Opinion Peblika

Opinion Peblika
Suasana Foto Galian Tanah Tambang C Tanpa Melalui SRKL dan AMDAL di Wakatobi

Kamis, 08 November 2012

“KABALI” MENDUKUNG ORGANISASI BARISAN PEMERSATU MASYARAKAT KEPULAUAN WANGI-WANGI ASALKAN "INDEPENDEN"

OLEH : LA ODE SARUHU



Lembaga Forum Komunikasi Keluarga Besar Liya Indonesia (FORKOM KABALI) pusat Kendari Sulawesi Tenggara akan mendukung keberadaan organisasi Barisan pemersatu Masyarakat Kepulauan Wangi-Wangi (BPMKW) asalkan dalam pengelolaan organisasinya dapat berjalan secara independen dan bisa membangun seluruh lapisan masyarakat  wangi-Wangi secara adil dan merata. Dalam acara Maulid Nabi Besar Muhammad SAW di rangkai dengan diskusi Panel yang diadakan oleh BPMKW belum lama ini pada hari Minggu tanggal 7 Maret 2010 bertempat di Hotel Attaya lantai III Kendari cukup berjalan sukses namun patut disayangkan dalam acara babak diskusi panel dengan melibatkan tiga orang pakar setingkat Doktor dari masing -masing latar belakang disiplin ilmu yang mewakili ethnis Liya, Wanci dan Mandati tidak menghasilkan kesimpulan yang siginifikan yang dapat memuat kriteria Balon Bupati Wakatobi 2010-2016. Hal ini sudah tanpak dalam fenomena jalannya rangkaian acara diskusi panel yang mana sebelumnya dimoderasi oleh beberapa tokoh asal ethis wanci yang menginginkan agar empat pilar ethnis seperti Liya, Mandati, Kapota dan Wanci mulai saat ini untuk dieleminasi mengingat bahwa menurut pandangan mereka bahwa empat pilar ini merupakan awal caruk maruknya eksistensi ethnis di pulau Wangi-Wangi ini. namun demikian menurut KabaLi dengan mengambil referensi sejarah mengatakan bahwa keberadaan Liya, Kapota, Mandati dan Wanci pada zamannya merupakan suatu modal kekuatan sosial dalam rangka mempererat sistem adat dan tradisi persatuan senasib sepenanggungan antara golongan di Kepulauan Wangi-Wangi sehingga keberadaan empat pilar ini pada hakekatnya bukan perlemahan namun sebaliknya adalah kekuatan dalam persatuan dan kesatuan masyarakat Wangi-Wangi. Untuk menjadi perhatian bahwa keberadaan empat pilar ini mulai diciptakan oleh Raja Liya yang bernama La Odhe Yani yang tak lain merupakan anak langsung dari Sulthan Ke IV Buton yakni LA ODE DANI (KABUMBU MALANGA ATAU SULTAN BUTON KE-IV)  yang memerintah Liya dan menjadi Raja Liya Pertama sejak pertengahan  abad ke XVI yang bergelar La Ode (Setelah Raja Liya Talo-Talo). Raja Liya pertama yang memegang gelar La Ode memegang amanah sulthan Buton ke IV dengan diberi pemerintahannya atas 3 (tiga) kekuasaan yakni Raja Liya sebagai Lakina Liya atau Moori LiyaRaja Liya sebagai Sarana Wolio dan Raja Liya sebagai Bobeto Mancuana. Dalam penjelasannya bahwa Raja Liya sebagai Lakina Liya mengandung maksud kekuasaan pemerintahannya sebagai penguasa (Raja) mutlak di kalangan ethnis liya yang mana seluruh masyarakat Liya harus patuh pada titah dan perintahnya; Raja Liya sebagai Sarana Wolio mengandung maksud bahwa kekuasaan pemerintahannya sebagai wakil langsung dari pemerintahan Kesultanan Buton atas kekuasaannya pada empat wilayah pulau yaitu Binongko,Tomia, Kaledupa dan Wangi-Wangi sehingga segala titah dan perintahnya secara pemerintahan harus dipatuhi oleh ke empat pulau tersebut karena dia adalah mewakili perintah dan titah dari Kesultanan Buton; dan Raja Liya sebagai Bobeto Mancuana mengandung maksud bahwa setiap titah dan perintah Raja Liya yang agung terurtama dalam menyelesaikan konplik atau persoalan antara empat pulau yakni Binongko, Tomia, Kaledupa dan Wangi-Wangi maka penguasa setempat (Lakina Kaledupa, Sara Tomia, Sara Binongko) atas pulau-pulau tersebut harus dapat menerima tanpa perlawanan yang berarti bahwa titah atau perintah itu mengandung unsur persatuan dan kesatuan untuk kebaikan masyarakat dan pemerintahan pulau-pulau tersebut.  Namun dalam menjalankan amanah dari Kesultanan Buton sering juga mendapat perlawanan utamanya dari Kaledupa karena ketika itu juga pemerintahan Kesultanan Buton memberikan  kekuasaan Kaledupa sebagai Barata atau perwakilan. 


Oleh karena itu dalam acara-acara  rapat Sara dari ke empat pulau tersebut ketika Raja Liya akan mengambil keputusan sebagai wakil pemerintahan Kesultanan Buton supaya tidak lagi diganggu gugat apa yang akan diputuskan dan memenangkan keputusan tersebut maka diangkatlah Sara Wanci, Sara Mandati dan Sara Kapota untuk  memperkuat kedudukan Raja Liya pada waktu itu. Sejarah demikian ini yang banyak kalangan tokoh masyarakat Wangi-Wangi belum mengetahuinya secara baik bahkan ada juga yang dengan sengaja memplesetkan nilai-nilai sejarah tersebut sehingga saat ini terjadi pengkaburan sejarah. Siapapun harus akui bahwa hanya di Liya memiliki Honari Mosega. Apa itu Honari Mosega tak lain adalah bahwa honari tersebut merupakan simbol-simbol kekuatan raja Liya yang tak dimiliki oleh pulau lain di Kabupaten Wakatobi. Ini merupakan fakta sejarah bahwa tari Honari Mosega ini begitu secara frontal menggambarkan otorisasi Raja Liya sebagai penguasa yang mesti dituruti perintahnya pada waktu itu karena dia memegang amanah penuh dari kesultanan buton. 
Contoh lain sebagai fakta sejarah dapat dikemukakan bahwa di pemerintahan Raja Liya terdapat 13 gendang (tamburu) sebagaimana jumlah yang sama terdapat di pemerintahan kesultanan Buton. Ini menandakan bahwa kekuasaan Raja Liya pada zamannya sama juga sebagaimana kekuasaaan Sultan Buton atau setidaknya paralel (tidak dibawah perintah secara langsung) yang dibuktikan dalam setiap upacara adat dan penyambutan para pembesar kesultanan dilakukan sama seperti yang dilaksanakan di kesultanan Buton. Belum lagi bila kita menyinggung kebesaran benteng keraton Liya bahwa susunan benteng keraton liya terdiri dari 13 pintu (13 buah lawa) yang juga sama persis dengan jumlah pintu yang terdapat di benteng keraton wolio ditambah 2 (dua) buah Lawa Lingu atau Lawa Rahasia.Pemerintahan Kesultanan Buton sangat menyadari bahwa Keraton Liya pada zamannya jauh lebih dahulu berkuasa sebelum adanya kekuasaan Raja Pertama Buton Wa Kaa Kaa dan Raden Sibahtera, sebagaimana yang diterangkan dalam naskah kuno sejarah buton bahwa Si Panjonga pernah memerintah di Liya awal Abad ke XII masehi. Postulat, jika Si Panjonga pernah memerintah di Liya ketika itu maka memungkinkan bahwa Si Malui dan Bau besi atau Raden Jutubun juga pernah memerintah di Liya. Hal ini secara empiris dapat dibuktikan bahwa arsitektur Benteng Liya yang dibuat oleh Si Malui, raden Jutubun da Si Panjongan sama persis dengan arsitektur benteng yang mereka buat di tanah Buton.


Pertanyaannya kemudian bahwa adakah Honari Mosega terdapat di pulau Binongko, Tomia dan Kaledupa!?. Adakah benteng keraton yang terdapat di pulau Binongko, Tomia dan Kaledupa sama jumlah pintunya seperti yang terdapat di keraton Liya..!?. Adakah terdapat 13 gendang (tamburu) diperintahan Raja Binongko, Tomia dan Kaledupa!? Adakah Raja Binongko, Tomia dan Kaledupa memegang tiga kekuasaan pemerintahan seperti yang terdapat di Liya yakni sebagai Lakina, seagai Sarana Wolio dan sebagai Bobeto Mancuana!?. Secara tegas KabaLi mengatakan tidak terdapat!!. Sebagai contoh saja pemerinatah di Kaledupa diberi kekuasaan oleh Sultan Buton hanya paling tinggi sebagai Barata disamping sebagai Lakina Kaledupa, dengan sultan Buton menghargakan Kaledupa hanya sejumlah 2 buah tamburu atau gendang. Sedangkan di Binongko dan Tomia tidk terdapat gendang berarti disana kekuasaan paling tinggi sebagai Kepala sara dan Perangkatnya..
Ini baru kita gambarkan perbandingan kekuasaan antara 4 buah pulau yakni Binongko, Tomia, Kaledupa dan Wangi-Wangi, belum kita bicara kedudukan sara Wanci, sara Mandati dan sara Kapota. Keberadaan sara Wanci, sara Mandati dan sara Kapota merupakan bagian kekuasaan dari pemerintahan Raja Liya guna melengkapi perlementaria dalam pengambilan keputusan apabila terjadi konplik antara sara Binongko, Tomia dan barata Kaledupa, sehingga praktis keputusan Raja Liya adalah mutlak mengingat kedudukannya sebagai Sarana  Wolio dan Bobeto Mancuana. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa di Wanci, Mandati dan Kapota tidak terdapat Lakina dan disana hanya paling tinggi terdapat Kepala Sara dan Perangkatnya. Inilah fakta sejarah dan sebetulnya kalau kita mau jujur secara kepemimpinan mestinya orang-orang Liya-lah yang menjadi pionir dan soko guru dalam mengatur seluruh masyarakat di Wakatobi. KabaLi sangat faham bahwa sejak keberadaan distrik tahun 1902 lalu yang ditempatkan di Wanci adalah merupakan asal mula perepecahan dari pemahaman sejarah yang benar yang sengaja diciptakan oleh golongan-golongan tertentu agar  selalu terjadi permusuhan dalam internal masyarakat Wangi-Wangi sehingga terjadi perlemahan komunitas dan para kepala distrik bisa leluasa mengembangkan misinya disana.
Dan untuk menjadi renungan semua pihak bahwa fakta-fakta sejarah secara otentif berdasarkan artifak dan simbol-simbol arkiologis mengemukakan bahwa diperkirakan mulai pertengahan Abad ke XI sudah ada Raja di Wilayah Liya atau tepatnya di pulau Oroho. Raja ini pada zamannya merupakan raja-raja kecil pimpinan para bajak laut dan para hulubalang untuk mengatur komunitas rakyatnya yang bermukim di oroho pada masa ini. Adapun nama-nama tempat pemukiman bajak laut di pulau Oroho adalah Riwu Motalo, Oa’Mabasa, Togo, Untu Laganda, Kao Komba, Oa Lawa-Lawa, Watu Andala, Tonganu Togo, Kompo Nuone. Diperkirakan asal muasal munculnya Honari Mosega dari dinasti yang berkuasa di pulau Oroho ini yang pada umumnya bajak laut dimana Honari Mosega ini dijadikan sebagai pasukan pengintai atau sekarang dikenal dengan “Intelijen”. Berdasarkan bentuk gerak dank ode yang terpantul dalam cermin adalah merupakan isyarat apakah tamu yang dating atau kapal yang bersandar di pulau ini bermaksud baik atau lawan.  Para hulubalang dan Raja akan menerima isyarat tersebut dan jika musuh maka akan langsung menyerang tanpa ampun sebaliknya jika kawan maka akan disambut lebih baik. Dinasti raja-raja kecil para Bajak Laut yang bermukim di pulau Oroho ini diperkirakan mulai berakhir sejak Lakundaru atau Talo-Talo atau lakueru sudah memerintah Liya menjadi Raja Liya pada pertengahan Abad XV dengan sudah kerja sama dengan Raja Buton. Tidak jelas Talo-talo ini asal muasalnya namun sebagian masyarakat mengatakan bahwa dia adalah orang asal pulau Oroho juga yang punya banyak kesaktian dan memberontak melawan keluarganya sendiripara bajak laut yang waktu itu tak mau merubah dan mengikut dia. Sehingga dengan keberadaan Talo-Talo memerintah di Liya langsung mendirikan Benteng untuk pertahana  dari para sanggila mulai benteng lapis ke tiga antara Mandati dengan Liya, kemudian benteng lapis kedua antara benteng lapis ketiga dan Laro Togo dan benteng lapis pertama didalam wilayah laro Togo. Kemudian setelah masuk La Odhe Ali memerintah menjadi Raja Liya benteng Laro Togo atau benteng lapis pertama disempurnakan kembali sebagaimana bentuk benteng keraton wolio karena dia memegang amanahnya ayahnya Sultan Sangia Manuru.
KabaLi menghimbau agar dalam mencermati dan menilai hasil-hasil kerja pembangunan yang ditelorkan oleh pemerintahan Hugua hendaknya dapat dilihat secara sportif dan obyektif dengan senantiasa menghilangkan sakuasangka rasa tak senang. Terlepas dari kedudukan dia sebagai Bupati sesungguhnya dia juga sebagai manusia biasa yang tak luput dari segala kekurangan namun kerja kerasnya selama meminpin Wakatobi sampai tahun keempat ini perlu masyarakat Wakatobi acungkan jempol mengigat secara relatif dengan menjadikan trend Wakatobi sebagai destinasi kunjungan wisata dunia dengan visi "Surga Nyata Dibawah Laut" menjadikan gugusan kepulauan yang terdapat dibagian timur pulau Buton ini menjadi terkenal di dunia. Kita bisa amati secara obyektif atas tolok ukur PDRB Wakatobi dari tahun ke tahun mengalami kelonjakan secara signifikan. Meskipun demikian dia cukup menyadari bahwa "surga nyata dibawah laut" itu tidak hanya terdapat di gugusan pulau Tomia dan Kaledupa. Ada juga "surga nyata dibawah laut" di gugusan pulau Wangi-Wangi seperti pulau Oroho, Simpora dan Karamah bahkan Kapota namun tentu dia akan membuat prioritas mana yang didahulukan. Demikian pula gugusan pulau Binongko juga terdapat potensi "surga nyata dibawah lau" itu dan hingga saat ini belum tersentuh oleh polesan dari Hugua. Dia juga menyadari bahwa keanekan ragam budaya, adat dan tradisi merupakan aset ekonomi yang cukup tinggi yang dimiliki oleh keempat pulau itu namun juga hingga saat ini juga dia belum tersentuh inpra strukturnya dengan baik. Oleh karena itu memang secara ideal tak cukuplah dia bila hanya menjanlankan segara program kerja yang belum terwujud itu bila Hugua hanya satu priode saja.  Wisata bahari dengan "surga nyata dibawah laut" tak cukup sepenuhnya menjadi andalan utama Wakatobi jika tidak seiring dengan pengenbangan Kebudayaannya. Oleh karena itu Hugua menyadari pengembangan kebudayaan Wakatobi akan menjadi program prioritas masa jabatan keduanya jika rakyat masih memilinya yakni dengan memoles dan mengangkat nilai-nilai Tradisi, Adat Istiadat dan Seni Budaya bahkan sejarah Wakatobi beserta seluruh inpra strukutur dan supra strukturnya sehingga kelak juga kebudayaan Wakatobi menjadi destinasi wisata dunia. Kedua obyek vital inilah merupakan prioritas program kerja Hugua 2011-2016 mendatang. Dalam masa keperintahan Bupati Hugua saat ini masih juga terdapat banyak kekurangan akibat dari lemahnya sistem birokrasi dalam mengamankan dan menindaklanjuti program kerjanya. Aparatur birokrasi saat ini tak lain adalah merupakan subordinasi dari sistem bapak angkat hasil pemilu 2007 lalu yang memang Hugua tak dapat melolaknya karena banyaknya kepentingan didalamnya. Dampak dari ini semua terjadilah debirokratisasi dan politisasi jabatan yang bermuara lemahnya pertanggungjawaban administrasi pemerintahan didaerah ini. Oleh karena itu dia cukup menyadari akan keadaan ini, maka bila rakyat Wakatobi masih mempercayainya untuk kembali memimpin Wakatobi 2011-2016 maka juga yang menjadi prioritas kerjanya adalah pembenahan sistem pemerintahannya dengan memperkuat birokrasi dan menempatkan orang-orang yang cukup berpengalaman memimpin satuan SKPD dan jabatan-jabatan strategis lainnya. Rekruitmen orang-orang ahli tersebut akan didatangkan dari luar Wakatobi dengan melalui kerja sama pemerintah provinsi sultra dan daerah-daerah lain. Masih wajar saja apa yang dilakukan oleh saudara Hugua saat ini-----mengingat jika kita menduduki jabatan yang sama mungkin perbuatan kita lebih para lagi dari itu semua. Dan bahkan hanya golongan-golongan keluarga dekat saja yang kita tempatkan pada bagian-bagian yang basah. Oleh karena itu KabaLi mengingatkan bahwa sebelum melakukan kritik kepada orang lain maka koreksilah pribadi kita lebih dahulu apakah memang kita jauh lebih baik daripada orang lain. Maka dari itu "cubitlah kulitmu..., jika sakit maka begitupun rasa orang lain.."!!
Kalau kita mau jujur melihat kenyataan lapangan selama ini bahwa adakah orang-orang Wanci para tokoh wanci, nota bene pernah menjadi pejabat di daerah sulawesi tenggara pernah menarik atau katakanlah pernah mengkader orang Mandati..., orang Kapota..., orang Kolo..., orang Liya..., orang Pongoh...,orang melangkah one!!??? jawabnya tidak ada !! dan belum pernah?! Dan kenyataan sosial ini meskilah kita mau jujur mengakuinya  sebab hal ini merupakan suatu realitas sosial yang tak bisa kita tutup tutupi lagi sebab seluruh masyarakat sudah mengetahuinya sebagai bukti lemahnya para toko kita dalam memimpin masyarakat  Wangi-Wangi selama ini yang secara bijaksana tidaklah mungkin kita  seluruh masyarakat Wangi-Wangi mau adakan pembiaran untuk mengulangi kesalahan-kesalahan yang serupa dimasa lalu itu untuk para pemimpin masa akan datang.  Oleh karena itu bagi KabaLi hanya orang Liya yang mampu memegang amanah untuk mempersatukan seluruh masyarakat  WAKATOBI tanpa reserve  dan  untuk itu usungan Balon Wakil Bupati Wakatobi 2011-2016 untuk mendampingi Hugua Kabali akan ajukan pendamping dari orang asli Liya yang punya pengalaman politik dan birokrasi yang cukup handal yang  mana orang-orang tersebut dapat diakses  pada http://www.keratonkabalis.wordpress.com dengan catatan bahwa hal ini KabaLi melakukannya jika dan/atau bila tidak ada lagi pigur panutan yang  bisa kita dapatkan saat  ini yang benar-benar menjadi idola seluruh masyarakat Wangi-Wangi bahkan WAKATOBI sebagai bakal calon Bupati yang akan diusung oleh masyarakat Wangi-Wangi.  
Saat ini yang terjadi dipemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara ethnis pulau Kaledupa mampu secara transfaran menduduki jabatan eselon 2 sebanyak 3 orang sementara sumber daya manusianya pada katagori doktoral (S-3) hanya terdapat 4 orang saja lebih banyak jumlah sumber daya manusia pulau wangi-wangi 13 orang doktor (S-3). Hal ini bisa terjadi karena hingga saat ini ethnis wangi-wangi masih pecah belah dan belum ada ketokohan yang menjadi panutan masyarakat. Lintas tokoh yang baru baru ini terbentuk diharapkan mampu menjawab tantangan ini kedepan.
Semoga segala niat baik ini senantiasa mendapat perhatian masyarakat secara positif  dan senantiasa diberkahi oleh Tuhan YME dan  Talo-Talo (Lakueru), Mo'ori ikareke, Labaluluwu, Peropa, Dete ke Katapi dengan harapan masyarakat Wangi-Wangi dapat bangkit lebih baik dari saat ini
 Amin-amin ****
Bahakonto La Ode....!  Teyikitana Mbeado Aposaasanto..., Ongangkita temia hele "kambea aikitana anedo omotutu akabalinto..., hee... hee.... hee... ?. Maimo To Poangkatako. Toposaileama, Toponamisi kene Toposaasa ako Tobangune Atogonto u wangi-wangi........"