prihatin melihat tak henti-hentinya terjadi kontroversial di tubuh Partai Gokar Sultra diera kepimpinan Ali Mazi sehingga hal ini pula penyebab munculnya deadlock antara pengurus DPD-I dan DPD-II yang saat ini kian memanas dan berkepanjangan. Semua pertikaian ini diharapkan mesti segera diakhiri----tentu tidak melalui kompromian, melainkan melalui pilihan jalan terbaik sesuai amanah AD dan ART Partai Golkar, yakni lakukanlah reformasi kepengurusan melalui wadah Musyawarah Luar Biasa itu. Siapapun pimpinan DPD-I Golkar Sultra yang kelak diperoleh dari hasil Musdalub ini, maka perlu diberi dukungan dan rasa hormat karena dia itulah pemimpin terbaik dalam membawah biduk organisasi ini kedepan. Tidak tertutup kemungkinan bisa saja secara aklamasi atau melalui voting Bung Ali Mazi terpilih kembali menjadi ketua DPD-I Golkar Sultra dan kondisi ini tentu akan makin memperkuat posisi Ali Mazi sebagai pribadi dalam mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI atau lainnya.   Oleh karena langkah kearah Musdalub itu tidak segampang membalik telapak tangan sebab premis, secara apriori yang terjadi ditubuh Golkar saat ini adalah “I”etat c’est moi”, maka perlu keberanian semua pihak untuk menggagas Musdalub ini sampai betul-betul bisa terlaksana sesuai peraturan organisasi yakni dengan menegakan secara konsisten amanah AD dan ART Golkar. Dalam konteks gagasan ini, timbul pertanyaan publik; “Perlukah DPD-I Golkar Sultra mereformasi kepengurusan melalui Musdalub”?!. Dan sebagai jawabnya, premis itu tergantung dari kemauan semua ketua DPD-II Golkar seSultra sejauhmana secara fungsionaris dapat menilai pimpinannya saat ini secara obyektif apakah mampu dia menjalankan roda organisasi kepartaian atau tidak mampu. Wallahu Alam…***

Tidak ada komentar: