OLEH : LA ODE SARUHU
Lembaga Forum
Komunikasi Keluarga Besar Liya Indonesia (FORKOM KABALI) pusat Kendari Sulawesi Tenggara
akan mendukung keberadaan organisasi Barisan pemersatu Masyarakat Kepulauan
Wangi-Wangi (BPMKW) asalkan dalam pengelolaan organisasinya dapat berjalan
secara independen dan bisa membangun seluruh lapisan masyarakat
wangi-Wangi secara adil dan merata. Dalam acara Maulid Nabi Besar Muhammad SAW
di rangkai dengan diskusi Panel yang diadakan oleh BPMKW belum lama ini pada
hari Minggu tanggal 7 Maret 2010 bertempat di Hotel Attaya lantai III Kendari
cukup berjalan sukses namun patut disayangkan dalam acara babak diskusi panel
dengan melibatkan tiga orang pakar setingkat Doktor dari masing -masing latar
belakang disiplin ilmu yang mewakili ethnis Liya, Wanci dan Mandati tidak menghasilkan
kesimpulan yang siginifikan yang dapat memuat kriteria Balon Bupati Wakatobi
2010-2016. Hal ini sudah tanpak dalam fenomena jalannya rangkaian acara diskusi
panel yang mana sebelumnya dimoderasi oleh beberapa tokoh asal ethis wanci yang
menginginkan agar empat pilar ethnis seperti Liya, Mandati, Kapota dan Wanci
mulai saat ini untuk dieleminasi mengingat bahwa menurut pandangan mereka bahwa
empat pilar ini merupakan awal caruk maruknya eksistensi ethnis di pulau
Wangi-Wangi ini. namun demikian menurut KabaLi dengan mengambil referensi
sejarah mengatakan bahwa keberadaan Liya, Kapota, Mandati dan Wanci pada
zamannya merupakan suatu modal kekuatan sosial dalam rangka mempererat sistem
adat dan tradisi persatuan senasib sepenanggungan antara golongan di Kepulauan
Wangi-Wangi sehingga keberadaan empat pilar ini pada hakekatnya bukan
perlemahan namun sebaliknya adalah kekuatan dalam persatuan dan kesatuan
masyarakat Wangi-Wangi. Untuk menjadi perhatian bahwa keberadaan empat pilar
ini mulai diciptakan oleh Raja Liya yang bernama La Odhe Yani yang tak lain
merupakan anak langsung dari Sulthan Ke IV Buton yakni LA ODE DANI (KABUMBU
MALANGA ATAU SULTAN BUTON KE-IV) yang memerintah Liya dan menjadi Raja Liya Pertama sejak pertengahan abad ke XVI yang bergelar La Ode (Setelah Raja Liya Talo-Talo). Raja Liya pertama yang memegang
gelar La Ode memegang amanah sulthan Buton ke IV dengan diberi pemerintahannya
atas 3 (tiga) kekuasaan yakni Raja Liya sebagai Lakina Liya atau Moori Liya, Raja Liya
sebagai Sarana Wolio dan Raja Liya sebagai Bobeto Mancuana. Dalam penjelasannya bahwa Raja
Liya sebagai Lakina Liya mengandung maksud kekuasaan pemerintahannya
sebagai penguasa (Raja) mutlak di kalangan ethnis liya yang mana seluruh
masyarakat Liya harus patuh pada titah dan perintahnya; Raja Liya sebagai Sarana
Wolio mengandung maksud bahwa kekuasaan pemerintahannya sebagai wakil
langsung dari pemerintahan Kesultanan Buton atas kekuasaannya pada empat
wilayah pulau yaitu Binongko,Tomia, Kaledupa dan Wangi-Wangi sehingga segala
titah dan perintahnya secara pemerintahan harus dipatuhi oleh ke empat pulau
tersebut karena dia adalah mewakili perintah dan titah dari Kesultanan Buton;
dan Raja Liya sebagai Bobeto Mancuana mengandung maksud bahwa setiap
titah dan perintah Raja Liya yang agung terurtama dalam menyelesaikan konplik
atau persoalan antara empat pulau yakni Binongko, Tomia, Kaledupa dan Wangi-Wangi
maka penguasa setempat (Lakina Kaledupa, Sara Tomia, Sara Binongko) atas
pulau-pulau tersebut harus dapat menerima tanpa perlawanan yang berarti bahwa
titah atau perintah itu mengandung unsur persatuan dan kesatuan untuk kebaikan
masyarakat dan pemerintahan pulau-pulau tersebut. Namun dalam menjalankan
amanah dari Kesultanan Buton sering juga mendapat perlawanan utamanya dari
Kaledupa karena ketika itu juga pemerintahan Kesultanan Buton memberikan
kekuasaan Kaledupa sebagai Barata atau perwakilan.
Oleh karena itu dalam
acara-acara rapat Sara dari ke empat pulau tersebut ketika Raja Liya akan
mengambil keputusan sebagai wakil pemerintahan Kesultanan Buton supaya tidak
lagi diganggu gugat apa yang akan diputuskan dan memenangkan keputusan tersebut
maka diangkatlah Sara Wanci, Sara Mandati dan Sara Kapota untuk
memperkuat kedudukan Raja Liya pada waktu itu. Sejarah demikian ini yang banyak
kalangan tokoh masyarakat Wangi-Wangi belum mengetahuinya secara baik bahkan
ada juga yang dengan sengaja memplesetkan nilai-nilai sejarah tersebut sehingga
saat ini terjadi pengkaburan sejarah. Siapapun harus akui bahwa hanya di Liya
memiliki Honari Mosega. Apa itu Honari Mosega tak lain adalah bahwa honari
tersebut merupakan simbol-simbol kekuatan raja Liya yang tak dimiliki oleh
pulau lain di Kabupaten Wakatobi. Ini merupakan fakta sejarah bahwa tari Honari
Mosega ini begitu secara frontal menggambarkan otorisasi Raja Liya sebagai
penguasa yang mesti dituruti perintahnya pada waktu itu karena dia memegang amanah
penuh dari kesultanan buton.
Contoh lain sebagai fakta sejarah dapat
dikemukakan bahwa di pemerintahan Raja Liya terdapat 13 gendang (tamburu)
sebagaimana jumlah yang sama terdapat di pemerintahan kesultanan Buton. Ini
menandakan bahwa kekuasaan Raja Liya pada zamannya sama juga sebagaimana
kekuasaaan Sultan Buton atau setidaknya paralel (tidak dibawah perintah secara langsung) yang dibuktikan dalam setiap upacara adat dan
penyambutan para pembesar kesultanan dilakukan sama seperti yang dilaksanakan
di kesultanan Buton. Belum lagi bila kita menyinggung kebesaran benteng keraton
Liya bahwa susunan benteng keraton liya terdiri dari 13 pintu (13 buah lawa)
yang juga sama persis dengan jumlah pintu yang terdapat di benteng keraton
wolio ditambah 2 (dua) buah Lawa Lingu atau Lawa Rahasia.Pemerintahan Kesultanan Buton sangat menyadari bahwa Keraton Liya pada zamannya jauh lebih dahulu berkuasa sebelum adanya kekuasaan Raja Pertama Buton Wa Kaa Kaa dan Raden Sibahtera, sebagaimana yang diterangkan dalam naskah kuno sejarah buton bahwa Si Panjonga pernah memerintah di Liya awal Abad ke XII masehi. Postulat, jika Si Panjonga pernah memerintah di Liya ketika itu maka memungkinkan bahwa Si Malui dan Bau besi atau Raden Jutubun juga pernah memerintah di Liya. Hal ini secara empiris dapat dibuktikan bahwa arsitektur Benteng Liya yang dibuat oleh Si Malui, raden Jutubun da Si Panjongan sama persis dengan arsitektur benteng yang mereka buat di tanah Buton.
Pertanyaannya
kemudian bahwa adakah Honari Mosega terdapat di pulau Binongko, Tomia dan
Kaledupa!?. Adakah benteng keraton yang terdapat di pulau Binongko, Tomia dan
Kaledupa sama jumlah pintunya seperti yang terdapat di keraton Liya..!?. Adakah
terdapat 13 gendang (tamburu) diperintahan Raja Binongko, Tomia dan Kaledupa!?
Adakah Raja Binongko, Tomia dan Kaledupa memegang tiga kekuasaan pemerintahan
seperti yang terdapat di Liya yakni sebagai Lakina, seagai Sarana Wolio dan
sebagai Bobeto Mancuana!?. Secara tegas KabaLi mengatakan tidak terdapat!!.
Sebagai contoh saja pemerinatah di Kaledupa diberi kekuasaan oleh Sultan Buton
hanya paling tinggi sebagai Barata disamping sebagai Lakina Kaledupa, dengan
sultan Buton menghargakan Kaledupa hanya sejumlah 2 buah tamburu atau gendang. Sedangkan di Binongko dan Tomia tidk terdapat gendang berarti disana kekuasaan paling tinggi sebagai Kepala sara dan Perangkatnya..
Ini
baru kita gambarkan perbandingan kekuasaan antara 4 buah pulau yakni Binongko,
Tomia, Kaledupa dan Wangi-Wangi, belum kita bicara kedudukan sara Wanci,
sara Mandati dan sara Kapota. Keberadaan sara Wanci, sara Mandati dan sara Kapota merupakan bagian
kekuasaan dari pemerintahan Raja Liya guna melengkapi perlementaria dalam
pengambilan keputusan apabila terjadi konplik antara sara Binongko, Tomia dan
barata Kaledupa, sehingga praktis keputusan Raja Liya adalah mutlak mengingat
kedudukannya sebagai Sarana Wolio dan Bobeto Mancuana. Oleh
karena itu dapat dipastikan bahwa di Wanci, Mandati dan Kapota tidak terdapat
Lakina dan disana hanya paling tinggi terdapat Kepala Sara dan Perangkatnya. Inilah fakta sejarah dan sebetulnya kalau kita mau jujur secara
kepemimpinan mestinya orang-orang Liya-lah yang menjadi pionir dan soko guru
dalam mengatur seluruh masyarakat di Wakatobi. KabaLi sangat faham bahwa sejak
keberadaan distrik tahun 1902 lalu yang ditempatkan di Wanci
adalah merupakan asal mula perepecahan dari pemahaman sejarah yang benar yang
sengaja diciptakan oleh golongan-golongan tertentu agar selalu terjadi
permusuhan dalam internal masyarakat Wangi-Wangi sehingga terjadi perlemahan
komunitas dan para kepala distrik bisa leluasa mengembangkan misinya disana.
Dan
untuk menjadi renungan semua pihak bahwa fakta-fakta sejarah secara otentif
berdasarkan artifak dan simbol-simbol arkiologis mengemukakan bahwa
diperkirakan mulai pertengahan Abad ke XI sudah ada Raja di Wilayah Liya atau
tepatnya di pulau Oroho. Raja ini pada zamannya merupakan raja-raja kecil
pimpinan para bajak laut dan para hulubalang untuk mengatur komunitas rakyatnya
yang bermukim di oroho pada masa ini. Adapun nama-nama tempat pemukiman bajak
laut di pulau Oroho adalah Riwu Motalo, Oa’Mabasa, Togo, Untu Laganda, Kao
Komba, Oa Lawa-Lawa, Watu Andala, Tonganu Togo, Kompo Nuone. Diperkirakan asal
muasal munculnya Honari Mosega dari dinasti yang berkuasa di pulau Oroho ini
yang pada umumnya bajak laut dimana Honari Mosega ini dijadikan sebagai pasukan
pengintai atau sekarang dikenal dengan “Intelijen”. Berdasarkan bentuk gerak
dank ode yang terpantul dalam cermin adalah merupakan isyarat apakah tamu yang
dating atau kapal yang bersandar di pulau ini bermaksud baik atau lawan. Para hulubalang dan Raja akan menerima
isyarat tersebut dan jika musuh maka akan langsung menyerang tanpa ampun
sebaliknya jika kawan maka akan disambut lebih baik. Dinasti raja-raja kecil
para Bajak Laut yang bermukim di pulau Oroho ini diperkirakan mulai berakhir
sejak Lakundaru atau Talo-Talo atau lakueru sudah memerintah Liya menjadi Raja
Liya pada pertengahan Abad XV dengan sudah kerja sama dengan Raja Buton. Tidak
jelas Talo-talo ini asal muasalnya namun sebagian masyarakat mengatakan bahwa
dia adalah orang asal pulau Oroho juga yang punya banyak kesaktian dan
memberontak melawan keluarganya sendiripara bajak laut yang waktu itu tak mau
merubah dan mengikut dia. Sehingga dengan keberadaan Talo-Talo memerintah di
Liya langsung mendirikan Benteng untuk pertahana dari para sanggila mulai benteng lapis ke
tiga antara Mandati dengan Liya, kemudian benteng lapis kedua antara benteng
lapis ketiga dan Laro Togo dan benteng lapis pertama didalam wilayah laro Togo.
Kemudian setelah masuk La Odhe Ali memerintah menjadi Raja Liya benteng Laro
Togo atau benteng lapis pertama disempurnakan kembali sebagaimana bentuk
benteng keraton wolio karena dia memegang amanahnya ayahnya Sultan Sangia
Manuru.
KabaLi
menghimbau agar dalam mencermati dan menilai hasil-hasil kerja pembangunan yang
ditelorkan oleh pemerintahan Hugua hendaknya dapat dilihat secara sportif dan
obyektif dengan senantiasa menghilangkan sakuasangka rasa tak senang. Terlepas
dari kedudukan dia sebagai Bupati sesungguhnya dia juga sebagai manusia biasa
yang tak luput dari segala kekurangan namun kerja kerasnya selama meminpin
Wakatobi sampai tahun keempat ini perlu masyarakat Wakatobi acungkan jempol
mengigat secara relatif dengan menjadikan trend Wakatobi sebagai destinasi
kunjungan wisata dunia dengan visi "Surga Nyata Dibawah Laut" menjadikan gugusan kepulauan yang
terdapat dibagian timur pulau Buton ini menjadi terkenal di dunia. Kita bisa
amati secara obyektif atas tolok ukur PDRB Wakatobi
dari tahun ke tahun mengalami kelonjakan secara signifikan. Meskipun demikian
dia cukup menyadari bahwa "surga nyata dibawah laut" itu tidak hanya terdapat di gugusan
pulau Tomia dan Kaledupa. Ada juga "surga nyata dibawah laut" di
gugusan pulau Wangi-Wangi seperti pulau Oroho, Simpora dan Karamah bahkan
Kapota namun tentu dia akan membuat prioritas mana yang didahulukan. Demikian
pula gugusan pulau Binongko juga terdapat potensi "surga nyata dibawah
lau" itu dan hingga saat ini belum tersentuh oleh polesan dari Hugua. Dia
juga menyadari bahwa keanekan ragam budaya, adat dan tradisi merupakan aset
ekonomi yang cukup tinggi yang dimiliki oleh keempat pulau itu namun juga
hingga saat ini juga dia belum tersentuh inpra strukturnya dengan baik. Oleh
karena itu memang secara ideal tak cukuplah dia bila hanya
menjanlankan segara program kerja yang belum terwujud itu bila Hugua hanya satu
priode saja. Wisata bahari dengan "surga nyata dibawah laut"
tak cukup sepenuhnya menjadi andalan utama Wakatobi jika tidak seiring dengan
pengenbangan Kebudayaannya. Oleh karena itu Hugua menyadari pengembangan kebudayaan
Wakatobi akan menjadi program prioritas masa jabatan keduanya jika rakyat masih
memilinya yakni dengan memoles dan mengangkat nilai-nilai Tradisi, Adat
Istiadat dan Seni Budaya bahkan sejarah Wakatobi beserta seluruh inpra
strukutur dan supra strukturnya sehingga kelak juga kebudayaan Wakatobi menjadi
destinasi wisata dunia. Kedua obyek vital inilah merupakan prioritas program
kerja Hugua 2011-2016 mendatang. Dalam masa keperintahan Bupati Hugua saat ini
masih juga terdapat banyak kekurangan akibat dari lemahnya sistem birokrasi
dalam mengamankan dan menindaklanjuti program kerjanya. Aparatur birokrasi saat
ini tak lain adalah merupakan subordinasi dari sistem bapak angkat hasil pemilu
2007 lalu yang memang Hugua tak dapat melolaknya karena banyaknya kepentingan
didalamnya. Dampak dari ini semua terjadilah debirokratisasi dan politisasi jabatan yang bermuara lemahnya
pertanggungjawaban administrasi pemerintahan didaerah ini. Oleh karena itu dia
cukup menyadari akan keadaan ini, maka bila rakyat Wakatobi masih
mempercayainya untuk kembali memimpin Wakatobi 2011-2016 maka juga yang menjadi
prioritas kerjanya adalah pembenahan sistem pemerintahannya dengan memperkuat
birokrasi dan menempatkan orang-orang yang cukup berpengalaman memimpin satuan
SKPD dan jabatan-jabatan strategis lainnya. Rekruitmen orang-orang ahli tersebut akan didatangkan dari luar
Wakatobi dengan melalui kerja sama pemerintah provinsi sultra dan daerah-daerah
lain. Masih wajar saja apa yang dilakukan oleh saudara Hugua saat
ini-----mengingat jika kita menduduki jabatan yang sama mungkin perbuatan kita
lebih para lagi dari itu semua. Dan bahkan hanya golongan-golongan keluarga
dekat saja yang kita tempatkan pada bagian-bagian yang basah. Oleh karena itu
KabaLi mengingatkan bahwa sebelum melakukan kritik kepada orang lain maka
koreksilah pribadi kita lebih dahulu apakah memang kita jauh lebih baik daripada
orang lain. Maka dari itu "cubitlah kulitmu..., jika sakit maka begitupun
rasa orang lain.."!!
Kalau
kita mau jujur melihat kenyataan lapangan selama ini bahwa adakah orang-orang
Wanci para tokoh wanci, nota bene pernah menjadi pejabat di daerah sulawesi
tenggara pernah menarik atau katakanlah pernah mengkader orang Mandati...,
orang Kapota..., orang Kolo..., orang Liya..., orang Pongoh...,orang melangkah
one!!??? jawabnya tidak ada !! dan belum pernah?! Dan kenyataan sosial ini
meskilah kita mau jujur mengakuinya sebab hal ini merupakan suatu
realitas sosial yang tak bisa kita tutup tutupi lagi sebab seluruh masyarakat
sudah mengetahuinya sebagai bukti lemahnya para toko kita dalam memimpin
masyarakat Wangi-Wangi selama ini yang secara bijaksana tidaklah mungkin
kita seluruh masyarakat Wangi-Wangi mau adakan pembiaran untuk mengulangi
kesalahan-kesalahan yang serupa dimasa lalu itu untuk para pemimpin masa akan
datang. Oleh karena itu bagi KabaLi hanya orang Liya yang mampu memegang amanah
untuk mempersatukan seluruh masyarakat WAKATOBI tanpa reserve dan untuk itu usungan Balon Wakil Bupati Wakatobi
2011-2016 untuk mendampingi Hugua Kabali akan ajukan pendamping dari orang asli
Liya yang punya pengalaman politik dan birokrasi yang cukup handal yang
mana orang-orang tersebut dapat diakses pada http://www.keratonkabalis.wordpress.com dengan catatan bahwa hal ini KabaLi
melakukannya jika dan/atau bila tidak ada lagi pigur panutan yang bisa kita
dapatkan saat ini yang benar-benar menjadi idola seluruh masyarakat
Wangi-Wangi bahkan WAKATOBI sebagai bakal calon Bupati yang akan diusung oleh
masyarakat Wangi-Wangi.
Saat ini yang terjadi dipemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara ethnis pulau Kaledupa mampu secara transfaran menduduki jabatan eselon 2 sebanyak 3 orang sementara sumber daya manusianya pada katagori doktoral (S-3) hanya terdapat 4 orang saja lebih banyak jumlah sumber daya manusia pulau wangi-wangi 13 orang doktor (S-3). Hal ini bisa terjadi karena hingga saat ini ethnis wangi-wangi masih pecah belah dan belum ada ketokohan yang menjadi panutan masyarakat. Lintas tokoh yang baru baru ini terbentuk diharapkan mampu menjawab tantangan ini kedepan.
Semoga segala niat baik ini senantiasa mendapat perhatian masyarakat secara positif dan senantiasa diberkahi oleh Tuhan YME dan Talo-Talo (Lakueru), Mo'ori ikareke, Labaluluwu, Peropa, Dete ke Katapi dengan harapan masyarakat Wangi-Wangi dapat bangkit lebih baik dari saat ini
Saat ini yang terjadi dipemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara ethnis pulau Kaledupa mampu secara transfaran menduduki jabatan eselon 2 sebanyak 3 orang sementara sumber daya manusianya pada katagori doktoral (S-3) hanya terdapat 4 orang saja lebih banyak jumlah sumber daya manusia pulau wangi-wangi 13 orang doktor (S-3). Hal ini bisa terjadi karena hingga saat ini ethnis wangi-wangi masih pecah belah dan belum ada ketokohan yang menjadi panutan masyarakat. Lintas tokoh yang baru baru ini terbentuk diharapkan mampu menjawab tantangan ini kedepan.
Semoga segala niat baik ini senantiasa mendapat perhatian masyarakat secara positif dan senantiasa diberkahi oleh Tuhan YME dan Talo-Talo (Lakueru), Mo'ori ikareke, Labaluluwu, Peropa, Dete ke Katapi dengan harapan masyarakat Wangi-Wangi dapat bangkit lebih baik dari saat ini
Amin-amin ****
Bahakonto La Ode....! Teyikitana Mbeado Aposaasanto..., Ongangkita temia hele "kambea aikitana anedo omotutu akabalinto..., hee... hee.... hee... ?. Maimo To Poangkatako. Toposaileama, Toponamisi kene Toposaasa ako Tobangune Atogonto u wangi-wangi........"