OLEH : KHAMSHURI BUTON
Perhimpunan Indonesia Timur (PIT) akan menggelar kongres untuk membahas
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau federasi menuju
Indonesia yang lebih baik di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 20 Mei
mendatang.
NKRI Gagal, Indonesia Timur Pilih Federasi ?
Pembahasan NKRI tersebut karena sistem ini dinilai telah gagal, tak
mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya yang terjadi adalah
ketimpangan sosial, sehingga masyarakat Indonesia Timur khususnya dari
Nusa Tenggara Timur (NTT) dipersepsikan sebagai preman, anarkhis, dan
itu diperkuat dengan simbol John Key, Hercules, Sangaji, dan lain-lain.
Demikian disampaikan tokoh PIT yang juga Wakil Ketua DPD RI Laode Ida
bersama Muhammad Syukur Mandar, Hatta Taliwang, Benny Matindas, Robert
B. Keytimu, HAR Maklin, Boy Simpotan, Petrus Selestinus, Franky Maramis,
Mikel Manufandu, Basri Amin, Julis Bobo, Roy Simbiak, dan Jefry di
Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (20/3).
Kongres ini akan dihadiri peserta dari 15 provinsi.
“Padahal kesan buruk terhadap masyarakat Indonesia Timur tersebut
akibat kemiskinan dan ketimpangan sosial akibat kebijakan negara tidak
berpihak pada rakyat. Jadi, selama ini pemerintah telah gagal membangun
Indonesia yang berkeadilan, sehingga kasus anarkhisme masyarakat itu tak
boleh terus-menerus dibiarkan. Untuk itulah federasi sebagai alternatif
dan ini bukan makar,” tandas Laode Ida.
NKRI Gagal
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah 68 tahun ini
dinilai Syukur sebagai sistem politik yang gagal, karena ketika rakyat
membutuhkan negara, negara malah tidak hadir.
Oleh sebab itu, federasi sebagai salah satu alternatif pengganti NKRI.
“Kalau pun tetap NKRI, maka sistem pengelolaan negara harus diperbaiki.
Misalnya, masalah presiden dan wakil dari satu provinsi Jawa Timur,
yaitu SBY dan Boediono,” ujarnya.
Menurut Syukur, federasi
justru akan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah
untuk mengelola sumber daya alam (SDA) secara mandiri. Apalagi, SDA di
Indonesia Timur sangat potensial dari pertambangan maupun minyak dan gas
alamnya.
“Dengan penduduk yang kecil, dan kekayaan alam yang
melimpah, seharusnya rakyat Indonesia Timur sejahtera, namun yang
terjadi adalah kemiskinan. Inilah yang mesti diperbaiki,” ungkapnya.
Laode Ida dan Syukur membantah kalau kongres ini sengaja dilakukan
menjelang Pemilu 2014, karena hal itu sudah dibicarakan sejak reformasi
1998 silam.
“Yang jelas forum ini bukan untuk mendegradasi
posisi Indonesia, tapi lebih dimaknai sebagai forum yang memberi
artikulasi dan penjabaran lebih komprehensif atas peran Negara dalam
memakmurkan rakyatnya untuk memicu semangat nasionalisme baru,” kata
Syukur lagi. (Suara Pembaharuan)