Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Jumat, 05 Maret 2010

INTELEKTUALITAS MANUSIA INDONESIA TAK CUKUP JIKA TIDAK DISERTAI PENGETAHUAN BUDI (Oleh Ali Habiu)

Pendahuluan 
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa dunia ini semakin lama semakin tua dan sifat manusiapun yang mendiaminya makin lama semakin materialistis. Kenyataan ini tumbuh sejalan dengan makin meningkatnya pengetahuan dan tercapainya teknologi yang tinggi. Konflik Negara super power Amerika Serikat dengan Negara-negara lain yang memiliki dugaan persenjataan nuklir merupakan biang keladi timbulnya kekacauan dan keresahaan yang dirasakan oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Kenapa tidak!, kemajuan teknologi yang mereka capai semata-mata bukan ditujukan untuk kemaslahatan ummat manusia melainkan ditujukan untuk perpecahan, penindasan, penjajahan yang pada akhirnya peperangan. Mungkin itu salah satunya disebabkan oleh dampak kemajuan teknologi masa kini yang bertumbuh dengan melejit karena proses akan manusia semata yang main cerdas, intelek dan modern sehingga melupakan budinya dan makin menipisnya kepercayaan kepada Tuhan YME. Dapat diduga bahwa orientasi modernisasi dan intelektualisasi masa kini timbul dan muncul ditengah-tengah kita sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh psikologis dari perang dunia pertama dan kedua masa lalu yang penuh dengan misteri yang mengerikan itu sehingga mengajak manusia untuk berfikir seribu kali lebih banyak dengan terus menerus merangsang akalnya untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik itu berupa pengetahuan maupun teknologi demi untuk mempertahankan kehidupannya dala sebuah Negara. Apa yang terjadi masa kini, semua universitas di eropah dan amerika berkeluh kesah, mahasiswa yang telah tammat tidak sesuai dengan yang diharapkan, mereka mempunyai pengetahuan dan ahli dengan “methamatis physische jiustheid” akan tetapi jauh dari manusia lengkap. Berarti didikannya hanya mengutamakan berkembangnya akal semata yang menghasilkan orang-orang yang cerdik pandai namun Budhdinya kosong melopong. 
Bagaimana di Negara kita 
Sebagaimana kita ketahui bahwa selama berlangsung penjajahan Belanda yang kurang lebih tiga setengah abad lamanya di Negara kita, maka pada masa itu seluruh rakyat Indonesia terbelunggu oleh sistem Imperialistis, Kapitalistis, Kolonialistis, dan Feodalistis yang sangat mepengaruhi nilai-nilai budaya Bangsa Indonesia.  Mengakibatkan nilai-nilai Budaya Bangsa Indonesia dari peninggalan Nenek moyang kita dahulu yang amat tersohor dengan kebatinananya dan budinya itu hilang dan musnah tertelan gelombang bersama dengan  berakhirnya masa penjajahan tersebut. Setelah Indonesia Merdeka pada tahun 1945, kita semua telah bebas dari belenggu itu. Namun pengaruh buruk dari akibat penjajahan itu, hingga masa kini masi dirasakan, baik berupa pengaruh phisiologis, sosiologis, pengetahuan, teknologi dan kebudayaan yang secara tidak langsung telah bersatu dan menyelusup secara turun temurun di dalam daerah Rakyat. Dipihak lain, pengaruh-pengaruh kemajuan Pengetahuan dan Teknologi Bangsa Barat terimfiltrasi pula ke Negara kita lewat ; Literatur-literatur, Turisme, Pertukaran Mahasiswa, Pelajar dan Penuda, Penanaman Modal Asing (joint vunture) dan lain-lain termasuk dengan sistem pendidikan yang ada. Tapi memang demikianlah konsekuensi Negara yang ingin maju sejalan dengan pertumbuhan zaman yang kini kian moderen, dimana kita harus dapat mencontoi Negara-Negara yang telah berkembang teknologinya agar kita tidak ketinggalan terlalu jauh kebelakang. Sejalan dengan adanya pengaruh-prngaruh yang ditimbulkan oleh penjajahan dan infiltrasi teknologi kita tidak boleh diam berpangku tangan begitu saja, akan tetapi sudah saatnya dipikirkan bagaimana mendangulangi nilai-nilai buruk yang diakibatkannya, dan bagaimana cara mengatasinya. Mencerdaskan kehidupan Bangsa, dapat diperoleh hanya melalui jalur pendidikan formal. Oleh karena itu Pemerintah dengan segala upaya membenahi sistem pendidikan di Negara kita dengan memberikan prasarana dan sarana yang memadai. Pada perguruan Tinggi, Universitas dicoba diterapkan sistem pendidikan baru, dengan mengubah program lama ke program proram jangka pendek seperti misalnya, program S-2, S-1, D-1, D-3, D-4 dan lain-lain.  Tujuannya adalah untuk mengejar dan memacu ketinggalan kita dibidang teknologi disamping berusaha lebih muda menelorkan sarjana-sarjana baru yang rata-rata berusia muda. Ada konsekuensi lain yang dapat ditimbulkan oleh kepekaan kiia terhadap program-program tadi dalam konteks peneloran sarjana yang rata-rata muda usia, karena di samping ada keterbatasan waktu yang relatif singkat dalam menekuni mata kuliah dan pengetahuan lainnya, juga kematangan jiwa terbilang muda dan  pengetahuan yang diperoleh hanya melulu diproses diakal saja.   Menurut Dr.R. Pariyana.S  mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan kecerdasan didalam satu jurusan, hingga para mahasiswanya berkurang pengetahuannya tentang “Totalitas” dan berkekurangan pengetahuannya yang “Universal” yang membuat para akademisi menjadi “homo economicus” yang selalu ingat akan buat ciptaannya untuk dijadikan “barang dagangan”. Bila demikian halnya yang terjadi masa kini pada generasi muda, akan dipertanyakan akan mampukah meneruskan cita-cita Bangsa dan Negara, melanjutkan pembangunan….??. Pertanyaan ini akan selalu timbul dibenak kita, betapa tidak bila predikat kesarjanaan semata-mata bersifat materialistis, berarti tidak salah lagi kalau ada pepatah; bapak kencing berdiri, anak kencing berlari. Kalau bapak kita korupsi, anak-anaknya kelak menjadi manipulator, yakhh... sudah menjadi sabda alam, hukum sebab akibat selalu akan berjalan mulus. 
Bagaimana Jalan keluar
Didikan yang kita peroleh yang melalui akal yang menghasilkan intelektualitas harus ada keseimbangan dengan didikan budi. Di Perguruan Tinggi, Universitas-Universitas sudah saatnya diterapkan pendidikan budi. Pendidikan budi tidak lain adalah pendidikan tentang kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Dengan menambah kurikulum yang ada dan menjadikan salah satu mata pelajaran pokok disamping pendidikan agama. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan agama tetapi merupakan pendidikan budi guna mendapatkan moralitas dan kepribadian luhur. Mengapa di Perugurun Tinggi atau Universitas-Universitas saja diprogramkan Pendidikan terhadap Tuhan yang Maha Esa adalah mahasiswa dipandang telah memiliki integritas kepribadian yang utuh. Menurut Dr.R. Paryana.S, mengatakan bahwa masa kabatinan manusia mulai usia 20 tahun, pada umur ini pemuda-pemudi di Perguruan Tinggi sudah mengkeluhkesahkan kebutuhan hidup, filsafat, politik, moral, ekonomi, kemasyarakatan dan lainnya. Dengan demikian mereka ingin mengetahui tentang rahasia hidup---pada taraf ini pemuda-pemudi perlu pendidikan budi (batin) dan kemasyarakatan. 
Apa itu budi
Untuk lebih mengetahui gambaran tentang budi, akan kita melihat pendapat para ahli filsapat sebagai berikut : - Menurut Inayat Khan; siapa yang cerdas didalam hal-hal keduniawian tidak mengerti di dalam hal-hal kebatinan (budi), akan tetapi mereka cerdas di dalam hal-hal keduniawian - Menurut Dr.Alexis Carel; kecerdasan budi tidak kurang pentingnya dengan kecerdasan akal bahkan paling penting di dalam kehidupan manusia. - Menurut Khan; perbedaan antara akal dan budi adalah bahwa akal mempunyai obyek-obyek yang materil dan terbatas, sedangkan budi mempunyai obyek-obyek immaterial dan tak berbatas.
Budi menurut Dr.R.Paryana.S mempunyai dua bagian yaitu : satu bagian memaling kearah akal dan menyinari akal, dan satu bagian memaling kearah angkasa dan menerima sendiri sinar-sinar (nur cahaya) yang datang dari angkasa, kejadian ini disebut “Atman”. Budi yang memaling kearah akal akan menynari akal, dikenal dengan akal lahir dan akal batin.
Akal lahir terdiri dari : akal ajiji gunanya untuk tempat membeda-bedakan satu dengan lainnya, akal hisabi yaitu akal yang digunakan untuk usaha-usaha besar maupun kecil, akal atoi yaitu akal tempatnya hidayah. Akal batin terdiri dari : akal juhud yaitu akal yang tidak tertarik oleh dunia kebendaan, tahta atau kedudukan; dan akal saropi yaitu akal sempurna. Sedangkan yang dimaksud dengan angkasa adalah alam lain atau dunia lain dari tempat manusia berpijak. Atman menerima tiga kejadian, sering dikenal dengan istilah demensi tiga yang terdapat didalam alam malakut dan alam lahut. Dari alam malakut akan menyinari sabda tuhan atau dapat juga dikatakan tempat panutan nur-nur. Sedangkan alam lahut juga tempat panutan nur-nur. Tiga kejadian yang diterima oleh atman, atau dimensi tiga antara lain : 
  1. Dimensi pertama yaitu Kejadian yang terdapat didalam alam malakut berupa penerimaan sinar-sinar, seperti cita alam, roh kudus (guru sejati) 
  2. Dimensi dua yakni terjadinya masih juga dalam alam malakut berupa penerimaan sinar-sinar dari arwah nenek moyang, para wali allah, nabi-nabi dan malaikat-malaikat yang memberikan peringatan-peringatan, petunjuk-petunjuk tentang kelalaian kita dalam menunaikan kewajiban terhadap diri sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara. 
  3. Dimensi tiga adalah kejadian dari alam lahut, menerima sinar-sinar keuatan untuk mengingat dan menyembah kepada Allah SWT, Tuhan YME menciptakan seorang diri manusia menjadi manusia cahaya. 
Berdasarkan gambaran di atas amat jelas bahwa budi itu adalah akal seseorang yang telah ma’rifatullah atau ma’rifatul hak atau dapat disebut manusia yang telah memiliki akal sempurna. Budi amat penting dimiliki oleh semua anak bangsa, semua anak negeri dimanapun karena dengan demikian seseorang akan memiliki daya tangkal luar biasa dalam menjalani prikehidupan di tengah-tengah masyarakat yang serba moderen ini. ****

Tidak ada komentar: