OLEH : ALI HABIU
Masih teringat ketika penulis masih duduk pada sekolah menengah pertama tahun 1970-an di Makassar, orang tua penulis sempat memperlihatkan sebuah buku kecil yang berisi maklumat Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dikeluarkan tahun 1959 memuat pelarangan penyebaran aliran Ahmadiyah di Indonesia. Tapi sayang maklumat ini sampai tahun 1979 tidak pernah terealisasi dengan baik untuk menjadi dasar tindakan aparat penegak hukum, malah terkesan antah barantah hingga kembali muncul pelarangan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 dengan fatwa menilai aliran Qadian sebagai aliran sesat tetapi juga tidak disertai kemauan pemerintah untuk bertindak. Kemudian tahun 2005 kembali Majelis Ulama Indonesia mengeluarkaan fatwa yang menilai aliran Lahore juga dinyatakan sesat. Pada tahun 2005 itu juga Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat merekomendasikan agar pemerintah melarang Ahmadiyah dari seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. Namun pemerintah ternyata masih mati rasa sehingga tidak mampu mengambil sikap tegas, maka akhirnya muncullah keputusan bersama April 2008 itu. Bila kita amati, ternyata pihak pemerintah mulai terbitnya maklumat Mahkamah Agung tahun 1959 hingga terbitnya keputusan bersama tahun 2008 ini terkesan sangat hati-hati yang mana sampai saat ini belum juga ditindaklanjuti melalui Keputusan Presiden, sehingga praktis aparat penegak hukum tidak bisa secara tegas berindak membubarkan aliran ini karena belum memiliki legitimasi yang kuat. Menurut Zulkarnain (Kolom Tempo, 11 Mei 2008) Ahmadiyah sebagai ajaran yang dikembangkan oleh Mirza Ghulam Ahmad pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1924 dibawah oleh dua orang muballiq Ahmadiyah yakni Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad di Yogyakarta dan dari sini aliran ini mulai berkembang hingga ke daerah Jawa Timur seperti Kediri, Jombang hingga menyebar ke pulau Kalimantan, Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia. Pada tahun 1925 muballiq Ahmadiyah lainnya mendarat di Tapaktuan Aceh dan bakal cikal penyebaran Ahmadiyah di Sumatera. Selama kurun waktu hampir 50 tahun kemudian terjadilah perkembangan pesat aliran ini di Indonesia. Aliran ini dalam perjalanannya terpecah menjadi dua yaitu Ahmadiyah aliran Qadian yang tetap mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad sedangkan Ahmadiyah dengan aliran Lahore menolak kenabian Mirza. Di Indonesia kedua aliran Ahmadiyah ini tumbuh berkembang dengan pesat dan yang membedakan adalah ekstrimitas fahamnya, ada yang sangat fanatik dan setengah fanatik. Ahmadiyah aliran Lahore ini saat ini di Indonesia organisasinya menyandang atribut Lembaga Dakwah Islamiah Indonesia (LDII), sedangkan aliran Qadian atributnya sebagai Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Aliran Ahmadiyah yang berpusat di Pakistan telah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad pendiri Ahmadiyah sebagai Imam Mahdi. Pengikut Ahmadiyah meyakini bahwa pada tahun 1876 Mirza Ghulam Ahmad memperoleh ilham pertama dari Allah SWT saat dia berusia 40 tahun. Ketika itu ayahnya sedang koma dan ilham itu mengatakan bahwa ayahnya akan wafat setelah magrib dan itu menjadi kenyataan terjadi. Perintah Allah berupa ilham itu sejak ilham pertama itu terjadi menyusul sejumlah ilham secara terus-menerus yang oleh Ghulam ditulisnya menjadi tazkirah, yang oleh sejumlah kalangan disebut sebagai kitab suci Ahmadiyah. Hampir semua pelosok daerah di Indonesia mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa bahkan sampai ke dusun aliran Ahmadiyah tumbuh bak jamur berkembang yang pengikutnya bertambah dari tahun ke tahun, sehingga secara komunitas memiliki basis massa yang kuat, dengan demikian perlu kehati-hatian pemerintah dalam membasmi aliran ini. Tak pelak lagi bahwa sejak tahun 1980-an sampai saat ini Jemaah Ahmadiyah telah banyak merekrut para pejabat Negara mulai Menteri, Gubernur sampai Bupati juga para tekhnokrasi, advokasi sampai pejabat teras daerah. Hal ini merupakan sasaran strategis organisasi mereka dalam rangka mendapatkan perlindungan dalam pengembangan ajaran ini di Indonesia. Dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan, penganut aliran ini memiliki ciri-ciri spesifik dalam pemahaman penafsiran ajaran islam. Misalnya akan tanpak ketika kita bertamu di rumah mereka, bekas tempat duduk kita saat pulang meninggalkan rumah mereka akan cuci atau di lap dengan air dengan alasan bahwa kita yang bukan sealiran adalah najis. Selain itu bila kita mengadakan silaturrahmi dengan bersalam- salaman, maka bagi lawan jenis tangan kita tidak boleh dijabat, dan mereka cukup memberi isyarat dengan meletakkan kedua tangan mereka didada, adapun alasannya bahwa karena kita bukan muhrimnya maka kita dianggap najis. Ketika diadakan shalat berjamaah, maka golongan jemaat aliran ini satukan shaf kelompok yang harus di imami oleh golongannya. Demikian pula sarana mesjid/mushallah/ langgar milik Ahmadiyah dalam konteks bermasyarakat berdiri sendiri-sendiri dalam lingkungan komunitasnya. Ada juga yang paling menarik pada komunitas aliran ini ketika terjadi kematian digolongan mereka, maka jenazah yang dikebumikan setelah dimasukkan keliang lahat, lantas ramai-ramai mereka menginjak tanah di atas lubang kuburan itu sambil meratakan tanah timbunan lubang kuburan tadi rata dengan tanah sekitarnya. Tidak jelas apa alasan mereka dalam konteks ini, namun secara umum penafsiran aliran ini bahwa pemberian batu nisan dan pembumbungan tanah atas kuburan tidak ada dalam alquran. Dan yang paling menarik bahwa apabila kita kebetulan sedang melakukan shalat di mesjid golongan ini, maka tidak sama sekali diizinkan kita untuk menjadi imam, tidak jelas apa dasar alasannya, namun secara umum bahwa kita dianggap masih najis. Golongan Ahmadiyah dalam konteks organisasi keagamaan di Indonesia memiliki bidang-bidang pengembangan, antara lain bidang pengembangan organisasi dan ketahanan anggota melalui pelatihan tenaga dalam. Pelatihan tenaga dalam dalam Ajaran Ahmadiyah amat mutlak dalam upaya mengembangkan aliran ini disamping untuk mempersiapkan anggotanya dalam pertahanan diri dari serangan lawan. Sehingga organisasi Ahmadiyah saat ini tidak boleh dipandang enteng apalagi sudah memiliki basis massa yang kuat dan sistem perwakilan organisasinya sudah sampai ke daerah-daerah pinggiran diberbagai pelosok Indonesia. Yang menjadi pertanyaan penting bagi kita sebagai penganut aliran Ahlul Sunnah Waljamaah adalah metode apa saja yang digunakan dalam penyebaran ajaran Ahmadiyah di Indonesia sehingga dengan hanya kurun waktu tidak begitu lama mampu mempengaruhi masyarakat untuk ikut ajaran ini secara gampang? Ada beberapa pengalaman nyata dalam menyoal bagaimana cara mereka dalam mempengaruhi seseorang untuk ikut ajaran Ahmadiyah. Biasanya penyebaran ajaran ini dilakukan oleh para tokoh/guru atau senior dalam aliran ini. Umumnya penyebaran ajaran ini dilakukan setelah mereka adakan ritual khusus atau puasa khusus, termasuk setelah pelaksanaan puasa bulan ramadhan. Adapun alasannya bahwa dengan melakukan tahapan puasa ini kekuatan mereka secara spiritual atau kebatinan cukup kuat dan dapat diandalkan untuk mempengaruhi seseorang dengan cara mentransfer tenaga dalam kedalam diri seseorang agar mau ikut aliran ini. Pada umumnya mereka dalam menyebarkan aliran ini kepada seseorang menggunakan median spritual (tenaga dalam) dengan memerintahkan jin islam masuk ke ruang hati seseorang calon anggota yang diinginkan baik secara langsung (jarak dekat) atau tidak langsung (jarak jauh), sehingga dalam hati seseorang yang menjadi sasaran tadi akan merasakan getaran didalam hati diluar keadaan sadar luar biasa seolah-olah merasa nikmat dan damai bila mengikuti ajaran ini. Ada daya magnit yang dirasakan begitu hebat bagi seseorang yang sudah ditransfer tenaga dalam tadi dengan selalu merasa ingin lebih mendalam mengikuti aliran ini dan merasa tidak ada lagi ajaran yang lebih baik kecuali aliran Ahmadiyah karena mereka dibawah kendali gerakan hati dengan merasa damai dalam diri. Pada konteks ini seseorang calon anggota hanya kurun waktu singkat saja sudah dapat ikut bergabung dengan aliran ini. Sehingga jangan heran jika kita berkunjung ke pelosok desa manapun di daerah ini ajaran Ahmadiyah ada dimana-mana padahal mereka tidak terlalu tanpak dalam publikasi dakwah dan politisasi sosial agama namun pengikutnya begitu banyak dan menjamur dimana-mana. Dalam pandangan kasaf bathin atau kasaf mata seseorang dapat melihat berbagai fenomena cahaya (nur) yang berterbangan didominasi cahaya merah dari sumber yang berasal dari tokoh/guru tadi kepada mereka calon yang diminati untuk ditarik menjadi anggota aliran ini. Disinilah letak kelebihan aliran Ahmadiyah dalam menarik calon anggota untuk direkrut menjadi anggota mereka. Akhirnya, kita memang beda, namun sesama muslim adalah bersaudara. Janganlah memperolok-olokan saudaramu, boleh jadi saudaramu yang diperolok-olok itu lebih baik dari pada kamu. Pada kondisi demikian ini mampukah pemerintah meluruskan pemahaman islami aliran Ahmadiyah di Indonesia sehingga kita adalah bersaudara!?. Wallahu Alam ****
Masih teringat ketika penulis masih duduk pada sekolah menengah pertama tahun 1970-an di Makassar, orang tua penulis sempat memperlihatkan sebuah buku kecil yang berisi maklumat Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dikeluarkan tahun 1959 memuat pelarangan penyebaran aliran Ahmadiyah di Indonesia. Tapi sayang maklumat ini sampai tahun 1979 tidak pernah terealisasi dengan baik untuk menjadi dasar tindakan aparat penegak hukum, malah terkesan antah barantah hingga kembali muncul pelarangan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 dengan fatwa menilai aliran Qadian sebagai aliran sesat tetapi juga tidak disertai kemauan pemerintah untuk bertindak. Kemudian tahun 2005 kembali Majelis Ulama Indonesia mengeluarkaan fatwa yang menilai aliran Lahore juga dinyatakan sesat. Pada tahun 2005 itu juga Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat merekomendasikan agar pemerintah melarang Ahmadiyah dari seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. Namun pemerintah ternyata masih mati rasa sehingga tidak mampu mengambil sikap tegas, maka akhirnya muncullah keputusan bersama April 2008 itu. Bila kita amati, ternyata pihak pemerintah mulai terbitnya maklumat Mahkamah Agung tahun 1959 hingga terbitnya keputusan bersama tahun 2008 ini terkesan sangat hati-hati yang mana sampai saat ini belum juga ditindaklanjuti melalui Keputusan Presiden, sehingga praktis aparat penegak hukum tidak bisa secara tegas berindak membubarkan aliran ini karena belum memiliki legitimasi yang kuat. Menurut Zulkarnain (Kolom Tempo, 11 Mei 2008) Ahmadiyah sebagai ajaran yang dikembangkan oleh Mirza Ghulam Ahmad pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1924 dibawah oleh dua orang muballiq Ahmadiyah yakni Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad di Yogyakarta dan dari sini aliran ini mulai berkembang hingga ke daerah Jawa Timur seperti Kediri, Jombang hingga menyebar ke pulau Kalimantan, Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia. Pada tahun 1925 muballiq Ahmadiyah lainnya mendarat di Tapaktuan Aceh dan bakal cikal penyebaran Ahmadiyah di Sumatera. Selama kurun waktu hampir 50 tahun kemudian terjadilah perkembangan pesat aliran ini di Indonesia. Aliran ini dalam perjalanannya terpecah menjadi dua yaitu Ahmadiyah aliran Qadian yang tetap mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad sedangkan Ahmadiyah dengan aliran Lahore menolak kenabian Mirza. Di Indonesia kedua aliran Ahmadiyah ini tumbuh berkembang dengan pesat dan yang membedakan adalah ekstrimitas fahamnya, ada yang sangat fanatik dan setengah fanatik. Ahmadiyah aliran Lahore ini saat ini di Indonesia organisasinya menyandang atribut Lembaga Dakwah Islamiah Indonesia (LDII), sedangkan aliran Qadian atributnya sebagai Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Aliran Ahmadiyah yang berpusat di Pakistan telah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad pendiri Ahmadiyah sebagai Imam Mahdi. Pengikut Ahmadiyah meyakini bahwa pada tahun 1876 Mirza Ghulam Ahmad memperoleh ilham pertama dari Allah SWT saat dia berusia 40 tahun. Ketika itu ayahnya sedang koma dan ilham itu mengatakan bahwa ayahnya akan wafat setelah magrib dan itu menjadi kenyataan terjadi. Perintah Allah berupa ilham itu sejak ilham pertama itu terjadi menyusul sejumlah ilham secara terus-menerus yang oleh Ghulam ditulisnya menjadi tazkirah, yang oleh sejumlah kalangan disebut sebagai kitab suci Ahmadiyah. Hampir semua pelosok daerah di Indonesia mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa bahkan sampai ke dusun aliran Ahmadiyah tumbuh bak jamur berkembang yang pengikutnya bertambah dari tahun ke tahun, sehingga secara komunitas memiliki basis massa yang kuat, dengan demikian perlu kehati-hatian pemerintah dalam membasmi aliran ini. Tak pelak lagi bahwa sejak tahun 1980-an sampai saat ini Jemaah Ahmadiyah telah banyak merekrut para pejabat Negara mulai Menteri, Gubernur sampai Bupati juga para tekhnokrasi, advokasi sampai pejabat teras daerah. Hal ini merupakan sasaran strategis organisasi mereka dalam rangka mendapatkan perlindungan dalam pengembangan ajaran ini di Indonesia. Dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan, penganut aliran ini memiliki ciri-ciri spesifik dalam pemahaman penafsiran ajaran islam. Misalnya akan tanpak ketika kita bertamu di rumah mereka, bekas tempat duduk kita saat pulang meninggalkan rumah mereka akan cuci atau di lap dengan air dengan alasan bahwa kita yang bukan sealiran adalah najis. Selain itu bila kita mengadakan silaturrahmi dengan bersalam- salaman, maka bagi lawan jenis tangan kita tidak boleh dijabat, dan mereka cukup memberi isyarat dengan meletakkan kedua tangan mereka didada, adapun alasannya bahwa karena kita bukan muhrimnya maka kita dianggap najis. Ketika diadakan shalat berjamaah, maka golongan jemaat aliran ini satukan shaf kelompok yang harus di imami oleh golongannya. Demikian pula sarana mesjid/mushallah/ langgar milik Ahmadiyah dalam konteks bermasyarakat berdiri sendiri-sendiri dalam lingkungan komunitasnya. Ada juga yang paling menarik pada komunitas aliran ini ketika terjadi kematian digolongan mereka, maka jenazah yang dikebumikan setelah dimasukkan keliang lahat, lantas ramai-ramai mereka menginjak tanah di atas lubang kuburan itu sambil meratakan tanah timbunan lubang kuburan tadi rata dengan tanah sekitarnya. Tidak jelas apa alasan mereka dalam konteks ini, namun secara umum penafsiran aliran ini bahwa pemberian batu nisan dan pembumbungan tanah atas kuburan tidak ada dalam alquran. Dan yang paling menarik bahwa apabila kita kebetulan sedang melakukan shalat di mesjid golongan ini, maka tidak sama sekali diizinkan kita untuk menjadi imam, tidak jelas apa dasar alasannya, namun secara umum bahwa kita dianggap masih najis. Golongan Ahmadiyah dalam konteks organisasi keagamaan di Indonesia memiliki bidang-bidang pengembangan, antara lain bidang pengembangan organisasi dan ketahanan anggota melalui pelatihan tenaga dalam. Pelatihan tenaga dalam dalam Ajaran Ahmadiyah amat mutlak dalam upaya mengembangkan aliran ini disamping untuk mempersiapkan anggotanya dalam pertahanan diri dari serangan lawan. Sehingga organisasi Ahmadiyah saat ini tidak boleh dipandang enteng apalagi sudah memiliki basis massa yang kuat dan sistem perwakilan organisasinya sudah sampai ke daerah-daerah pinggiran diberbagai pelosok Indonesia. Yang menjadi pertanyaan penting bagi kita sebagai penganut aliran Ahlul Sunnah Waljamaah adalah metode apa saja yang digunakan dalam penyebaran ajaran Ahmadiyah di Indonesia sehingga dengan hanya kurun waktu tidak begitu lama mampu mempengaruhi masyarakat untuk ikut ajaran ini secara gampang? Ada beberapa pengalaman nyata dalam menyoal bagaimana cara mereka dalam mempengaruhi seseorang untuk ikut ajaran Ahmadiyah. Biasanya penyebaran ajaran ini dilakukan oleh para tokoh/guru atau senior dalam aliran ini. Umumnya penyebaran ajaran ini dilakukan setelah mereka adakan ritual khusus atau puasa khusus, termasuk setelah pelaksanaan puasa bulan ramadhan. Adapun alasannya bahwa dengan melakukan tahapan puasa ini kekuatan mereka secara spiritual atau kebatinan cukup kuat dan dapat diandalkan untuk mempengaruhi seseorang dengan cara mentransfer tenaga dalam kedalam diri seseorang agar mau ikut aliran ini. Pada umumnya mereka dalam menyebarkan aliran ini kepada seseorang menggunakan median spritual (tenaga dalam) dengan memerintahkan jin islam masuk ke ruang hati seseorang calon anggota yang diinginkan baik secara langsung (jarak dekat) atau tidak langsung (jarak jauh), sehingga dalam hati seseorang yang menjadi sasaran tadi akan merasakan getaran didalam hati diluar keadaan sadar luar biasa seolah-olah merasa nikmat dan damai bila mengikuti ajaran ini. Ada daya magnit yang dirasakan begitu hebat bagi seseorang yang sudah ditransfer tenaga dalam tadi dengan selalu merasa ingin lebih mendalam mengikuti aliran ini dan merasa tidak ada lagi ajaran yang lebih baik kecuali aliran Ahmadiyah karena mereka dibawah kendali gerakan hati dengan merasa damai dalam diri. Pada konteks ini seseorang calon anggota hanya kurun waktu singkat saja sudah dapat ikut bergabung dengan aliran ini. Sehingga jangan heran jika kita berkunjung ke pelosok desa manapun di daerah ini ajaran Ahmadiyah ada dimana-mana padahal mereka tidak terlalu tanpak dalam publikasi dakwah dan politisasi sosial agama namun pengikutnya begitu banyak dan menjamur dimana-mana. Dalam pandangan kasaf bathin atau kasaf mata seseorang dapat melihat berbagai fenomena cahaya (nur) yang berterbangan didominasi cahaya merah dari sumber yang berasal dari tokoh/guru tadi kepada mereka calon yang diminati untuk ditarik menjadi anggota aliran ini. Disinilah letak kelebihan aliran Ahmadiyah dalam menarik calon anggota untuk direkrut menjadi anggota mereka. Akhirnya, kita memang beda, namun sesama muslim adalah bersaudara. Janganlah memperolok-olokan saudaramu, boleh jadi saudaramu yang diperolok-olok itu lebih baik dari pada kamu. Pada kondisi demikian ini mampukah pemerintah meluruskan pemahaman islami aliran Ahmadiyah di Indonesia sehingga kita adalah bersaudara!?. Wallahu Alam ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar